Istidraj; Ketika Allah Membiarkan Ahli Maksiat Larut dalam Kesesatan, Tapi Tragis Akhirnya

Istidraj

Pecihitam.org – Pernahkah kamu mendengar istilah istidraj? Pembahasan tentang ini menjadi sangat penting untuk kita ketahui. Baik pengertian maupun ciri-ciri orang yang Allah perlakukan istidraj padanya. Bukan untuk apa-apa, melainkan untuk introspeksi dan menakar diri kalau-kalau kita justru termasuk orang yang diistidrajkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tulisan ini akan membahas tentang istidraj. Mulai dari pengertian, penyebutannya dalam Al-Qur’an, perbedaannya dengan karomah, hingga contoh ummat terdahulu yang pernah diistidraj oleh Allah SWT.

Daftar Pembahasan:

Pengertian Istidraj

Secara bahasa, istidraj berasal dari bahasa Arab. Namun cara memahami istilah ini, tidak cukup dipahami dengan pendekatan etimologi, melainkan perlu juga dipahami secara istilah berdasarkan yang ada di dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Secara Bahasa

Istidraj secara bahasa diambil dari kata درج (daraja) yang berarti naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Makanya, orang Indonesia biasanya memakai istilah derajat untuk menyebutkan tingkatan sesuatu. Karena antara kata daraja dan darajat merupakan satu kata dasar.

Secara Istilah

Adapun istidraj secara istilah, bisa dipahami sebagai ‘hukuman’ dari Allah yang diberikan sedikit demi sedikit, tidak diberikan langsung kepada mereka yang durhaka. Allah memang membiarkan siksa tidak disegerakan agar mereka semakin larut. Dan pada akhirnya, Allah akan memberikan kematian mendadak dan siksa atas terbuainya dalam kesesatan.

Maka, zemua tindakan maksiat yang Allah balas dengan nikmat, dan Allah membuat seseorang lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan adzab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya, itulah istidraj.

Penyebutan Istidraj dalam Al-Qur’an

Ayat Al-Quran yang sangat gamblang menyebutkan dan memberikan gambaran seperti apa itu istidroj adalah seperti tersebut dalam Surat Al-Qalam

فَذَرْنِيْ وَمَنْ يُّكَذِّبُ بِهٰذَا الْحَدِيْثِۗ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur’an). Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui (QS. Al-Qalam ayat 44)

Ayat ini menjelaskan hiburan yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad sekaligus ancaman kepada orang-orang kafir yang membangkang. Allah menegaskan bahwa biarkanlah urusan orang-orang yang membangkang itu menjadi urusan Allah.

Baca Juga:  SERU!! Dialog Santri Sunni vs Wahabi Tentang Dalil Qiyas Dalam Ibadah

Mereka bisa saja berbangga dan larut di dalam kesesatan dan kedurhakaannya, akan tetapi kelak pada waktunya akan mendapatkan kematian yang mendadak sehingga mereka tidak sempat untuk bertaubat dan pada setelah itulah mereka akan disiksa dengan siksaan tidak pernah merencanakan bayangkan.

Istilah Lain

Di dalam Al-Qur’an, ada beberapa istilah lain yang semakna dengan istidraj. Atau sinonim dari istilah istidroj. Berikut kami sebutkan satu persatu

Al-Makr

Secara bahasa, al-makr bermakna rencana atau tipu daya. Tetapi istilah ini adalah semakna dengan istidroj . Ada tiga ayat yang menyebutkan istilah ini di dalam Al-Qur’an, yakni QS. AL-A’raf ayat 99, Ali Imran ayat 54 dan QS. An-Naml ayat 50

Al-A’raf ayat 99

اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ

Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.

Ali Imran ayat 54

وَمَكَرُوْا وَمَكَرَ اللّٰهُ ۗوَاللّٰهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ

Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

An-Naml ayat 50

وَمَكَرُوْا مَكْرًا وَّمَكَرْنَا مَكْرًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ

Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang mereka tidak menyadari.

Semua tiga ayat berkaitan dengan lafadz al-makr di atas maknanya sejalan dengan istidraj, di mana pada ayat-ayat tersebut dijelaskan ketika orang kafir merasa aman dengan kedurhakaan dan tipu daya yang mereka buat dari siksa Allah padahal sekali-kali mereka tidak aman.

Al-Imla’

Lafadz ini, dalam beberapa penempatan maknanya sejalan dengan istilah istidroj, seperti yang tersebut dalam Surat Ali Imran ayat 178

Ali Imran ayat 178

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ خَيْرٌ لِّاَنْفُسِهِمْ ۗ اِنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ لِيَزْدَادُوْٓا اِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ

Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.

Antara Istidraj dengan Karomah

Apa yang ada di pikiran anda ketika di Ceritakan tentang kelebihan para Wali Allah dan kelebihan Firaun maupun Qorun?

Baca Juga:  Bagaimanakah Makna Jihad Dalam Islam? Mari Kita Bahas

Kelebihan yang diberikan Allah kepada para walinya, itulah namanya karomah. Karomah didapatkan dengan memperbanyak riyadhah dan istiqomah di dalam beribadah

Salah satu karomah yang bisa yang dimiliki oleh para wali ialah mereka bisa mengetahui beberapa hal tertentu dengan izin Allah.

Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi

اتقوا فراسة المؤمن؛ فإنه ينظر بنور الله

“Berhati-hatilah kamu terhadap firasat seorang mukmin, sebab ia melihat dengan (diterangi) cahaya Allah.” (HR. Tirmidzi)

Sementara istidraj yang yang berlaku pada Firaun maupun Qarun, itu merupakan pembiaran yang diberikan oleh Allah atas kedurhakaan dan kelalaian mereka.

Sebagaimana kita tahu, sepanjang hidupnya Firaun tidak pernah mengalami sakit. Dan itu bukanlah sebuah kelebihan melainkan istidraj atau hukuman dari Allah, karena dengannya ia semakin jauh dan menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan.

Jadi, jelas perbedaan antara karomah dan istidraj adalah jika karomah merupakan anugerah Allah karena keistiqamahan, sedangkan istidroj adalah karena sebagai bentuk hukuman agar kelak siksaan yang diterimanya semakin menghinakannya.

Cerita Abu Yazid Al-Busthami

Suatu ketika dikabarkan kepada Syaikh Abu Yazid Al-Bustomi tentang seorang wali yang memiliki banyak karomah. Mendengar hal itu, Syaikh Abu Yazid pun berkeinginan untuk berkunjung dan mendapatkan keberkahannya. Namun saat bertemu dengan orang yang dimaksud di masjid, ternyata orang itu meludah ke arah kanan.

Akhirnya, Abu Yazid tidak jadi menemuinya dan malah berkata, “Inikah yang disebut sebagai kekasih Allah? Bagaimana ia bisa menjaga perkara batin, sementara perkara dzahir (syariat) saja tidak bisa menjaganya (meludah ke arah kanan padahal seharusnya ke arah kiri)?”

Kemudian Syaikh Abu Yazid pun berkata, “Ketahuilah bahwa setan pun bisa terbang dan berjalan di atas air”.

Kisah dan pesan yang beliau sampaikan ini merupakan pelajaran berharga bagi kita untuk bisa membedakan mana sebenarnya kelebihan yang memang berupa karomah dan mana kelebihan yang hanya berupa istidroj.

Baca Juga:  Keutamaan Ikhlas Dalam Islam yang Perlu Kita Ketahui

Contoh Istidroj

Seseorang yang menentang ketentuan Allah, tetapi ia tetap diberikan kekuasaan, seperti Firaun. Seseorang yang lalai, tetapi tetap diberi rizki yang berlimpah, seperti Qarun. Itulah gambaran ummat terdahulu yang mengalami istidraj.

Fir’aun

Fir’aun dengan kepongahannya, akhirnya ditenggelamkan oleh Allah, karena sepanjang hidupnya ia menjadi manusia yang sombong dan menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya ia mati ditenggelamkan di dalam laut bersama pasukannya ketika mengejar Nabi Musa dan Bani Israil.

Qarun

Qorun adalah salah satu orang yang hidup pada zaman Nabi Musa a. Awalnya ia adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa. Kemudian diajarkan kepadanya oleh Nabi Musa tentang cara mengelola emas.

Dalam waktu yang tidak lama, ia pun menjadi kaya raya dengan mempunyai banyak emas dan harta-harta lainnya. Akan tetapi, lambat laun… ia mulai lupa kepada Allah, mulai lalai bahwa harta yang dimilikinya semata-mata adalah titipan Allah.

Qarun dengan kelalaiannya, pun dibinasakan dengan ditelan bersama harta-hartanya. Makanya, kalau hari ini ada yang menemukan harta tertimbun dalam tanah, orang-orang akan menyebutnya sebagai harta karun, dengan dinisbatkan kepada harta karun yang ditelan Bumi

Itulah contoh istidraj pada zaman dahulu. Dan istidroj hari ini bisa berupa lalainya seseorang dari melakukan ibadah, tetapi karier dan status sosialnya terus melejit.

Maripah kita bermohon kepada Allah agar tidak jadi hamba yang lalai dan dengan segera membaca peringatan-Nya, sebelum kita diistidraj. Amin.

Faisol Abdurrahman