Bolehkah Menggunakan Rambut Palsu Sekaligus Difungsikan sebagai Jilbab?

Menggunakan Rambut Palsu Sekaligus Difungsikan sebagai Jilbab

Pecihitam.org – Di antara banyaknya penduduk dunia, sebagian dari mereka menggunakan rambut palsu di kepalanya. Beberapa alasanpun terkuak, mulai dari alasan estetika hingga alasan “problematika”. Beragam, seperti membuat kepercayaan diri meningkat dan masalah medis (kebotakan karena efek samping kemoterapi atau gangguan autoimun).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Konon, sebagian hakim dan pengacara di Inggris dan Australia yang masih taat dengan tradisi, mereka menggunakan rambut palsu di kepalanya, meskipun pada faktanya penggunaanya antara hakim dan pengacara akan berbeda. Namun pemakaian rambut palsu di negara bagian Victoria, Australia pada tahun 2016 sudah tidak diwajibkan bagi hakim, sedang bagi pengacara dapat dipertimbangkan.

Dilansir dalam beberapa sumber, bahan dasar pembuatan rambut palsu sangatlah beragam, yaitu ada yang berasal dari serat sintetis, fiber bahkan berasal dari rambut manusia yang asli yang diambil dari rambut orang yang masih hidup, bukan dari mereka yang sudah meninggal.

Masing-masing dari bahan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.

Pro kontra penggunaan rambut palsu menyerempet pada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim di negeri ini. Jelas, ada yang mengharamkan seluruhnya secara mutlak berlandaskan hadis yang dipahami dengan pemahan sendiri, adapula yang longgar dalam menghukuminya berdasarkan pendapat para ulama.

Baca Juga:  Perkara yang Menyebabkan Sujud Sahwi dalam Shalat

Lantas bagaimana hukum penggunaan rambut palsu menurut pandangan para ulama dalam agama Islam?

Berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Umar, hukum penggunaan rambut palsu yang berbahan dasar rambut manusia adalah haram.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ…

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad telah menceritakan kepada kami ‘Abdah dari ‘Ubaidullah dari Nafi’ dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyambung rambutnya dan yang minta disambung rambutnya… [HR. Bukhari]

Dalam menginterpretasikan hadis tersebut, Syekh Syamsuddin al-Syarbini al-Syafii mengungkapkan dalam kitab Mughnil Muhtaaj juz 1 halaman 406, sebagai berikut:

ﻭﻭﺻﻞ ﺷﻌﺮ اﻵﺩﻣﻲ ﺑﺸﻌﺮ ﻧﺠﺲ ﺃﻭ ﺷﻌﺮ ﺁﺩﻣﻲ ﺣﺮاﻡ ﻟﻠﺨﺒﺮ اﻟﺴﺎﺑﻖ،، ﻭﻷﻧﻪ ﻓﻲ اﻷﻭﻝ ﻣﺴﺘﻌﻤﻞ ﻟﻠﻨﺠﺲ اﻟﻌﻴﻨﻲ ﻓﻲ ﺑﺪﻧﻪ، ﻭﻓﻲ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻣﺴﺘﻌﻤﻞ ﻟﺷﻌﺮ ﺁﺩﻣﻲ، ﻭاﻵﺩﻣﻲ ﻳﺤﺮﻡ اﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﻭﺑﺴﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰاﺋﻪ ﻟﻜﺮاﻣﺘﻪ، ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫﻥ ﺯﻭﺝ ﻭﺳﻴﺪ ﻭﺻﻞ ﺷﻌﺮ ﺑﻐﻴﺮﻫﻤﺎ

Baca Juga:  Menangis Membatalkan Shalat, Benarkah? Ini Penjelasannya

Artinya: Menyambung rambut/menggunakan rambut palsu dengan sesuatu yang berbahan dasar rambut najis atau rambut manusia hukumnya haram berdasarkan hadis di atas. Keharamannya setidaknya karena dua hal, pertama, mempergunakan sesuatu yang najis pada tubuhnya, kedua, menggunakan rambut manusia, yang mana haram hukumnya mengambil kemanfaatan rambut sebagai bagian kemuliaan mereka. Begitupun haram menggunakan rambut palsu tanpa izin suami atau tuannya (bagi hamba sahaya) meskipun tidak berbahan dasar kedua bahan di atas.

Sederhananya, menggunakan rambut palsu diharamkan apabila terbuat dari barang najis atau rambut manusia. Adapun jika terbuat dari selain rambut manusia dan barang najis, maka hukum menggunakannya tidak haram. Ini dengan ketentuan mendapat izin dari suami, bagi yang sudah punya suami tentunya.

Lalu apakah rambut palsu bisa difungsikan sebagai jilbab/penutup aurat bagi perempuan? Bisa, dengan catatan rambut aslinya tidak terlihat sama sekali, sebagaimana termaktub dalam kitab Kifayatul Akhyar juz 1 halaman 93, sebagai berikut:

ﺷﺮﻁ اﻟﺴﺘﺮﺓ ﺃﻥ ﺗﻤﻨﻊ ﻟﻮﻥ اﻟﺒﺸﺮﺓ ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺛﻴﺎﺏ ﺃﻭ ﺟﻠﻮﺩ ﺃﻭ ﻭﺭﻕ ﺃﻭ ﺣﺸﻴﺶ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﺣﺘﻰ اﻟﻄﻴﻦ ﻭاﻟﻤﺎء اﻟﻜﺪﺭ

Baca Juga:  Landasan Amaliah Aswaja: Bacaan Bilal Jumat Menjelang Khatib Naik Mimbar

Artinya: Aurat dikatakan tertutup jika memenuhi syarat, yaitu tidak terlihatnya/tertutupinya warna kulit, baik dengan menggunakan pakaian (lazim), kulit, dedaunan, rerumputan dan sejenisnya (termasuk rambut palsu yang halal digunakan), termasuk tanah dan air keruh sekalipun.

Jelas, segala hal yang dapat menutupi aurat (meskipun tidak lazim) maka tetap dapat difungsikan sebagai penutup aurat. Tidak ada batasan, berhak memilih bahan apapun dan bagaimanapun.

Tujuannya adalah tertutupnya aurat dengan rapat. Masalah cara dan metode, boleh dikembalikan pada orang yang bersangkutan.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *