Islam dan Negara Bangsa dalam Perspektif Kiai Said Aqil Siradj

Islam dan Negara Bangsa dalam Perspektif Kiai Said Aqil Siradj

Pecihitam.org – Selama ini, salah satu masalah yang tak henti-hentinya menjadi polemik di kalangan umat Islam di seluruh dunia adalah gagasan yang saling memperhadap-hadapkan antara Islam dan konsep negara bangsa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada yang beranggapan bahwa Islam dan negara sama sekali tak bisa dipisahkan, tapi ada pula yang berpandangan bahwa Islam dan negara adalah sesuatu yang berbeda, ada kalanya ia bisa bertemu ada pula saat di mana ia tak pernah bisa disatukan.

Tulisan singkat ini akan sedikit mengurai pandangan Kiai Said Aqil Siradj tentang Islam dan negara bangsa. Terkhusus tentang upaya Kiai Said dalam menjembatani kesenjangan antara Islam dan negara bangsa.

Menurut Kiai Said, banyak umat Islam tak ngerti soal hubungan antara Islam dan negara. Lebih dari itu, banyak orang mengacaukan orientasi kehidupan Islam dengan konsep negara bangsa.

Karenanya, ada sekelompok umat Islam yang menganggap ada sebuah konsep negara dalam Islam, sebut saja misalnya HTI, Jama’ah Islami, Ikwanul Muslimin, dan lain sebagainya.

Selain itu, Kiai Said juga mencermati bahwa di sebagian besar negara yang ada di Timur Tengah, tak ada ulama yang memiliki gagasan nasionalisme. Biasanya, gagasan nasionalisme dimiliki oleh kaum intelektual dan politisi, tapi dikarenakan mereka tidak dianggap sebagai representasi dari Islam, maka sulit untuk menyatukan antara ulama dan politisi ini.

Baca Juga:  Sejarawan Yahudi Ini Mengakui Wahabi Adalah Bagian Dari Sekte Mereka

Akhirnya, sehubungan dengan Islam ini, tidak ada kesepakatan yang tunggal tentang konsep negara bangsa. Yang terjadi adalah pertentangan antara ulama-ulama yang non-nasionalis dan para politisi yang nasionalis. Pertentangan ini berujung pada ketidaksetabilan negara dalam konsepnya sebagai negara bangsa.

Salah seorang ulama yang dianggap keliru dalam memahami konsep negara dalam Islam adalah Abul a’la al-Maududi, beliau adalah pendiri organisasi internasional Jama’ah Islami di Pakistan.

Menurut Maududi, Islam haruslah dipahami sebagai sebuah kerangka ideologis, sebab Islam bersifat universal bagi seluruh umat manusia. Dengan begitu, maka tak ada istilah nasionalisme dalam Islam. Sebab nasionalisme juga semacam ideologi yang dianggap bertentangan dengan Islam.

Masalahnya, ada begitu banyak umat Islam di dunia ini, terkhusus di Indonesia, yang memiliki paham nasionalisme. Paham nasionalisme yang dimiliki oleh sebagian umat Islam juga bukan dalam arti mempertantangan Islam dengan ideologi-ideologi lain, tapi justru untuk saling melengkapi dan memberi sinergi antara Islam dan negara.

Pertanyaannya, apakah seorang Muslim yang nasionalis dianggap kurang Islami bila dibandingan dengan ulama-ulama besar yang anti nasionalis? Saya kira tidak demikian.

Baca Juga:  Antara Negara Islam atau Sekular, Ini Pendapat Abdullah Ahmed An-Na’im tentang Indonesia

Sebabnya, ide nasionalisme bukan sesuatu yang harus dan mesti dipertentangan dengan Islam, justru kehadiran nasionalisme itu makin memperkuat jatidiri Islam di hadapan negara.

Seperti di Indonesia misalnya, mayoritas masyarakat menganut paham nasionalis. Tapi tidak ada yang menganggap bahwa nasionalismenya merusak jatidiri Islam. Justru dari kedua hal itu menumbuhkan sikap keterbukaan yang luar biasa maju, yakni sikap moderat, keterbukaan, dan saling menghargai perbedaan. Bhihneka Tunggal Ika, merupakan perwujudkan dari kesalingmanfaatan antara Islam dan nasionalisme.

Bahkan, dalam suatu kesempatan, Kiai Said mengatakan bahwa sebelum umat Islam mengejawantahkan keimanannya dalam doktrin Islam, mula-mula seorang Muslim diwajibkan untuk ikrar iman dalam bentuk cinta kepada tanah air.

Sebab, menurut Kiai Said, bila cinta tanah air telah diwujudkan di kehidupan nyata, dan akhirnya mampu menciptakan tatanan negara yang harmonis, maka umat Islam akan mudah mengamalkan seabreg kewajibannya sebagai seorang Muslim.

Bila tidak ada sikap nasionalisme dalam arti cinta tanah air, tidak ada jaminan bahwa negara ini akan rukun dan damai. Sinilah titik temu antara Islam dan negara bangsa, bahwa Islam bukan negara, tapi Islam menjadi kekuatan utama untuk menopang sebuah negara.

Baca Juga:  Kiai Said Aqil Sapa Anies Baswedan dengan Sebutan 'Sayyidil Habib'

Dalam pandangan Kiai Said, salah satu masalah yang tidak pernah terpecahkan terkait konflik di Timur Tengah adalah karena ulama-ulamanya tidak punya sikap nasionalisme atau cinta tanah air. Inilah pangkal dari berbagai konflik itu yang tidak terpecahkan sampai sekarang.

Harusnya, ulama-ulama itu mampu menjematani kesenjangan antara nasionalisme dan Islamisme. Yakni dengan cara, pertama-tama, melepaskan Islam dari jerat ideologisasi, sehingga Islam menjadi lebih terbuka dalam membaca fenomena sosial.

Selanjutnya, membangun sikap nasionalisme yang bernafaskan Islam. Artinya, negara boleh-boleh saja berdiri tidak atas nama Islam, tapi cita-cita dan aturan yang dibangun oleh negara itu, tidak boleh bertentangan dengan Islam.

Dalam konteks inilah, Indonesia bisa menjadi negara percontohan dalam mengimplementasikan hubungan antara Islam dan negara bangsa. Sejak Indonesia berdiri, tidak ada yang pernah mengatakan Indonesia berdiri atas nama Islam, tapi dalam proses sejarahnya, Islam tidak pernah diabaikan dalam setiap perumusan sebuah keputusan besar.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *