Pecihitam.org – Riba memang selalu menjadi salah satu hal yang banyak diperdebatkan sejak zaman dahulu terutama kaum muslim. Dalam sejarahnya, Riba yang dikenal dalam islam juga dikenal oleh bangsa-bangsa lain pada zaman sebelum islam seperti bangsa Yunani dan Romawi. Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan riba dan bagaimana hukum riba dalam islam. Simak penjelasan berikut ini!
Daftar Pembahasan:
Pengertian Riba
Secara bahasa, riba artinya tambahan (bahasa Arab Azziyadah). Makna tambahan dalam hal ini maksudnya yaitu kelebihan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi.
Dalam pengertian lain riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba artinya mengambil tambahan keutungan dari harta pokok atau modal secara haram.
Dalam istilah ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang/modal pokok yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam. Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus.
Dalam bahasa Arab riba juga dapat diartikan sebagai tambahan, meskipun hanya sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan tetap diharamkan. Riba dalam hal ini juga semakna dengan kata “usury” artinya suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa riba adalah suatu praktek pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad perekonomian, baik dalam jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana, baik diketahui bahkan tidak diketahui sekalipun, oleh pihak kedua.
Riba dalam Berbagai Agama
Riba ternyata bukan sekedar persoalan masyarakat Islam saja, namun dalam berbagai kalangan di luar agama Islam pun memandang serius persoalan ini. Bahkan pembahasan terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam.
Sejak zaman dahulu problematika riba juga menjadi pembahasan pelik kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga bangsa-bangsa Romawi. Kalangan umat Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai praktek ini.
Riba dalam Agama Islam
Hukum memungut riba atau mendapatkan keuntungan dari pinjaman dalam pandangan Islam adalah haram. Hal ini secara jelas tercantum dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
…padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba….
Dari pandangan inilah yang akhirnnya mendorong maraknya sistim perbankan syariah, yang konsep keuntungan bagi penabung di dapat bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, namun didapat dari sistem bagi hasil.
Karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), hukum bunga bank konvensional termasuk ke dalam riba walaupun ada pula sebagian yang mengatakan bukan.
Hukum Riba dalam Islam
Dalam agama Islam hukum riba jelas keharamannya. Adapun berikut adalah dalil-dalil tentang haramnya praktek riba:
- Surat Ali Imron ayat 130 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan ribaa dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapat keberuntungan’.
Dalam ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman ribaa, namun masih bersifat belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman dalam ayat tersebut baru pada hal yang berlipat ganda dan sangat memberatkan bagi si peminjam.
- Surat Al Baqarah ayat 276 :
حَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya: ‘Allah memusnahkan ribha dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa’.
- Surat Al Baqarah ayat 278 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: ‘Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman’.
Dalam surat Al Baqarah ayat 276 dan 278, dijelaskan bahwa Allah SWT menyatakan memusnahkan riba dan memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuknya yang masih ada. Yang perhatian dalam ayat ini ialah praktek riba itu hanya mencari keuntungan dengan jalan tersebut, dan pembangkang sedekah mencari keuntungan dengan jalan tidak mau mengeluarkan sedekah.
Oleh sebab itu Allah Swt dengan tegas menyatakan bahwa riba itu menyebabkan kurangnya harta, tidak berkembang dan tidak berkahnya harta. Sedang sedekah sebaliknya, yakni dapat menyebabkan bertambah, berkembang dan menjadikan harta itu menjadi berkah.
Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi ialah bahwa jual beli tidak sama dengan riba. Oleh karenanya menjadi sangat penting untuk dapat membedakan antara ribaa dan praktek perdagangan biasa. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 275,
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
…padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba….
Macam-macam Riba
Setelah mengetahui definisi riba dan hukumnya, maka penting bagi kita untuk mengetahui apa saja macam-macam dan juga pengertiannya. Dengan mengetahui macam-macam dan pengertiannya kita bisa mengetahui dan lebih berhati-hati mengapa praktek ini diharamkan.
Secara garis besar, riba dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang berkaitan dengan utang piutang dan yang berhubungan dengan jual beli.
1. Riba Hutang-Piutang
Dalam hutang piutang terbagi lagi menjadi 2 macam, yaitu riba Qard dan Jahiliyah.
Riba Qard
Riba Qard yaitu adanya persyaratan kelebihan pengembalian pinjaman yang dilakukan di awal akad perjanjian hutang-piutang oleh si pemberi pinjaman kepada yang berhutang tanpa tahu untuk apa kelebihan tersebut digunakan.
Contoh: Misalya seorang rentenir meminjamkan uang 5 juta kepada peminjam. Kemudian si peminjam harus mengembalikan uang itu sebesar 6 juta tanpa dijelaskan untuk apa kelebihan dana tersebut. Tambahan uang 1 juta pada kasus inilah yang disebut sebagai ribaa qardh sehigga akan merugikan pihak peminjam dan hanya menguntungkan si rentenir.
Riba Jahiliyah
Ribaa Jahiliyah yaitu hutang yang dibayarkan lebih dari pokoknya, dikarenakan si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan. Praktik seperti inilah yang banyak diterapkan pada masa jahiliyah hingga saat ini.
Contoh: Misalnya pemberi hutang berkata kepada pihak penerima hutang, “hutang ini harus dibayarkan maksimal saat jatuh tempo sesuai jumlahnya atau jika melewati masa jatuh tempo maka akan ada tambahan jumlah hutang”
2. Riba Jual Beli
Dalam jual beli terbagi juga menjadi 2, yaitu ribha Fadhl dan Nasi’ah.
Riba Fadhl
Riba Fadhl yaitu praktek tukar -meukar atau jual beli barang ribawi dengan kuantitas, kualitas, atau kadar takaran yang berbeda. Barang ribawi sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yaitu emas, perak, gandum, gandum merah, garam, dan kurma.
Dalam redaksi hadits lain disebutkan; emas, perak, dan bahan makanan. Sehingga dalam Islam, jual beli atau tuakr menukar untuk barang-barang tersebut harus dilakukan dengan memenuhi jumlah dan kualitas yang sama.
Contoh: Misalnya seseorang menukar 10 gram emas (20 karat) dengan 11 gram emas (19 karat). Contoh lainnya 2 kilo gandum berkualitas baik ditukar dengan 3 kilo gandum berkualitas buruk. Tukar menukar ini tidak dalam kualitas yang sama, maka dilarang.
Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya.
Demikianlah definisi, hukum dan macam riba dalam Islam. Sebagai seorang muslim sudah semestinya kita dapat menjauhi perbuatan riba dan senantiasa menjaga diri kita dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah Swt.
Wallahua’lam bisshawab.