Hubungan Suluk dan Tasawuf, Dua Sisi yang Tidak Bisa Terpisahkan

Suluk dan Tasawuf

Pecihitam.org – Sebelum membahas hubungan suluk dan tasawuf, sebelumnya kita kupas terleebih dahulu apa itu suluk. Suluk artinya memperbaiki akhlak, membersihkan amal, dan menjernihkan pengetahuan. Suluk merupakan rutinitas yang dilakukan oleh salik (pelaku suluk) untuk terus mendekatkan diri kepada Allah hingga batinnya bisa wusul (sampai) kepada Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam perjalanannya seorang salik biasanya tentu mengalami hambatan ataupun ujian mencapai tujuannya. Ada dua hal yang dapat merusak usaha salik, yang pertama, mengikuti selera orang-orang yang mengambil aspek-aspek yang ringan dalam penafsiran. Dan yang kedua, yaitu mengikuti kesesatan orang-orang yang selalu mengumbar hawa nafsunya. Seperti:

  1. Orang yang bodoh adalah orang yang menyia-nyiakan waktunya
  2. Orang yang lalai adalah orang yang terlalu mengekang dirinya dengan waktu. Sementara orang yang melalaikan waktu adalah orang yang lemah.

Laku suluk dibenarkan apabila seorang hamba hanya menjadikan Allah sebagai tujuannya, sehingga setiap saat ia merasa bahwa Allah selalu mengawasinya. Ia terjaga pada sepertiga malamnya untuk bertaqarrub dengan Allah, pada siang harinya ia terjaga untuk berpuasa, lisan dan hatinya tidak henti menyebut asma Allah.

Baca Juga:  Benarkah Kaum Sufi Tidak Perlu Bekerja?

Seorang salik senantiasa menjaga darinya dari berlebihan tidur, berbicara, makan karena hal itu yang membuat kerasnya hati. Kesimpulannya adalah seorang salik senantiasa menyibukkan dirinya dengan selalu mendekat pada Allah. Dengan selalu menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Ia selalu diselimuti dengan sifat wara’ dan zuhud dan meninggalkan segala hawa nafsunya, yang dapat merusak hubungannya dengan Allah. Segala yang dilakukannya di dasari dengan kesungguhan dan keikhlasan, yang ia harap hanya ridha Allah saja, bukan untuk meminta imbalan (pahala) ataupun dijauhkan dari neraka. Apalagi untuk mendepatkan kekeramatan.

Ketika seseorang sudah wushul kepada Allah, maka aktifitas amaliyah dzahir tidak lagi diperhitungkan bahkan batiniyahnya sudah tidak lagi terdapat syahwat keduniawian. Saat itulah seorang salik berada pada jalan yang sempurna menuju kepada Allah.

Baca Juga:  Inilah Tiga Sufi yang Kaya Raya, Bukti Tasawuf Tak Indentik dengan Miskin

Salah satu bentuk dari suksesnya perjalanan suluk seseorang yaitu terhindarnya ia dari kebutuhan kepada makhluk dan juga terbebasnya ia dari syahwat, segala tingkah laku dan batiniyahnya hanya tertuju kepada Allah ta’ala.

Adapun hubungan suluk dan tasawuf yaitu, suluk adalah lakunya sedangkan tasawuf adalah ilmunya. Sebagai contoh ibarat suluk adalah bumbu masakan, dan tasawuf adalah cara memasak. Ketika bumbu sudah komplit untuk membuat masakan maka orang yang makan harus tau takarannya untuk membuat masakan yang lezat.

Seperti itulah antara suluk dan tasawuf, keduanya sama-sama penting untuk menuju kepada Allah SWT. Jika salah satunya tidak ada maka tidak sempurna perjalanannya kepada Allah. Laku suluk harus dengan arahan mursyid (guru), maka dari itu perlu bagi seorang salik untuk mencari guru yang memiliki kealiman dan kearifan yang tinggi.

Seorang mursyid yang dipilih harus kreditibel. Jangan asal memilih guru dalam laku suluk karena guru akan sangat mempengaruhi perjalanan menuju kepada-Nya. Setidaknya seorang mursyid sudah melakukan suluk dan mendapatkan ijazah dari mursyidnya (guru).

Baca Juga:  Tasawuf Ibn Arabi dan Al Hallaj Sebagai Sarana Revolusi Mental di Era Milenial

Sehingga ia berhak untuk mengajarkan laku suluk kepada orang lain. Karena belajar Suluk hampir sama dengan belajar ilmu yang lain, seperti fikih, tafsir dan lainnya. Sama-sama harus memiliki sanad yang jelas.

Itulah pentingnya guru dalam bersuluk. Seperti yang kita tahu bahwa belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan. Apalagi ini terkait dengan batiniyah menuju kepada Allah, tentu guru yang dipilih harus yang sudah dekat dengan-Nya, agar tidak salah dan tersesat dalam perjalanan suluk.

Wallahua’lam.

Lukman Hakim Hidayat