Kajian Fiqh Puasa Bagian IV: Orang yang Boleh Tidak Berpuasa Beserta Penjelasan Detailnya

Kajian Fiqh Puasa Bagian IV, Orang yang Boleh Tidak Berpuasa Beserta Penjelasan Detailnya

PECIHITAM.ORG – Masih melanjutkan Kajian Fiqh Puasa. Pada Kajian Fiqh Puasa Bagian IV ini akan dibahas beberapa hal mulai dari orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa hingga hal-hal yang harus dilakukan oleh orang yang tidak berpuasa, baik menggantikan puasa ataupun membayar fidyah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Orang yang Boleh Tidak Berpuasa
Ada beberapa orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena beberapa udzur, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Nawawi Banten di dalam kitab Quwt Al-Habib Tausyikh ‘ala Fath al-Qarib Al-Mujib pada Juz I halaman 114-115 sebagai berikut:

1). musafir, yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan yang jarak tempuh perjalanannya mencapai 80 mil / 16 farsakh / 2 marhalah / dengan 80, 640 KM / 80 KM lebih 640 meter, sehingga diperbolehkan meng-qashar shalat dan melakukan safar sebelum fajar;

2).orang yang sudah tua; 3). orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya atau jika berpuasa diyakini sakitnya akan bertambah parah; 4). perempuan yang sedang hamil; 5). perempuan yang sedang menyusui.

Hal-hal yang Mewajibkan Imsak
Yang dimaksud di sini adalah tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa walaupun dia tidak berpuasa. Berkenaan dengan ini, ada beberapa orang yang walaupun puasanya sudah dihukumi batal, namun mereka tetap wajib wajib untuk imsak atau tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.

Hal ini adalah sebagai penghormatan atas orang lain yang sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Mereka adalah: 1). orang yang tidak melakukan rukun-rukun puasa; 2).orang yang meninggalkan niat puasa sebelum Fajar Shadiq; 3). orang yang sahur karena menyangka waktu sahur masih ada padahal sudah habis;

4). orang yang berbuka karena mengira waktu berbuka sudah tiba padahal masih belum; 5). orang yang tidak berpuasa pada tanggal 30 Ramadhan karena mengira sudah masuk bulan Syawal, padahal masih belum; 6). orang yang berlebihan dalam berkumur yang menyebabkan puasanya batal karena ada air yang masuk.

Kewajiban orang yang Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan
Orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan macam-macam alasannya. Ada yang karena udzur yang dibenarkan, ada juga yang tidak. Hal semacam ini menjadikannya pula berbeda-beda tentang apa yang wajib mereka lakukan sebagai ganti atau tebusan untuk puasa yang tidak dikerjakan.

Baca Juga:  Golongan Orang yang Boleh Tidak Puasa dalam Islam

Berikut penjelasan lengkapnya:
Orang yang Hanya Wajib Mengganti Puasa
Orang yang masuk dalam kategori ini ada 4 golongan, yaitu: 1). orang yang tidak berpuasa karena ada udzur, seperti sakit atau bepergian, selain gila atau mabuk yang bukan ceroboh; 2). wanita hamil yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan atau kesehatan diri dan anaknya;

3). wanita menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan atau kesehatan diri dan anaknya; 4). orang murtad atau orang yang keluar dari agama Islam.

Orang yang Hanya Wajib Membayar Fidyah
Orang yang masuk dalam kategori ini adalah: 1). orang yang lanjut usia; 2). orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya atau jika berpuasa diyakini sakitnya akan bertambah parah.

Orang yang Wajib Mengganti Puasa dan Membayar Fidyah
Orang yang masuk dalam kategori ini ada tiga golongan, yaitu: 1). wanita hamil yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan atau kesehatan anaknya saja; 2). wanita menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan atau kesehatan anaknya saja; 3). orang yang tidak berpuasa karena menyelamatkan orang yang hampir mati.

Orang yang Wajib Mengganti Puasa dan Membayar Fidyah Tapi Tetap Berdosa
Orang yang masuk dalam kategori ini adalah orang yang tidak berpuasa tanpa ada urusan penting. Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud

من أفطر يوما من رمضان في غير رخصة رخص الله له لم يقض عنه صيام الدهر

Barangsiapa yang berbuka satu hari pada bulan Ramadhan bukan karena sebuah rukhshah (keringanan) yang telah Allah berikan kepadanya, maka puasa satu tahun tidaklah mampu menggantikannya. (HR. Abu Dawud)

Sahabat pembaca yang budiman, melengkapi beberapa Kajian Fiqh Puasa Bagian IV yang berisi penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan di atas, berikut kami sampaikan beberapa istilah dan pengertiannya di dalam fiqh puasa.

Baca Juga:  Kajian Fiqh Puasa Bagian III: Dari Sunnah-Sunnah hinga yang Membatalkan Puasa

Pratama, Fidyah
Fidyah adalah mengeluarkan satu mud atau kurang lebih 7 ons dari jenis makanan yang digunakan sebagai zakat kepada fakir miskin sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan.

Kedua, Kafarat
Kafarat adalah sanksi bagi laki-laki yang melakukan senggama di siang hari Ramadhan. Alternatif sanksinya adalah sebagai berikut secara berurutan

  • memerdekakan budak muslim yang tidak ada aib yang dapat mengganggu aktivitas pekerjaannya. Kalau tidak mampu, maka
  • berpuasa dua bulan berturut-turut. Kalau tidak mampu, maka
  • memberi makan 60 orang fakir miskin masing-masing 1 mud.

Tiga urutan di atas adalah sebagaimana mafhum dari hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?”

Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?”

Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?”

Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari)

Baca Juga:  Kajian Fiqh Puasa Bagian V: Tentang Tingkatan Puasa Menurut Imam Al-Ghazali

Ketiga, bagi orang yang batal puasanya karena melakukan senggama di siang hari Ramadhan, maka baik laki-laki maupun perempuan keduanya wajib dita’zir atau diberi sanksi sesuai kebijakan setempat, sedangkan kalau kafarat hanya wajib bagi laki-laki nya saja.

Demikian tulisan kami tentang Kajian Fiqh Puasa Bagian IV ini. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman