Khalifah Pertama Bani Umayyah, Siapakah Dia?

Khalifah Pertama Bani Umayyah, Siapakah Dia?

PeciHitam.org – Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam mulai bergejolak dan muncul menjadi tiga kekuatan politik yang dominan kala itu, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia.

Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama’ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam dan juga sebagai Khalifah Pertama Bani Umayyah. Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa’ al-Rasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang bersifat keturunan.

Baca Juga:  Kisah Habib 'Ajami, Taubatnya Pemakan Riba Hingga Menjadi Waliyullah

Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Nama Dinasti Umayyah dinisbahkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf nya. Jika keturunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), maka keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu, Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun atau tokoh utama Dinasti Bani Umayyah.

Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat sorang penguasa, politikus, dan administrator.

Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya kemenangan diplomasi dalam perang Shiffin dan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, melainkan sejak semula Muawiyah memiliki “basis rasional” yang solid sebagai landasan pembangunan masa depan. Selain itu, ia mendapatkan dukungan yang kuat dari Suriah dan keluarga Bani Umayyah, ia merupakan seorang administrator yang sangat bijaksana dalam menempatkan para pejabat-pejabatnya serta memiliki kemampuan yang menonjol sebagai negarawan sejati.

Baca Juga:  Abu Nawas: Cara Keledai Mengajari kita Membaca Buku

Dalam buku Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Ajid Tohir menjelaskan bahwa Muawiyah tampil sebagai penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi mufakat menjadi pemerintahan monarki absolut. Dinasti Bani Umayyah berkuasa lebih kurang 90 tahun, yakni dari tahun 661 M /14 H sampai dengan 750 M/132 H. Masa kekhalifahan Bani Umayyah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan berlangsung dari tahun 41 H/661 M hingga 60 H/679 M.

Pengalaman politik Muawiyah bin Abi Sufyan telah memperkaya dirinya dengan kebijakan-kebijakan dalam memerintah, mulai dari menjadi salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidillah din Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestin, Suriah dan Mesir dari tangan Imperium romawi. Kemudian Muawiyah menjabat sebagai kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina. Khalifah Utsman menobatkannya sebagai “Amir Al-Bahr” yang memimpin penyerbuan ke kota Konstantinopel meski belum berhasil. Kebijakan-kebijakannya:

  1. Mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), sistem pemerintahan ini diadopsi dari Persia dan Bizantium. Langkah awal yang diambil dalam menggunakan sistem pemerintahan tersebut yakni dengan mengangkat Yazid putranya sebagai putra mahkota.
  2. Memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
  3. Menarik pasukan pengepung Konstantinopel.
  4. Mendirikan departemen Pencatatan (Diwanul Khatam).
  5. Mendirikan pelayanan pos (Diwanul Barid).
  6. Memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan mengangkat seorang pejabat khusus yang diberi gelar sahibul kharaj.
  7. Mendirikan Kantor Cap (Pencetakan mata uang).
  8. Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit setelah ia menjadi khalifah kurang lebih selama 19 tahun. Dengan telah diangkatnya Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota maka tampuk kepemimpinan diserahkan kepadanya.
Baca Juga:  Kisah Nabi Musa Telanjang Berlarian Mengejar Batu
Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *