Hadits Shahih Al-Bukhari No. 548-549 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 548-549 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Shalat Setelah Subuh Hingga Matahari Meninggi” Hadis-hadis ini menerangkan larangan dari Rasulullah saw agar tidak melaksanakan salat setelah Shubuh sampai matahari terbit. Dan setelah Ashar sampai matahari tenggelam. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 429-435.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَرَّوْا بِصَلَاتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلَا غُرُوبَهَا وَقَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَأَخِّرُوا الصَّلَاةَ حَتَّى تَرْتَفِعَ وَإِذَا غَابَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَأَخِّرُوا الصَّلَاةَ حَتَّى تَغِيبَ تَابَعَهُ عَبْدَةُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa’id] dari [Hisyam] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Bapakku] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Ibnu ‘Umar] berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian sengaja melaksanakan shalat ketika matahari sedang terbit dan juga ketika terbenamnya.” Dan telah menceritakan kepadaku Ibnu ‘Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika matahari sedang terbit maka tundalah shalat hingga telah meninggi, dan jika matahari sedang terbenam maka tundalah shalat hingga menghilang.” Hadits ini juga kuatkan oleh [‘Abdah].

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعَتَيْنِ وَعَنْ لِبْسَتَيْنِ وَعَنْ صَلَاتَيْنِ نَهَى عَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَعَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ وَعَنْ الِاحْتِبَاءِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ يُفْضِي بِفَرْجِهِ إِلَى السَّمَاءِ وَعَنْ الْمُنَابَذَةِ وَالْمُلَامَسَةِ

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 178 – Kitab Wudhu

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ubaid bin Isma’il] dari [Abu Usamah] dari [‘Ubaidullah] dari [Khubaib bin ‘Abdurrahman] dari [Hafsh bin ‘Ashim] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari dua macam jual beli, dua cara berpakaian dan dua shalat. Beliau melarang shalat setelah Shubuh sampai terbit matahari dan setelah ‘Ashar sampai matahari terbenam. Melarang dari pakaian shama` dan duduk ihtiba` dengan satu kain sehingga menghadapkan kemaluannya ke langit. Dan beliau juga melarang dari jual beli Al Munabadzah dan Al Mulasamah.”

Keterangan Hadis: لَا تَحَرَّوْا artinya لَا تَقْصِدُوا (jangan menyengaja). Ulama berbeda pendapat tentang maksud kalimat tersebut. Di antaranya ada yang menjadikannya sebagai penafsiran hadits yang lalu, dengan berkata, “Tidak dimakruhkan shalat setelah Subuh dan Ashar, kecuali bagi orang yang sengaja shalat ketika matahari terbit dan terbenam.” Pendapat ini diikuti oleh golongan Ahli Zhahir, dan dikuatkan serta dijadikan dalil oleh Ibnu Al Mundzir.

Imam Muslim telah meriwayatkan dari jalur Thawus, dari Aisyah, dia berkata, umar ragu, sesungguhnya Rasulullah SAW melarang orang yang sengaja (shalat) pada waktu matahari terbit dan terbenam.” Perkataan Ibnu Umar yang menunjukkan hal itu pada dua bab berikutnya. Bisa jadi sebagian orang memperkuatnya dengan hadits, “Barangsiapa mendapati satu rakaat Subuh sebelum terbit matahari, maka hendaknya menambah rakaat yang lain. Maka, Nabi memerintah shalat saat itu.” Hal ini menunjukkan bahwa hukum makruh tersebut khusus bagi orang yang sengaja shalat pada waktu itu. Sebagian yang lain ada yang menjadikan hal itu sebagai larangan tersendiri dan memakruhkan shalat di waktu-waktu itu, baik disengaja atau tidak. Ini pendapat mayoritas ulama. Al Baihaqi berkata, “Aisyah mengatakan hal itu karena ia melihat Nabi shalat setelah Ashar, maka ia memahami bahwa larangan tersebut untuk orang yang sengaja melakukannya dan tidak berarti larangan tersebut bersifat mutlak.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 244 – Kitab Mandi

Pendapat tersebut ditanggapi bahwa shalat Nabi SAW pada waktu itu adalah shalat qadha’ (sunah Zhuhur), sebagaimana yang akan dijelaskan. Adapun larangan tersebut diriwayatkan dari jalur sekelompok sahabat selain Umar RA, maka keraguan tersebut tidak hanya khusus baginya. Wallahu a ‘lam.

حَتَّى تَرْتَفِع (sampai meninggi) Ketinggian matahari tersebut dijadikan sebagai batas larangan, dan ini memperkuat orang yang meriwayatkan hadits yang lalu dengan lafazh, حَتَّى تُشْرِقَ yang berasal dari kata Al Isyraaq yang berarti juga Al Irtifaa’ sebagaimana yang telah disebutkan.

Yahya Al Qaththan juga meriwayatkan hadits ini dari Hisyam, sedangkan riwayat Abdah telah disebutkan secara bersambung oleh Imam Bukhari dalam bab “Bad’il Khalqi (awal penciptaan)”. Di dalamnya terdapat dua hadits sekaligus, dan disebutkan حَتَّى تَبْرُزَ sebagai ganti kata تَرْتَفِع. Lalu dikatakan juga لَا تَحَيَّنُوا dan ditambahkan فَإِنَّهَا تَطْلُع بَيْن قَرْنَيْ شَيْطَان (karenanya terbit di antara dua tanduk syetan). Dalam hadits ini diisyaratkan tentang alasan dilarangnya shalat pada dua waktu tersebut. Imam Muslim menambahkan dari hadits Amru bin Abasah, وَحِينَئِذٍ يَسْجُد لَهَا الْكُفَّار (pada waktu orang-orang kafir sujud menyembah kepadanya), maka larangan pada waktu itu adalah supaya tidak menyerupai orang-orang kafir. Dalam hal ini terdapat sanggahan terhadap Al Baghawi yang mengatakan bahwa larangan tersebut tidak diketahui maknanya, maka ia menjadikannya dalam lingkup penyembahan yang mengharuskan iman kepadanya. Adapun makna بَيْن قَرْنَيْ شَيْطَان akan dijelaskan pada bab permulaan penciptaan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 327-328 – Kitab Tayammum

حَاجِبُ الشَّمْس artinya ujung bulatannya. Al Jauhari berkata, “Yaitu ujung-ujungnya.”

وَعَنْ صَلَاتَيْنِ (dan dari dua shalat), kesimpulannya bahwa dalam bab ini ada empat hadits. Pertama dan terakhir berkaitan dengan perbuatan, sedangkan yang kedua dan ketiga berkaitan dengan waktu. Telah dipaparkan perbedaan ulama dalam masalah ini, sedangkan mengenai larangan dua jual beli akan disebutkan dalam kitab tentang bai‘ (jual beli). Begitu juga tentang pakaian, akan dibahas dalam kitab tentang libas (pakaian).

M Resky S