Orang Yang Istihadhah Bagaimanakah Cara Sholatnya?

cara shalat orang yang istihadhah

Pecihitam.org – Kita tau bahwa wanita terkadang mengalami istihadhah, yaitu darah yang keluar dari kemaluannya selain waktu haid dan nifas. Bagi orang yang istikhadlah masih dikenai hukum seperti halnya orang suci, karena hukum istihadhah tidak seperti haid dan nifas. Istikhadlah itu termasuk bagian hadas kecil yang sifatnya terus menerus seperti beser air seni atau beser air madzi, jika demikian maka bagaimana cara sholatnya orang yang istihadhah?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam kitab Syarah al Minhaj juz 1 hal 242, disebutkan bahwa mustahadlah (orang yang istihadhah) diwajibkan sholat, puasa, dan tidak diharamkan membaca al qur’an, bersetubuh, dan yang lainnya.

Tata cara sholat orang yang istihadhah dan beser (terus menerus mengeluarkan hadas dan najis) adalah, ketika hendak mendirikan sholat maka baginya mensucikan kemaluannya (istinja’) terlebih dahulu, kemudian di sumbat dengan kapas atau kain sekiranya tidak menyakiti dirinya sendiri, dan ini berlaku ketika ia tidak melaksanakan puasa ramadhan.

Apabila darahnya terus mengalir keluar di permukaan sumbatan, maka ia wajib memakai pembalut, namun jika masih terus keluar ke permukaan pembalut, maka di maafkan (ma’fu anhu). Dan jika ia sedang mengerjakan puasa maka hendaklah ia memakai pembalut saja, karena ketika puasa diharamkan memasukkan sesuatu kedalam lubang. (lihat di Minhajul Qawim, hal 30 dan Fathul Wahab pada Hasyiyah Sulaiman al Jamal, juz 1 hal 242).

Baca Juga:  Respon Fiqih Terhadap Transaksi Elektronik di Era Globalisasi

Setelah dibalut, kemudian wudhu dengan niat supaya diperkenankan mengerjakan shalat fardhu, bukan niat karena menghilangkan hadast atau niat bersuci dari hadast, sebab ia termasuk golongan orang yang daimul hadast (terus menerus mengeluarkan hadas).

Sejak mulai mensucikan kemaluan hingga wudhu, wajib dikerjakan setiap akan menunaikan shalat fardhu dan sudah masuk waktu shalat. Bagitu juga rentetan bersuci mulai dari mensucikan kemaluan hingga shalat fardhu harus dilakukan dengan segera.

Maka jika sesudah wudhu lalu berhenti untuk keperluan selain maslahat shalat, seperti makan, minum, ngobrol yang tidak ada manfaatnya, dan sebagainya, maka ia wajib bersuci dengan tahapan tahapan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun apabila berhentinya untuk kemaslahatan shalat, seperti menutup aurat, menjawab muadzin, menunggu jamaah, dan lain-lain, maka hal itu diperkenankan syariat (tidak perlu kembali bersuci lagi).

Baca Juga:  Batasan Aurat Wanita Menurut Empat Madzhab Fiqih

Bagi orang yang beser mani, maka ia diwajibkan mandi setiap akan melaksanakan shalat fardhu, dengan niat agar diperkenankan mengerjakan shalat fardhu, dan tidak diperkenankan niat menghilangkan hadast atau bersuci dari hadast.

Bagi orang yang terus berhadast, yang seumpana jika ia duduk maka hadastnya bisa berhenti, maka ia diwajibkan shalat dengan duduk. Dan setelah sembuh tidak perlu menqdha’ shalatnya. (lihat di Minhaj al Qawim hal 30).

Maka, apakah wudhunya orang yang daimul hadast, yaitu orang yang terus menerus mengeluarkan hadast, seperti orang yang beser dan mustahadlah, disyaratkan harus suci dar najis? Jawabnnya para ulama berbeda pendapat, ada yang mensyaratkan seluruh tubuh harus suci, dan ada pula yang tidak mensyaratkan harus suci seluruh tubuhnya dari najis. (lihat di Hasyiyah al Jamal ‘ala Syarhi al Minhaj, juz 1 hal. 242),

Baca Juga:  Perspektif Ulama Kontemporer Terkait Oral Seks Dalam Islam (Bagian II)

Dan bagi orang yang beser sah menjadi imam shalat, sekalipun makmunnya tidak beser, begitu juga dengan orang yang istikhadlah, kecuali yang mutahyyirat (wanita istikhadlah yang kebinguangan entah dalam masalah waktu dan attu warna darahnya), maka tidak sah baginya, sekalipun makmumnya sama sama mustahadlat mutahayyirat. (Mughni al Muhtaj, juz 1 hal. 241).

Dari penjelasan singkat diatas, semoga dapat memberikan penjelasan tentang tata cara sholat orang yang istihadhah. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Nur Faricha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *