Perang Kedongdong, Sejarah Perjuangan Rakyat dan Para Santri Cirebon

perang kedongdong

“Pesantren adalah sub kultur daripada masyarakat” (Gus Dur)

Pecihitam.org – Pesantren merupakan modal sosial bagi bangsa Indonesia dan merupakan warisan yang sangat berharga dari nenek moyang kita. Cikal bakal pesantren sebagai sebuah peradaban sudah ada sejak zaman kapitayan jauh sebelum masa Hindu, Budha, dan Islam ada.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejak zaman tersebut konsep pesantren dijadikan sebagai penempa calon orang-orang suci dan berilmu pengetahuan yang luas. Sehingga wajar apabila pesantren menjadi mempunyai latar belakang Historis yang sangat panjang juga adiluhung.

Sejak awal pesantren sudah menjadi tempat untuk menempa setiap jenis manusia baik baik dalam bidang agama, sosial, ekonomi bahkan Ilmu Kanuragan (bela diri).

Sebab itulah para pemuka agama, pujangga, pemimpin pada zaman pra kemerdekaan banyak yang berasal dari berbagai padepokan, pondok atau tempat-tempat semacam dengan konsep pesantren. Maka tidak dipungkiri lagi kalau pesantren adalah model pembelajaran milik Indonesia yang pali genuine.

Namun keorisinilan pesantren hampir saja hilang akibat datangnya para penjajah untuk mengeksploitasi Negeri ini baik dalam sumber daya alamnya maupun untuk sumber daya manusianya. Tak ayal perlakuan para penjajah kemudian mendapat banyak perlawanan diberbagai belahan bumi Nusantara ini.

Baca Juga:  Sejarah Munculnya Ahli Hadis Pada Abad Keempat dan Kelima Hijriyah

Salah satunya adalah perlawanan dari masyarakat kaum santri babakan ciwaringin cirebon yang kemudian meletupkan peperangan antara penjajah dengan masyarakat pribumi yang berlangsung sangat lama, perang tersebut dinamakam perang ki bagus rangin atau lebih dikenal dengan nama perang kedongdong.

Perang kedongdong adalah salah satu perang yang terjadi ditanah jawa yang melibatkan masyarakat dan kaum santri untuk melawan para penjajah belanda. Perang kedongdong juga menjadi salah satu perang yang memakan waktu cukup panjang yakni pada tahun 1808 sampai dengan 1919 M. Waktu yang tidak sebentar dan banyak membawa penderitaan bagi masyarakat pribumi dan kaum santri.

Latar belakang historis Perang kedongdong mempunyai sedikit perbedaan dengan perang Diponegoro. Jika perang diponegoro menjadikan kasus patok tanah sebagai awal penyulut perang sedang perang kedongdong disulut oleh tindakan Belanda yang sewenang-wenang sikapnya terhadap rakyat Cirebon dan Majalengka.

Sehingga wajar kalau Kedatangan para penjajah di Indonesia lantas disambut dengan perlawanan-perlawanan yang sengit dari rakyat Indonesia, salah satunya adalah perlawanan masyarakat ciwaringin cirebon terhadap penjajah yang kemudian menyebabkan peperangan yang panjang dan membuat belanda menanggung kerugian yang sangat besar.

Baca Juga:  Masjid Agung Jawa Tengah, Tempat Ibadah Sekaligus Wisata Religi di Semarang

Menurut KH. Zamzami dalam bukunya Babankana, selama periode perang, Belanda terus mendatangkan bala bantuan untuk menundukkan perlawanan masyarakat babakan melalui pelabuhan muara jati cirebon. Tak sampai disitu bahkan tercatat belanda mengalami kerugian materil yang besar dalam peperangan tersebut yakni sampai dengan 150.000 gulden.

Tokoh penggerak dalam peperangan besar tersebut adalah Ki Bagus Rangin (Ki Sapu Angin), bersama dengan saudara-saudaranya yakni Ki Buyut Jabin, Ki Buyut Salimar dan Ki Bagus Serit. Ki Bagus Rangin beserta para saudaranya mampu mengordinir masyarakat babakan dan sekitarnya untuk melawan para penjajah dengan spirit heroik yang berapi-api.

Tidak diketahui asal-usul ki bagus rangin berasal darimana akan tetapi Menurut Ekajati, Ki Bagus Rangin berasal dari Demak Blandongan, Rajagaluh. Yang jelas ia dan saudara-saudaranya mampu membakar semangat masyarakat babakan dan sekitar untuk tidak pernah takut terhadap penjajah, terbukti dari sikap masyarakat Cirebon tetap galak terhadap penjajah sekalipun belanda mendatangkan bantuan sejumlah 6 kapal perang besar di pelabuhan cirebon.

Baca Juga:  Kebijakan Strategis Dan Peradaban Islam Masa Umar Bin Khattab

Kecamuk perang kedongdong yang besar itu sangat diakui oleh Belanda sehingga diarsipkan dalam tulisan naratif deskriptif oleh Van der kemp dan sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia ejaan lama pada tahun 1952. Sedang naskah aslimya tentu saja tersimpan rapih dalam perpustakaan negeri kincir angin sana.

Perang kedongdong masuk dalam perang berskala Nasional meskipun tidak banyak disebut dalam catatan-catatan sejarah Nasional Indonesia, hanya tercatat dalam sejarah lokal saja. Akan tetapi yang perlu ditanamkan adalah bahwa peran yang dilakukan oleh kaum santri sangatlah heroik dan berjiwa Nasionalisme tinggi hingga layak dijadikan sebagai panutan oleh generasi seterusnya.

Demikian semoga bermanfaat. Tabik.!

Fathur IM