Hukum Memelihara Burung dalam Sangkar, Bolehkah? Ini Penjelasan Ulama

hukum memelihara burung

Pecihitam.org– Bagi sebagian orang memelihara burung menjadi hobi yang sangat disenangi. Kadang mereka bisa menikmati waktu berjam–jam untuk sekadar melihat dan mendengarkan kicauan hewan unggasnya itu. Namun bagaimanakah hukum memelihara burung dalan Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum membahas lebih lanjut tentang memelihara burung, perlu juga kita mengetahui beberapa alasan kenapa orang begitu senang atau hobi memelihara burung.

Sepintas memelihara burung lebih ribet daripada memelihara hewan lainnya. Tapi memelihara burung mempunyai keasyikan tersendiri.

Dalam bahasa Arab, thayr digunakan untuk menyebut burung secara umum. Adapun jenis burung kecil biasa disebut dengan ‘ushhfur.

Dalam sejarah, kita mengenal nama burung Hud-hud yang dimiliki Nabi Sulaiman. Seekor burung yang diberi tugas untuk patroli oleh sang Raja Sulaiman.

Alasan Memelihara Burung

Berbicara tentang memelihara burung, ternyata ada enam alasan orang hobi memeliharanya.

  1. suaranya kicauan menenangkan
  2. nilai ekonomis, yakni bisa dijual dengan harga mahal
  3. perawatannya yang mudah
  4. mitos membawa keberuntungan
  5. bisa mempererat hubungan sosial antara sesama pemelihara burung
  6. menang kontes bikin bangga

Daftar Pembahasan:

Hukum & Dasar Hukum Memelihara Burung

Memelihara burung pada dasarnya adalah boleh. Selain karena tidak adanya larangan khusus yang disebutkan secara shareh, terdapat juga ayat dalam Al-Qur’an yang bisa dijadikan dasar akan keboleh hukum memelihara burung.

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nahl

وَالأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ. وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ. وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَّمْ تَكُونُواْ بَالِغِيهِ إِلاَّ بِشِقِّ الأَنفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ. وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.  dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,  dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.. (QS. An-Nahl ayat 5 – 8)

Pada ayat di atas, jelas Allah menegaskan bahwa salah satu manfaat hewan piaraan adalah ‘kamu memperoleh pandangan yang indah padanya’.

Baca Juga:  Adzan Ashar dan Doa Serta Wirid yang Dianjurkan Setelahnya

Burung sekalipun tidak bisa ditunggangi, dia bisa menjadi pemandangan menarik bagi pemiliknya.

Burung bisa dipelhara dan dirawat dalam sangkar hanya untuk dipandang dan dijadikan hiasan serta didengarkan merdu suara kicauannya.

Selain 3 ayat dalam Surat An-Nahl di atas, terdapat pula sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari yang secara tegas membolehkan kita memelihara burung.

Hadis ini bersumber dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau memiliki adik laki-laki yang masih kanak-kanak, bernama Abu Umair. Si adik memiliki burung kecil paruhnya merah, bernama Nughair.

Sahabat Anas bercerita sebagai berikut:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ – قَالَ: أَحْسِبُهُ – فَطِيمًا، وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: «يَا أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ» نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Saya memiliki seorang adik lelaki, namanya Abu Umair. Usianya mendekati usia baru disapih. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, beliau memanggil, ‘Wahai Abu Umair, ada apa dengan Nughair?’ Nughair adalah burung yang digunakan mainan Abu Umair. (HR. Bukhari)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika mengomentari hadits ini dalam kitabnya Fathul Bari juz 10 halaman 528 memberikan beberapa kesimpulan pada hadis ini salah satunya adalah

Baca Juga:  Landasan Amaliah Aswaja: Hukum Melantunkan Pujian Sebelum Shalat Berjamaah

جواز إمساك الطير في القفص ونحوه

(Hadis ini dalil) bolehnya memelihara burung dalam sangkar atau semacamnya.

Pandangan Ulama Tentang Hukum Memelihara Burung

Berpijak dari ayat dan hadis di atas, kemudian para ulama merumuskan tentang hukum memelihara burung. Semua mereka sepakat akan kebolehan hukum memelihara burung. Berikut kami kutipkan dua di antara mereka:

Imam Qaffal

Sebagaimana dikutip oleh Imam Syarwani di dalam Kitab Hasyiyah Syarwani, Imam Qaffal menyatakan boleh hukumnya memelihara burung.

وسئل القفال عن حبس الطيور في أقفاص لسماع أصواتها وغير ذلك فأجاب بالجواز إذا تعهدها مالكُها بما تحتاج إليه لأنها كالبهيمة تُربط

Imam Qaffal ditanya tentang hukum memelihara burung dalam sangkar, untuk didengarkan suaranya atau semacamnya. Beliau menjawab, itu dibolehkan selama pemiliknya memperhatikan kebutuhan burung itu, karena hukumnya sama dengan binatang ternak yang diikat. (Hasyiyah as-Syarwani Juz IX halaman 210)

Imam Qalyubi

Imam Qulyubi di dalam kitabnya Hasyiyah Qalyubi juga mengamini pendapat Imam Qaffal, yakni boleh hukumnya memelihara burung.

له حبس حيوان ولو لسماع صوته أو التفرج عليه أو نحو كلب للحاجة إليه مع إطعامه

Boleh bagi seseorang memelihara burung walaupun sekedar untuk didengarkan suaranya atau untuk bersenang-senang dengan melihatnya atau bahkan memelihara anjing karena suatu hajat dengan tetap memberinya makan.

Ketentuan Hukum Boleh Memelihara Burung

Selain tidak menyiksa dan memberi makan yang cukup kepada burung yang dipelihara, inilah 2 hal penting yang perlu diperhatikan sebagai ketentuan akan kebolehannya memelihara burung.

Jangan Berlebihan

Boleh saja memelihara burung asalkan jangan berlebihan. Jangan sampai boros. Maksudnya, jangan sampai karena terlalu hobi memelihara burung sampai begitu banyak pengeluaran biaya yang tidak wajar, misal membeli sangkar yang mahal ataupun membeli burung yang sangat mahal, sementara kebutuhan lain yang lebih mendesak terabaikan.

Baca Juga:  Benarkah Membangun Kuburan Menurut Madzhab Syafii Hukumnya Haram Mutlak?

Jangan Lupa Waktu

Memelihara burung merupakan bagian dari hiburan yang memang dilegalkan oleh syariat. Tapi yang namanya hiburan jangan sampai melalaikan atau lupa waktu.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi Sulaiman memiliki seekor kuda

وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ . إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ . فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ . رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ

(Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. Dia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan”. “Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku”. lalu ia potong kaki dan leher kuda itu. (QS. Shad: 30 – 33)

Ayat di atas mengisahkan tentang kuda Nabi Sulaiman. Karena kuda itu telah melalaikan Sulaiman, beliaupun menyembelihnya.

Begitulah, baik dalam Alquran maupun Hadis dan diperkuat oleh pendapat para ulama, ternyata memang boleh hukumnya memelihara burung selagi ketentuan-ketentuan di atas bisa terpenuhi. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman