Kisah Abdullah bin Ubay; Orang Munafik Pada Zaman Rasulullah

Kisah Abdullah bin Ubay; Orang Munafik Pada Zaman Rasulullah

PeciHitam.org – Istilah Nifaq yang berarti munafik merupakan satu dari empat jenis kekufuran. Hal tersebut seperti ungkapan yang dijelaskan dalam kitab tafsir Ma’alimut Tanzil karya Imam Al-Baghawi ketika menafsirkan al Quran Surat Al-Baqarah ayat 6.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain kufur nifaq, ia juga menyebutkan tiga jenis kufur lainnya, yaitu kufur ingkar, kufur juhud, dan kufur inad. Kufur nifaq adalah kekafiran orang yang mengikrarkan Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya.

Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah sebagian Aus, Khazraj, dan sebagian besar Yahudi Madinah seperti keterangan Al-Baqarah ayat 8 dan seterusnya.

Karena masuk ke dalam kategori kufur atau kafir, orang munafik terancam kekal dalam siksa di akhirat sabagai konsekuensi kekufuran. “Orang yang mati dalam keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini tidak akan diampuni.” (Al-Baghawi).

Daftar Pembahasan:

Awal Mula Orang Munafik

Dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ada belasan ayat di awal Surat Al-Baqarah turun mengenai sifat orang munafik pada surat-surat Al-Qur’an periode Madinah.

Sedangkan pada periode Makkah, tidak ada orang munafik. Justru sebaliknya, sebagian orang beriman menyatakan kekufuran karena terpaksa. Meski demikian, mereka beriman di dalam batin.

Menurut Ibnu Katsir, orang munafik adalah kelompok yang terombang-ambing dan memiliki sikap mendua atas konflik kubu orang beriman Madinah dan kubu orang kafir Makkah karena cinta mereka pada dunia dan kekufuran terhadap akhirat. Mereka menanti dalam kekhawatiran atas nasib mereka mana kubu yang akhirnya menang dalam konflik tersebut.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, di sana terdapat kelompok Ansor yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang di masa jahiliyahnya juga menyembah berhala sebagaimana musyrikin Makkah; dan Yahudi Ahli Kitab yang mengikuti jalan salaf pemuka agama mereka yang terdiri atas tiga qabilah, yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Dari sinilah sejarah kemunafikan bermula.

Abdullah bin Ubay, Orang Munafik di Zaman Rasulullah

Dulu, di zaman Rasulullah, ada seorang yang dikenal sebagai gembong kaum munafik. Ia adalah Abdullah bin Ubay bin Salul yang memiliki ambisi untuk menguasai Madinah. Namun Ketika Rasulullah datang, ia merasa tersaingi. Sehingga ia menjadi begitu dengki dan membeci Nabi Muhammad.

Baca Juga:  Kisah Mansur Al Hallaj Sufi Kontroversial yang Di Hukum Mati

Rasulullah dianggap sebagai penghalang baginya untuk menjadi penguasa Madinah. Apa yang telah ia usahakan selama ini seolah sia-sia dan kalah bersinar dibanding Rasulullah.

Ia merupakan salah satu tokoh yang berhasil meredam ketegangan kabilah Aus dan Khazraj. Oleh karena itu, ia dijadikan kandidat kuat untuk menjadi penguasa Madinah.

Rasulullah datang ke Madinah, pengaruh Abdullah bin Salul pun pudar. Sebelumnya, ketika nabi belum menginjakkan kakinya di Madinah, berita tentang beliau pun sudah menyebar di seluruh penjuru Madinah.

Walhasil, ketika Baginda Nabi benar-benar telah datang ke Madinah, seluruh masyarakat pun menyambutnya dengan begitu suka cita dan berbondong-bondong masuk Islam.

Nabi Muhammad lah yang dipilih menjadi pemimpin Madinah. Hal ini menjadikan Abdullah bin Ubay pun dengki dan benci kepada Nabi Muhammad. Namun Abdullah bin Ubay punya suatu rencana.

Ia berniat untuk berpura-pura masuk Islam. Sebab Sebagian besar penduduk Madinah yaitu kabilah Aus dan Khazraj sudah lebih dulu masuk Islam dengan sepenuh hati.

Abdullah bin Ubay berpura-pura menjadi pengikut Nabi, namun sejatinya ia memendam kebencian dan permusuhan terhadap Nabi. Betapa berbahayanya hal ini, jika musuh, jelas terlihat sebagai musuh. Namun ketika ada seorang munafik seperti ini, ia bagaikan musuh dalam selimut.

Rencana Busuk Abdullah bin Ubay

Dalam buku Para Penentang Muhammad saw dijelaskan bahwa Abdullah bin Ubay memusuhi Nabi Muhammad dengan cara-cara halus dan konspiratif.

Dia kerap kali menghasut, memfitnah, dan mengadu domba antara satu sahabat dengan yang lainnya –bahkan dengan Nabi Muhammad sendiri.

Bahkan dulu pernah suatu ketika Abdullah bin Ubay menghasut 300 pasukan dalam Perang Uhud untuk mundur dengan berbagai propaganda dan fitnahnya.

Baca Juga:  Rahasia Dibalik Kesaktian Tongkat Mukjizat Nabi Musa

Ia bahkan pernah menyebarkan fitnah keji bahwa Sayyidah Aisyah telah melakukan serong dengan Shafwan (hadits al-ifki), berkonspirasi untuk membunuh Rasulullah dalam Perang Dzatu Riqa.

Tidak hanya itu, ia juga pernah memerintahkan budaknya untuk melacurkan dirinya, dan masih banyak lagi.

Lain halnya dengan anak-anak Abdullah bin Ubay. Mereka justru menjadi pengikut setia Nabi. Sahabat Nabi yang bernama Hubab atau Abdullah merupakan salah satu anak Abdullah bin Ubay yang menonjol. Ia turut serta dalam berbagai medan perang, seperti dalam Perang Badar, Uhud dan sebagainya.

Mengetahui kemunafikan ayahandanya, Hubab atau Abdullah kemudian meminta izin Rasulullah untuk memenggal kepada bapaknya. Mendengar permintaan tersebut, jelas Rasulullah pun melarangnya dan kemudian memerintahkan Hubab untuk selalu berbuat baik kepada bapaknya tersebut.

“Kalau engkau bermaksud membunuhnya, maka perintahkanlah aku yang melakukannya, nanti kuantar kepalanya kepadamu,” kata Hubab atau Abdullah. “Tidak, kita akan tetap bergaul baik dengannya selama dia masih hidup bersama kita,” jawab Nabi Muhammad.

Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih karya M Quraish Shihab juga diceritakan tentang propaganda dan api kebencian yang disebarkan oleh Abdullah bin Ubay terhadap kaum Muhajir di hadapan kelompoknya.

“Demi Allah, kita dengan mereka tidak lain kecuali seperti ungkapan, ‘Engkau menggemukkan anjingmu, lalu dia menerkammu.’ Demi Allah, kalau kita kembali ke Madinah, pastilah orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina,” kata Abdullah bin Salul kepada kelompoknya.

Ia menghasut dan mengatakan bahwa kaum Muhajirin telah membenci penduduk Madinah dan banyak dari mereka yang bermukim di Kota Madinah.

Jika hasutan tersebut dipercaya mentah-mentah oleh penduduk Madinah, tentu perang antar suku atau kabilah pun tak terhindarkan. Betapa bahayanya propaganda yang dibuat oleh kaum munafik tersebut.

Perkataan Abdullah bin Ubay itu didengar Zaid bin Arqam. Zaid kemudian menyampaikan informasi itu kepada pamannya, dan pamannya melanjutkannya kepada Nabi Muhammad.

Baca Juga:  Tahukah Anda? Salah Satu Tanda Orang Munafiq adalah Suka Membuat Janji Palsu

Mendengar hal itu, Sayyidina Umar bin Khattab yang saat itu bersama Nabi Muhammad meminta izin agar diperbolehkan membunuh Abdullah bin Ubay.

Nabi menolak permintaan Sayyidina Umar tersebut. “Bagaimana kalau orang berkata ‘Muhammad membunuh sahabatnya’? Tidak,” kata Nabi Muhammad menjawab permintaan Sayyidina Umar.

Abdullah bin Ubay kemudian datang menghadap Nabi Muhammad, setelah mendengar bahwa Nabi mengetahui ucapannya itu. Ia mengelak telah mengucapkan hal demikian.

Di hadapan Nabi, Abdullah bin Ubay bahkan bersumpah bahwa dirinya tidak pernah mengucapkan hal itu. Ia berdalih, Zaid lah yang salah dengar ucapannya.  Tidak lama setelah kejadian itu, Nabi Muhammad menerima wahyu Al-Qur’an Surat al-Munafiqun ayat 8-10.

Dengan turunnya ayat ini, maka Allah membenarkan kabar yang di sampaikan Zaid bin Arqam dan menunjukkan kemunafikan Abdullah bin Ubay.

Demikian kisah singkat mengenai orang munafik dan kemunculan awalnya di zaman Nabi. Berbagai fitnah dan propaganda yang dilakukannya begitu membahayakan kaum muslimin.

Jika propaganda tersebut ditelan mentah-mentah oleh kaum muslimin, bukan tidak mungkin perpecahan terjadi begitu dahsyatnya.

Jika dikaitkan dengan konteks ke-Indonesia-an, akhir-akhir ini begitu banyak propaganda yang dibuat oleh orang-orang yang bertopengkan ke-Islam-an.

Namun dengan topeng tersebut, mereka justru menyebarkan propaganda dan fitnah. Sudah seharusnya bagi kita untuk menyaring setiap informasi yang beredar agar tidak terjebak dalam propaganda tersebut. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq