Harlah NU Ke-95; Perjuangan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dalam Meneguhkan Komitmen Kebangsaan

HARLAH NU Ke-95, Perjuangan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari

Pecihitam.org – Tepat tanggal 31 Januari 2021 organisasi islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia 95 tahun. Di hari lahirnya yang ke 95 ini, tema yang diangkat oleh ormas terbesar di dunia ini adalah Khidmah NU: Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan.

Jika melihat kebelakang bagaimana perjalanan panjang NU selama 95 tahun ini dalam menjaga keutuhan bangsa dan juga sebagai salah satu ormas yang memiliki andil besar dalam perjuangan bangsa ini lepas dari penjajahan, maka salah satu sosok yang tidak boleh dilupakan dan akan selalu dikenang oleh bangsa ini ialah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Beliau merupakan sosok yang berada di garda terdepan dalam rangka meneguhkan komitmen kebangsaan.

Kiai Hasyim Asy’ari menentang keras segala bentuk penjajahan bangsa asing terhadap negara kita. Dulu ketika Belanda masih berkuasa beliau menghimbau kepada segenap umat Islam agar tidak melakukan donor darah kepada Belanda.

Selain itu, beliau juga melarang para kiai membela Belanda dalam pertempuran melawan Jepang. Menurutnya haram hukumnya bersekutu dengan penjajah, karena penjajahan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam agama Islam.

Baca Juga:  PWNU Banten Siap Jadi Tuan Rumah Muktamar NU

Pada tahun 1937, Kiai Hasyim pernah ditawari oleh Ratu Belanda Wilhelmina untuk mendapatkan bintang kehormatan yang terbuat dari emas dan perak.

Namun dengan tegas Kiai Hasyim menolak penghargaan tersebut sembari memberikan nasehat kepada para santrinya di Pesantren Tebuireng agar tidak mudah tergiur dengan godaan yang diberikan oleh para penjajah. Seperti kata peatah “Ada udang dibalik batu” pasti ada motif tertentu dibalik penghargaan tersebut.

Kemudian Kiai Hasyim juga mengisahkan tentang pengalaman Rasulullah SAW ketika hendak mendapatkan penghargaan dari kaum Quraisy yang berupa kedudukan tinggi, harta yang melimpah ruah, dan perempuan yang cantik.

Akan tetapi beliau menolak dengan tegas tawaran tersebut sembari berkata kepada Abu Thalib, “Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari ditangan kananku serta bulan ditangan kiriku dengan maksud agar aku berhenti berjuang, aku tidaka akan mau. Dan aku akan berjuang terus hingga cahaya Islam merata di mana-mana atau aku binasa.”

Sikap tegas tersebut dilakukan Kiai Hasyim dalam rangka menunjukan karakter beliau yang teguh dalam pendirian dan tidak mudah di iming-imingi hadiah duniawi.

Baca Juga:  PC PMII Lebak Tindak Oknum Pencabut Bendera Di Kampus La Tansa Mashiro

Apalagi saat berhadapan dengan penjajah yang telah merampas hak seluruh warga untuk hidup secara merdeka dan manusiawi.

Oleh sebab itu, pada masa penjajahan, Kiai Hasyim merupakan salah satu tokoh yang berada di garda paling depan dalam menentang segala macam penindasan yang dilakukan oleh penjajah. 

Bahkan pada zaman pendudukan jepang, Kiai Hasyim menolak untuk melakukan seikerei, yaitu kewajiban memberikan penghormatan dengan membungkukkan badan ke arah tokyo dengan membungkukkan badan ke arah tokyo setiap pukul 07.00 pagi sebagai simbol penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan ketundukan kepada Dewa Matahari. 

Kemudian sikap tersebut mendapatkan respons keras dari tentara Jepang hingga membuat Kiai Hasyim beserta sejumlah putra dan sahabatnya digiring ke penjara.

Meskipun pihak penjajah bersikap kasar dan keras terhadap Kiai Hasyim, namun hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun kegigihan dan tekadnya untuk senantiasa melawan penjajah.

Hal ini beliau lakukan dengan segala upaya untuk meraih cita-cita kemerdekaan. Beliau juga tidak pernah gentar terhadap ancaman apapun yang diberikan oleh penjajah.

Jika melihat bagaimana perjuangan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam memperjuangkan kemerdekaan negara ini, ditambah kuatnya komitmen beliau terhadap bangsa ini.

Baca Juga:  PMII Kota Serang Didik 80 Mahasiswa Uniba Hadapi Revolusi Industri 4.0

Maka sudah sepatutnya kita semua sebagai generasi penerus bangsa untuk dapat meneladani bagaimana perjuangan beliau yang tiada kata menyerah demi tercapainya cita-cita untuk memerdekakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk itu di usia NU yang ke-95 ini, mari bersama-sama untuk tetap meneruskan dan menguatkan aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah dan juga senantiasa berusaha untuk menguatkan komitmen kita terhadap bangsa ini dengan tetap saling menjaga toleransi antar umat agar dapat tercapai negara yang aman, tenteram dan nyaman serta dapat mewujudkan negara yang makmur bagi seluruh rakyatnya.

Penulis : Mohammad Thomtowi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Belajar Agama di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.

Redaksi