Tiga Peran Penting Nahdlatul Ulama dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Peran Penting Nahdlatul Ulama dalam Kemerdekaan

Pecihitam.org – Nahdlatul Ulama (NU) sejak kelahirannya merupakan wadah perjuangan untuk menentang segala bentuk penjajahan dan merebut kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang, sekaligus aktif melakukan dakwah-dakwahnya untuk senantiasa menjaga kesatuan negara Republik Indonesia dalam wadah NKRI.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Belanda sebagai bangsa yang paling lama menguasai bangsa Indonesia sudah melakukan banyak kebijakan-kebijakan yang sangat merugikan rakyat Indonesia. Sikap kolonial Belanda telah menumbuhkan benih-benih ketidak puasan bangsa Indonesia sehingga para pemuka agama menghimpun kekuatan melalui dunia pesantren diantaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU).

Ditambah adanya beberapa program kristenisasi yang digalakkan oleh penjajah Belanda di bumi nusantara ini menjadikan Nahdlatul Ulama bangkit menghimpun laskar-laskar kekuatan (ḥizbullāh) untuk melawan penjahan Belanda yang dianggap kafir dan dhalim.

NU dengan segala kekuatan yang ada pada tingkat komunitas masyarakatnya secara menyeluruh memberikan pengaruh yang mengakibatkan munculnya kelompok baru yang disebut ulama dan santri, yang kemudian karena kekuatan NU ini semakin lama semakin kuat, maka oleh penjajah Belanda ingin dijauhkan dari pengaruh politiknya.

Bagaimana NU dalam peranannya yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mempertahankan keutuhan NKRI dapat dilihat atas latar belakang lahirnya ormas terbesar di dunia Nahdlatul Ulama (NU).

Baca Juga:  Lailatul Ijtima’, Amalan Nahdliyin Dari Dulu Hingga Kini

Paling tidak ada tiga alasan besar yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926, yaitu Pertama, motif agama. Kedua, motif mempertahankan paham Ahlu al-Sunnah wa ’l-Jamā’ah, dan ketiga, motif nasionalisme.

Pertama adalah Agama. Agama menjadi salah satu peran penting dalam mewujudkan misi dakwah Islam.  Yaitu mengembangkan Islam dengan pemahaman Ahlu al-Sunnah wa ’l-Jamā’ah. Tidak hanya itu, selain dalam dimensi pemahan Aswaja.

Corak pemahan agama Islam yang di kembangan oleh Nahdlatul Ulama adalah corak agama yang kultural yang tidak meningkalkan aspek budaya dan tardisi yang ada di masyarakat. Dalam hal ini, bisa kita sebut dengan membumisasikan agama dengan dasar budaya.

KH. Said Aqil Sirodj juga pernah mengatakan bahwa Islam adalah berasal dari kata salam ( Selamat, Keselamatan ). Artinya Islam adalah agama yang memberikan kenyamanan dan keselamatan. Tidak ada keselamatan dan pelindungan selain Allah. Sehingga dalam motif Agama Islam dalam hal ini adalah agama yang memberikan keselamatan, ketenangan, kenyamanan dan ketentraman.

Baca Juga:  Gus Yusuf Chudlori: Sikap Toleransi dan Kisah Masjid vs Gamelan

Kedua,motif paham Ahlu al-Sunnah wa ’l-Jamā’ah  atau Aswaja. Aswaja menjadi identitas teologis yang diperebutkan oleh berbagai aliran maupun organisasi Islam. Tidak sedikit aliran atau organisasi yang mengklaim dirinya sebagai Aswaja. Justru karena menjadi ajang perebutan klaim inilah maka rekonstruksi menjadi penting dilakukan.

Persoalannya bukan siapa yang paling benar dan paling berhak disebut sebagai penganut Aswaja, tetapi mana yang dapat menjadikan nilai-nilai Aswaja sebagai basis untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam berjuangan dalam kemerdekaan Indonesia.

Ketiga, motif nasionalisme. Motif nasionalisme timbul karena NU lahir dengan niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni “Kebangkitan Para Ulama”. NU pimpinan Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat nasionalis.

Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya, akan tetapi kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis. Pada tahun 1924 para pemuda pesantren mendirikan Shubban al-Waṭān (Pemuda Tanah Air).

Baca Juga:  Pawai Hari Santri, Kiai Said Imbau Nahdliyin Bawa Bendera Merah Putih dan NU

Jika kita melihat tiga motif NU dalam mempertahankan Islam maka konsep gerakan Islam atau Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang mencintai bangsa Indonesia. Dalam wujud memerangi penjajah Belanda dengan mendirikan Shubban al-Waṭān (Pemuda Tanah Air). Hingga saat ini, semangat perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi tola ukur penting dalam mengembangkan Indonesia yang berkebangsaan.

M. Dani Habibi, M. Ag