Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Hukum Sujud Sahwi

Hukum sujud sahwi

Pecihitam.org – Dalam kitab Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, beliau menyebutkan bahwa, para ulama berbeda pendapat mengenai, apakah sujud sahwi itu fardhu atau sunah? Imam Syaf i berpendapat bahwa sujud sahwi adalah sunah. Dan menurut imam Abu Hanifah hukum sujud sahwi adalah fardhu/wajib, dan termasuk syarat sahnya shalat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Adapun Imam Malik, beliau membedakan antara sujud sahwi untuk perbuatan (gerakan shalat) dan sujud sahwi untuk bacaan shalat, serta sujud sahwi karena ada penambahan atau pengurangan dalam shalat dari yang semestinya. Beliau mengatakan, “Sujud sahwi untuk gerakan shalat yang kurang, hukumnya wajib, dan menurutnya ia termasuk syarat sahnya shalat, sebagaimana dalil yang masyhur darinya.”

Diriwayatkan dari Imam Malik pula, bahwa sujud sahwi untuk gerakan shalat yang kurang, adalah wajib, sedangkan sujud sahwi karena penambahan gerakan shalat adalah sunah.

Sebab perbedaan pendapat diantara para Imam Madzhab adalah, adanya perbedaan dalam memahami amalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW apakah wajib atau sunah?

Baca Juga:  Kehujjahan Hikmah Sebagai Sandaran dari Penetapan Hukum Qashar Shalat

Abu Hanifah memahami perbuatan Nabi SAW dalam hal sujud sahwi adalah wajib, dengan dalil bahwa perbuatan tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang sesuai dengan sabda beliau,

صلوا كما رأيتموني أصلي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”

Menurut imam Abu Hanifah sujud sahwi tersebut wajib, seperti gerakan shalat yang lainnya, sebab pernah dilakukan oleh Rasul saat lupa dalam shalatnya.

Sedangkan Imam Syaf i, memahami sujud sahwi yang dilakukan oleh Nabi SAW menunjukkan hukum sunah, dengan dalil qiyas yang telah ditetapkan. Dan bukan sebagai dasar dalam shalat. Yang demikian ini, karena menurut pendapat jumhur, sujud sahwi bukan mengganti hal-hal yang fardhu, melainkan hanya menggantihal-hal yang sunah. Karena yang diganti itu hal-hal yang sunah, maka hukum sujud sahwi pun adalah sunah.

Baca Juga:  Lelang Jabatan? Boleh Saja, Begini Kriteria Hukum dan Hikmahnya

Adapun Imam Malik lebih menekankan pada perbuatan daripada ucapan dalam shalat. Karena perbuatan dalam shalat itu lebih berperan daripada bacaan di dalam shalat, seakan-akan ia berpendapat bahwa perbuatan lebih ditekankan daripada bacaan.

Walaupun ia juga berpendapat bahwa sujud sahwi tidak dapat mengganti hal-hal yang fardhu, dan imam Malik membedakan antara hukum sujud sahwi, dikarenakan adanya perbedaan dalam sebab mengapa ia dikerjakan, yaitu dari segi pengurangan atau penambahan dari rakaat yang semestinya.

Menurut beliau, sujud sahwi berperan sebagai pengganti dari bagian shalat yang tertinggal (ketika terjadi pengurangan), dan sebagai istighfar (permohonan ampunan) apabila terdapat penambahan dalam shalat.

Itu sebabnya mengapa beliau berpendapat bahwa hukum sujud sahwi, karena kurangnya rakaat adalah wajib, sebab ia sebagai pengganti. Dan hukum sujud sahwi saat kelebihan rakaat adalah sunnah, sebab ia hanya sebagai permohonan ampunan.

Baca Juga:  Batas Usia Perempuan Ajnabiyah yang Dapat Membatalkan Wudhu Laki-Laki

Demikianlah sedikit ulasan mengenai perbedaan para ulama dalam masalah hukum sujud sahwi menurut kitab Bidayah al-Mujtahid. Maka, saat kita lupa dalam gerakan shalat yang mengharuskan untuk sujud sahwi, lebih baik melaksanakan sujud tersebut sebelum salam untuk berhati-hati (ihtiyath).

Adapun masalah hukumnya para ulama masih berbeda pendapat, jadi tidak perlu menyalakan orang yang tidak melakukan sujud sahwi, sebab ulama juga ada yang berpendapat tidak wajib. Wallahu A’lam bisshowab.

Nur Faricha