Hadits Shahih Al-Bukhari No. 274 – Kitab Mandi

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 274 – Kitab Mandi ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Keringat Orang yang Junub dan Seorang Muslim Tidak Najis” hadis ini menjelaskan tentang Abu Hurairah yang berjumpa dengan Rasululllah saw di sebuah jalan di kota Madinah, sedang pada waktu itu Abu Hurairah dalam keadaan junub. Dia pun pergi meninggalkan Rasulullah saw untuk mandi. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Mandi. Halaman 466-469.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ قَالَ حَدَّثَنَا بَكْرٌ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طَرِيقِ الْمَدِينَةِ وَهُوَ جُنُبٌ فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ كُنْتُ جُنُبًا فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ فَقَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ali bin ‘Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya] berkata, telah menceritakan kepada kami [Humaid] berkata, telah menceritakan kepada kami [Bakar] dari [Abu Rafi’] dari [Abu Hurairah], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjumpa dengannya di salah satu jalan Madinah, sementara ia dalam keadaan junub.” Abu Hurairah berkata, ‘Aku malu dan pergi diam-diam’. Abu Hurairah lalu pergi mandi dan kembali lagi setelah itu, beliau lalu bertanya: “Kemana saja kamu tadi wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab: “Aku tadi junub. Dan aku tidak suka bersama Tuan sedang aku dalam keadaan tidak suci.” Beliau pun bersabda: “Subhaanallah! Sesungguhnya seorang Muslim itu tidak itu najis.”

Keterangan Hadis: (Keringat orang yang junub, dan seorang muslim tidak najis). Imam bukhari seolah memberi isyarat mengenai perbedaan pendapat tentang keringat orang kafir. Ada yang mengatakan bahwa keringatnya najis karena tubuhnya adalah najis, sebagaimana yang akan diterangkan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 434 – Kitab Shalat

Pada judul bab di atas tcrdapat kata-kata yang tidak disebutkan secara tekstual, yang mana kalimat yang seharusnya adalah “Penjelasan mengenai hukum keringat orang yang junub. Jika orang Islam tidak najis, maka keringatnya juga tidak najis.” Kemudian dapat dipahami dari ungkapan tersebut, bahwa orang kafir adalah najis dan keringatnya juga najis.

فَانْخَنَسْتُ (Maka aku menghindar) Demikianlah lafazh yang terdapat dalam riwayat Al Kasymihani dan Hamawi scrta Karimah. Sementara Al Qazzaz berkata, “Dalam salah satu jalur periwayatan hadits tersebut tercantum lafazh فَانْبَخَسْتُ (maka aku memperdaya), tapi ini tidak tepat. Bahkan yang benar adalah lafazh, فَانْخَنَسْت seperti di atas.”

Sebagian mengatakan bahwa makna فَانْخَنَسْتُ adalah pcrgi secara sembunyi-sembunyi, dan ini dikuatkan oleh riwayat lain yang berbunyiفَانْسَلَلْت (maka aku beranjak dengan perlahan).

Ibnu Baththal berkata, “Telah dinukil riwayat dengan lafazh فَانْبَخَسْت yakni seperti lafazh terdahulu. Pada riwayat lbnu Sakan dinukil dcngan lafazh, فَانْبَجسْت Mungkin lafazh ini diambil dari firman Allah SWT, فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اِثْنَتَاعَشْرَةَ عَيْنًا (Maka bersemburanlah dari padanya dua belas mata air), yakni mata air itu mengalir dan menyembur dengan cepat. Lafazh seperti ini dinukil pula dalam riwayat Al Ashili, Abu Waqi’ dan Ibnu Asakir.

Sementara dalam riwayat Al Mustamli disebutkan, فَانْتَجَسْت (aku yakin jika tubuhku najis). Akan tetapi Al Qazzaz mengingkari lafazh ini seraya mengatakan bahwa asal lafazh tersebut adalah الْبَخْسُ yang memiliki makna kurang, yakni ia merasa rendah diri untuk duduk bersama Nabi SAW disebabkan dirinya sedang junub.

Telah disebutkan dalam riwayat Imam Tirmidzi, sama seperti riwayat lbnu Sakan, “Arti dari kata فَانْبَجسْت adalah aku menjauh darinya, dan tidak ada riwayat yang kuat yang sampai kepadaku selain yang telah disebutkan di atas. Sementara yang pertama lebih mendekati kebenaran, kemudian pendapat yang terakhir ini.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 61 – Kitab Ilmu

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَايَنْجُسُ (Sesungguhnya seorang mukmin tidak najis) Sebagian pengikut madzhab Zhahiriyah berpegang dengan makna implisit (mafaum) hadits ini, untuk menyatakan bahwa tubuh orang kafir adalah najis. Mereka menguatkan pandangan tersebut dengan firman Allah, إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ (Sesungguhnya orang musyrik adalah najis).

Golongan mayoritas (jumhur) menjawab argumentasi ahli zhahir dengan mengatakan bahwa maksud hadits adalah orang-orang muslim anggota tubuhnya suci karena kebiasaan mereka memelihara diri dari najis. Berbeda dengan orang-orang musyrik yang tidak menjaga dirinya dari najis. Adapun maksud ayat tersebut adalah, orang musyrik najis dalam hal keyakinan dan juga menjijikkan.

Jumhur ulama berasalan bahwa Allah telah menghalalkan untuk menikahi wanita Ahli Kitab, dan orang yang melakukan hubungan intim dengannya tidak akan dapat menghindari keringatnya (ahli kitab). Walaupun demikian, Allah SWT tidak mewajibkan mandi bagi mereka yang selesai bersenggama dengan wanita kitabiyah, kecuali seperti apa yang diwajibkan kepada wanita muslimah. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh manusia yang hidup tidak najis, karena tidak ada perbedaan antara wanita dan laki-laki.

Sementara Imam Al Qurthubi melakukan suatu kejanggalan, dimana pada pembahasan tentang “jenazah” dalam Syarah Muslim dia menisbatkan pendapat yang menggolongkan bahwa orang kafir adalah najis kepada madzhab Imam Syafi’i. Masalah ini akan dibahas secara tersendiri dalam pembahasan Al Jana’iz (ienazah), insya Allah.

Pada hadits ini terdapat dalil disunahkannya bersuci ketika melakukan hal-hal yang mulia, dan sunah memuliakan orang yang mempunyai keutamaan dengan menghormati dan mendampinginya sebaik mungkin. Sebab perginya Abu Hurairah adalah, bahwa Nabi SAW jika bertemu dengan salah seorang sahabat beliau menyentuh dan mendoakannya. Demikian yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Hibban dari hadits Hudzaifah.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 436 – Kitab Shalat

Maka ketika Abu Hurairah mengira bahwa orang yang junub adalah najis karena hadats, ia khawatir bahwa Rasulullah akan menyentuhnya seperti biasa, maka ia bergegas pergi mandi. Hanya saja yang diingkari oleh Nabi adalah perkataannya, “Dan aku sedang tidak suci”. Adapun sabda beliau SAW, “Maha suci Allah” adalah ungkapan takjub atas keyakinan Abu Hurairah yang menganggap dirinya najis karena junub. Bagaimana mungkin perkara seperti ini tidak diketahui oleh Abu Hurairah?

Dalam hadits (juga) terdapat dalil, bahwa seseorang yang mcngikuti orang lain dianjurkan untuk meminta izin orang yang diikuti jika hendak meninggalkannya. Berdasarkan sabda beliau SAW, “Dimanakah engkau?” Hal ini mengisyaratkan, bahwa seharusnya Abu Hurairah tidak meninggalkan beliau SAW sebelum memberitahu. Demikian juga disukai bagi orang yang diikuti untuk menegur pengikutnya kepada kebenaran meskipun ia (pengikut) tidak memintanya.

Hadits itu juga menerangkan bolehnya mengakhirkan mandi wajib. Ibnu Hiban menyebutkan hal itu dalam satu bab tersendiri dalam kitabnya, sebagai bantahan terhadap orang yang berpendapat bahwa orang yang junub dan berniat mandi wajib, lalu air bekas mandi wajibnya itu jatuh ke dalam sumur maka airnya menjadi najis.

Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini bahwa keringat orang yang junub hukumnya suci, sebab badannya tidak menjadi najis dengan junub. Demikian juga dengan apa yang mengalir dari badannya seperti keringat dan susu. Datil bolehnya seorang yang junub melakukan aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhannya sebelum mandi.

M Resky S