Pecihitam.org – Beberapa waktu ini kembali viral video ulama wahabi Indonesia yang mengatakan menghias masjid atau rumah dengan kaligrafi tak ada gunanya dan tidak ada contohnya oleh Nabi dan salafusshalih. Al Quran itu dibaca bukan dipajang katanya.
Dari pernyataan tersebut kemudian timbul penilaian oleh pengikutnya bahwa masjid yang ada kaligrafi bukan termasuk masjid sunnah tapi masjid bidah. Lantas bagaimana sebenarnya hukum menghias masjid dengan kaligrafi ini?
Kaligrafi adalah bagian dari seni yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Kata kaligrafi berasal dari bahasa arab khat dan juga bahasa latin kalios yang berarti indah dan graphi yang berarti tulisan. Kaligrafi yang dikenal dalam Islam adalah tulisan indah berbahasa arab yang memiliki bermacam-macam model dan bahan yang digunakan dalam membuatnya.
Mengenai hukum menghias masjid dengan kaligrafi sebetulnya masih terjadi perselisiahan baik ulama dahulu maupun ulama sekarang. Namun perselisihan tersebut tidak sampai taraf membid’ahkan apalagi mengkafirkan.
Sebelumnya kita pahami dalam fiqih dikenal kaedah
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ
Artinya: “Asalnya sesuatu adalah mubah (boleh) sampai (kecuali) ada dalil yang mengharamkannya”
Dan Sabda Rasulullah saw:
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا وَحَرَّمَ حُرُمَاتٍ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا وَحَّدَ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ غَيْرِ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا
Artinya: “Dari Abi Tsa’labah al-Khusyani dia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan kewajiban-kewajiban maka janganlah kalian mengabaikannya, melarang sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya, menetapkan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya, dan mendiamkan sesuatu tanpa (tidak) lupa maka janganlah kalian mencari-carinya.” (HR al-Daruqutni dan selainnya)
Hadis di atas juga dicamtumkan Imam Nawawi dalam hadis arbainnya.
Adapun mengenai hukum menghias masjid dengan kaligrafi memang tidak ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya. Adapun menurut ulama mazhab Hanafi hukumnya boleh sedangkan mazhab maliki, syafi’i dan hanbali menganggapnya makruh.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah :
اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ نَقْشِ الْمَسْجِدِ: فَيَرَى جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ وَهُمُ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ كَرَاهِيَتَهُ، لِحَدِيثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ , وَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ جَوَازَهُ، وَهُوَ رَأْيٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ لاِبْنِ وَهْبٍ وَابْنِ نَافِعٍ، وَبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ إِذَا كَانَ بِالشَّيْءِ الْخَفِيفِ , وَاحْتَجُّوا بِمَا رُوِيَ مِنْ أَنَّ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ زَادَ فِي الْمَسْجِدِ (النَّبَوِيِّ) زِيَادَةً كَثِيرَةً
Artinya: Para Fuqaha berbeda pendapat mengenai hukum menghias (mengukir) masjid, maka jumhur fuqaha’ yaitu dari kalangan malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah mereka memakruhkannya, berdasarkan hadis Anas r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda tidak akan datang hari kiamat sampai manusia saling membanggakan diri di dalam masjid. Sedangkan ulama hanafiah membolehkannya, dan itu merupakan pendapat yang dipegangi sebagian mazhab malikiyah ibnu Wahab dan Ibnu Nafi’, dan sebagian Mazhab Syafi’iyah jika dilakukan dengan sesuatu yang ringan, dan mereka berhujjah dengan apa yang diriwayatkan bahwa Usman r.a. menambahkan di masjid Nabawi tambahan (hiasan) yang banyak. ( Kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah Juz 41 halaman 148).
Hukum menghias masjid dengan kaligrafi ada yang dianggap makruh memang karena beberapa alasan, meski demikian tidak sampai mengharamkannya.
Ulama masa lalu lebih beralasan sebab nilai hiasan tersebut sangat mahal bahkan untuk ukuran seorang penguasa sekalipun kala itu. Hal ini tidak lain karena ukiran kaligrasi dan aksesorisnya terbuat dari emas dan perak yang sangat mahal harganya.
Syekh Abu Bakar bin Abi Syaibah lahir 159 H telah meriwayatkan dari Imam Atho bin Abi Rabah (seorang tabiin lahir tahun 27H) yang pernah hidup bersama 200 sahabat Rasulullah SAW. Beliau ketika itu sebagai rujukan para ulama di Mekkah, dan pernah ditanya tentang menulis ayat-ayat suci Al-Quran di dinding masjid di sebelah qiblatnya. Beliau berkata tidak apa-apa, boleh-boleh saja.
Namun bila kita perhatikan kembali Masjidil Haram dan Masjid Madinah, di mana keduanya dihias dengan marmer yang pasti harganya sangat mahal.
Demikian juga Ka’bah yang dihias dengan kaligrafi indah terbuat dari benang emas dan kain sutera. Padahal umumnya pemerintah Arab Saudi adalah pemeluk Wahabi. Lantas mengapa ustad Wahabi tidak mengharamkan itu?
Yang perlu di garis bawahi sebetulnya adalah, masalah menghias masjid dengan kaligrafi atau ukiran memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Adapun bagi kita lebih baik menghormati perbedaan pendapat karena masing-masing ulama punya dalil yang mereka yakini kebenarannya. Bukan malah menuduh bid’ah. Bukankah pada hakikatnya ibadah kita diterima Allah bukan karena ada atau tidaknya kaligrafi di dalam masjid? Wallahu’alam Bisshawab.