Perbedaan Penulisan Al Quran Pada Masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan

penulisan al quran

Pecihitam,org – Sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya penulisan Al Quran telah dilakukan pada masa Rasulullah Saw., yang dimana pada waktu itu Rasulullah Saw., menunjuk sejumlah sahabat mulia sebagai pencatat atau penulis dari wahyu yang disampaikan kepadanya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Diantara sejumlah sahabat tersebut ialah, Zaid bin Tsabit, Ali bin Thalib, Mu’awiyah bin abi Sufyan, dan Ubay bin Ka’ab. Tidak hanya itu, beberapa sahabat pun melakukan hal yang sama (menulis wahyu) tanpa adanya perintah dari Rasulullah Saw., melainkan karena inisiatif sendiri.

Namun yang perlu digaris bawahi ialah, bahwasanya penulisan pada masa Rasulullah Saw., masih belum menghasilkan Mushaf seperti yang ada di tangan kita sekarang, atau belum disatukan mengingat pada waktu itu wahyu masih berangsur angsur turun, sehingga para penghafal masih senantiasa menghafalnya dan para penulis masih senantiasa menulisnya.

Sedangkan alasan lainnya tentang mengapa pada masa Rasulullah Saw., belum ada tekad untuk membukukan Al Qur’an diantaranya ialah

Al Khattabi berkata “Adanya Nabi Saw., tidak mengumpulkan Al Qur’an dalam mushaf karena beliau menantikan turunnya ayat ayat yang menghapus hukum hukum atau bacaan ayat sebelumnya. Setelah Al Qur’an tidak turun lagi seiring wafatnya Nabi Saw., Allah menurunkan ilham kepada para Khalifah Nabi Saw., yang mendapat petunjuk agar mengumpulkan Al Qur’an dalam satu Mushaf, sebagai pemenuhan janji-Nya untuk menjaga Al Qur’an bagi Umat ini”

Sedangkan menurut keterangan Zaid bin Tsabit, ia berkata “Saat Nabi Saw., wafat, Al Qur’an belum dikumpulkan” artinya al Qur’an pada waktu itu belum dikumpulkan dalam satu Mushaf dengan urutan ayat ayat dan surah yang tertata rapi.

Dan pada akhirnya barulah Al Qur’an itu dibukukan pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan.

Daftar Pembahasan:

1. Penulisan Al Qur’an pada masa Abu bakar ash Shiddiq

Sepeninggal Rasulullah Saw., Abu Bakar lah yang menggantikan Rasulullah Saw., sebagai seorang khalifah. Dan pada masa kekhalifaannyalah, Abu Bakar diuji dengan para kaum Murtaddin (kaum yang keluar dari agama).

Baca Juga:  Surah Asy-Syu'ara Ayat 90-104; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Hingga pada tahun 12 Hijriyyah terjadilah perang antara penduduk Yamamah yang diikuti oleh sebagian besar sahabat Qura’ (yang hafal Al Qur’an), dari kejadian inilah diriwayatkan bahwa ada sekitaran 70 penghafal Al Qur’an yang syahid.

Memandang kematian para penghafal al Qur’an rupanya membuat Umar bin Khattab merasa cemas, akhirnya dengan keberanian dan tekad yang besar dia pun menemui Abu bakar dan meminta untuk membukukan Al Qur’an.

Dan ini didorong karena kekhawatiran yang jika para penghafal sudah tidak ada, lantas bagaimana cara umat mengetahui isi dari Al Qur’an itu? Padahal Al Qur’an sendiri adalah pedoman bagi umat sepanjang masa?

Karena merasa benar atas apa yang dikatakan Umar bin Khattab, akhirnya Abu Bakar pun meminta Zaid bin Tsabit untuk mengerjakan tugas besar ini, meski sempat merasa keberatan bahkan Zaid bin Tsabit berkata

“Demi Allah, seandainya Abu Bakar memerintahkanku untuk memindahkan gunung itu lebih mudah bagiku daripada perintah mengumpulkan Al Qur’an yang ia bebankan kepadaku.” Lalu Aku berkata, “bagaimana kalian melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah?”

Dengan ungkapan inilah, Abu Bakar berusaha membujuk dan meyakinkan Zaid bin Tsabit bahwasanya apa yang diperintahkannya tersebut adalah sesuatu yang baik.

2. Penulisan Al Qur’an pada masa Utsman bin Affan

Pada masa kekhalifaan Utsman bin Affan, bisa dikatakan masa dimana penaklukkan Islam semakin meluas sehingga para penghafal Al Qur’an pun menyebar ke berbagai Negeri, dan para penduduk setiap kota pun mempelajari Qiraah dari para Qari’ (penghafal Al Qur’an) yang datang ke kota mereka.

Namun yang menjadi catatan penting ialah, pada masa itu bentuk bentuk bacaan Al Qur’an berbeda beda sesuai perbedaan dialek bahasa yang ada pada masyarakat, sehingga ketika para kaum muslimin bersatu dalam suatu perkumpulan atau di salah satu tempat perang, sebagian dari mereka merasa aneh dengan perbedaan bacaan Al Qur’an masing masing.

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 51; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dari pemandangan ini muncul sebuah keraguan bagi kalangan muda yang tidak berjumpa dengan Rasulullah Saw., sehingga beredarlah pembicaraan tentang yang mana fasih dan mana yang lebih fasih. Dan tentu jika situasi ini dibiarkan begitu saja jelas akan memunculkan sebuah perselisihan,

Hingga pada akhirnya perkara ini semakin nampak jelas ketika terjadi perang Armenia dan Azerbaijan yang dilancarkan penduduk Irak, Hudzaifah bin Yaman ikut dalam peperangan tersebut. disanalah Hudzaifah bin Yaman menyaksikan perselisihan terkait bentuk bentuk Qiraah, bahkan sebagian kecilnya disusupi kekeliruan.

Tidak hanya itu, dari dialek perbedaan satu sama lain membuat mereka mendebat yang lainnya akibat perbedaan versi bacaan bahkan mengkafirkan sebagian yang lainnya. Maka sesegera mungkin, Hudzaifah bin Yaman menemui Utsman bin Affan dan menjelaskan apa yang tengah terjadi.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a., bahwa disaat itulah Utsman bin Affan mengirim utusan ke Hafshah untuk meminjam lembaran-lembaran mushaf Al Qur’an yang tersimpan di rumahnya.

Setelah lembaran lembaran mushaf Al Qur’an itu sudah ada di tangan Utsman bin Affan maka beliau pun menunjuk Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin lembaran lembaran tersebut.

Namun sebelumnya, Utsman bin Affan berkata kepada tiga orang tersebut (Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam) bahwa jikamana mereka berbeda pendapat dengan Zaid bin Tsabit terkait Al Qur’an maka tulislah sesuai bahasa kaum Quraisy mengingat Al Qur’an turun dengan bahasa mereka”

Dan usai penulisan itulah, Utsman bin Affan mengembalikan lembaran lembaran Mushaf yag dipinjamnya ke Hafshah, yang menurut riwayat  mushaf tersebut tetap ada disimpan oleh Hafshah sampai beliau wafat, dan usai itu dicuci bersih sampai tak tersisa (Tafsir ath Thabari, jilid pertama, h. 61)

Baca Juga:  Surah An-Nur Ayat 6-10; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Kemudian pada saat yang sama, Utsman memerintahkan agar setiap lembaran atau mushaf lain selain yang akan dikirimkan ke beberapa wilayah agar dibakar. Dan terkait jumlah Mushaf yang dikirim ke beberapa wailayah, para ulama berbeda pendapat yang diantaranya ialah:

  • Pertama, ada yang mengatakan tujuh dimana tujuh salinan Mushaf ini dikirim ke Mekah, Syam, Bashrah, Kufah, Yaman, Bahrain, dan Madinah.
  • Kedua, ada yang mengatakan jumlah Mushafnya ada empat yaitu Mushaf Irak, Syam, Mesir, dan Mushaf Imam.
  • Ketiga, jumlah Mushaf ada lima dan pendapat ini sesuai dengan pendapat as Suyuthi (w. 911 H) yang dinyatakannya dalam al Itqan ahwa jumlah salinannya ada lima, dan pendapat ini diikuti oleh al Arkati (w. 1239 H) dalam kitab Natsr al Marjan fi Rasmi Nazhmi al Qur’an.

Kesimpulan

Dari penjelasan ringkas diataslah nampak menggambarkan bahwa penulisan Al Quran pada dua masa khalifah ini (Abu Bakar dan Utsman bin Affan) rupanya menampakkan latar belakang yang berbeda, dimana penulisan Al Quran pada masa Abu Bakar didorong karena banyaknya penghafal yang syahid dalam suatu perang,

Sedangkan yang mendorong penulisan Al Quran pada masa Utsman bin Affan tidak lain karena munculnya beberapa dialek pembacaan Al Quran sehingga memicu perselisihan antar Ummat.

Wallahu A’lam Bissawab …

Rosmawati