Berbeda dengan Wajib Haji, Rukun Haji Tidak Bisa Digantikan dengan Apapun

Berbeda dengan Wajib Haji, Rukun Haji Tidak Bisa Digantikan dengan Apapun

PeciHitam.org Rukun Islam yang kelima adalah haji ke Baitullah di Kota Makah. Haji dianggap sebagai kesempurnaan Islam karena seorang yang melaksanakannya merupakan orang yang sudah melepaskan diri dari nafsu duniawi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Walaupun tidak semua orang sesuai dengan anggapan ini. Haji dilaksanakan bagi mereka yang mampu untuk mengunjungi baitullah pada waktu yang ditentukan.

Seyogyanya orang yang mengunjungi Baitullah adalah orang yang benar-benar untuk menunaikan Ibadah, bukan sekedar pamer kekayaan dan wisata.

Supaya hajinya sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Islam, maka perlu memperhatikan Rukun Haji. Tanpa Rukun Haji, pelaksanaan Haji menjadi batal dan harus diulang kembali.

Daftar Pembahasan:

Pengertian dan Dasar Ayat

Makna bahasa dari Haji adalah menyengaja atau menuju kepada hal tertentu. Sedangkan menurut makna operatifnya adalah menuju ke Baitullah (Kakbah) dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan ibadah tertentu dan pada waktu tertentu pula.

Haji diperintahkan dalam Islam sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah sebagai berikut;

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (١٩٦

Allah memerintahkan untuk haji dan Umrah ke Baitullah sebagai penyempurnaan ibadah rukun Islam. Ibadah Haji dan Umrah untuk menuju kepada keridhaan Allah bukan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Haji dan Umrah hanya sah jika dilakukan di Kakbah yang berada di Makah dan tempat-tempat tertentu lainnya.

Jika dilakukan diselain Kakbah dan tempat yang ditentukan lainnya maka tidak sah. Perhatikan makna ayat di bawah ini sebagai penjelasan ayat Al-Baqarah

Artinya; “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya” (Qs. Al-Baqarah: 196)

Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji

Pelaksanaan Ibadah Haji agak berbeda dengan pelaksanaan ibadah lainnya seperti shalat. Dalam ibadah shalat, rukun dan kewajiban shalat tidak berbeda atau disamakan, kewajiban dan rukun shalat disebut sama.

Baca Juga:  Haid dan Nifas, Pengertian serta Perkara yang Diharamkan bagi Mereka

Berbeda dengan Haji, rukun dan wajib haji merupakan dua hal yang berbeda satu sama lain. Rukun haji adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh orang yang berhaji, jika tidak dilakukan berkonsekuensi haji tidak sah. Seseorang yang menunaikan haji akan tetapi terlewat salah satu rukunnya maka hajinya menjadi batal dan harus mengulangi haji.

Maka sangat penting memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam rukun haji. Sedangkan pada wajib haji, orang yang tidak melaksanakannya bisa menggantinya dengan membayar Dam atau denda. Tidak menunaikan Wajib Haji tidak menjadikan batalnya Haji, hanya berkonsekuensi pembayaran Dam.

Dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah disebutkan ketentuan (فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ) menunjukan bahwa Wajib Haji boleh diganti dengan membayar Dam yang bisa berupa binatang sembelihan atau korban. Lain halnya dengan wajib Haji, Rukun Haji sangat penting sampai-sampai tidak melaksanakannya harus mengulang haji.

Tidak terbayangkan jamaah Haji dari Indonesia, jika harus mengulang haji maka harus menunggu kloter dan jatah haji sampai 25-30 tahun lebih. Belum lagi, ongkos naik haji tidak bisa dikatakan terjangkau bagi segolongan orang Nusantara.

Baca Juga:  Adab, Tata Cara dan Doa Menyembelih Hewan Qurban

Rukun Haji

Referensi kitab fikih Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa rukun haji terdiri dari 5 rukun. Syaikh Muhammad Qasim Al-‘Izzi dalam karangan beliau menjelaskan dalam syarah matn Ibnu Syuja’ bahwa rukun Haji ada 5 hal yakni sebagai berikut;

Ihram Bersamaan dengan Niat

Syaikh Muhammad bin Qasim memberi catatan bahwa  Ihram adalah berniat memasuki Ibadah Haji. Ihram untuk berhaji adalah rukun pertama yang harus dikerjakan.

Pelaksanaan Ihram harus memperhatikan Miqat atau tempat lokasi untuk berIhram yang ditentukan dalam Wajib Haji. Miqat untuk jamaah Haji Indonesia adalah yakni berada di Yalamlam atau sekarang bernama As-sa’diyah yang berjarak 125 KM dari Makah.

Dalam Ihram dianjurkan untuk mandi, memakai wewangian, shalat setelah ihram 2 rakaat dan mengenakan pakaian Ihram tidak berjahir untuk laki-laki.

Wuquf di Bukit Arafah

Banyak dikatakan, bahwa wukuf di Arafah adalah puncak peribadatan Haji. Wukuf jatuh pada tangal 9 Dzulhijjah dalam penanggalan Hijriyah. Hadits Rasulullah SAW menjelaskan;

الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ مِنْ لَيْلَةِ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ

Hadits di atas menjadi dasar bahwa Wukuf atau berdiam diri di Arafah merupakan puncaknya Haji. Wukuf merupakan bentuk rukun haji yang hanya disyaratkan hadir di padang atau tanah lapang Arafah. Makna Hadits di atas adalah;

“Inti Haji adalah wukuf di Arafah, barang siapa yang mendapatkan malam Arafah sebelum terbit fajar dari malam jam’ (malam mabit di Muzdalifah) maka hajinya telah sempurna”

Pelaksanaan wukuf mempunyai rentang waktu mulai dari waktu dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai subuh tanggal 10 Dzulhijjah.

Thawaf Ifadhah

Setelah pelaksanaan wukuf di Arafah selesai, para jamaah haji akan berduyun-duyun menuju Baitullah Kakbah guna melaksanakan thawaf. Melakukan thawaf yakni mengelilingi kakbah sebanyak tujuh kali, dimulai dari garis yang lurus dengan hajar Aswad.

Tempat Hajar Aswad sendiri berada di salah satu suduh kakbah yang berbentuk kubus. Arah pelaksanaan thawar adalah berlawanan dengan perputaran arah jarum jam. Perlu dipahami, dalam thawaf harus berada diluar bangunan Kakbah yang Asli.

Baca Juga:  Memotong Rambut dan Kuku Ketika Haid

Gus Baha’udin Nursalim sering mewanti-wanti, jangan sampai thawaf itu berada pada bangunan asli Kakbah. Karena bangunan Kakbah sekarang sudah mengalami penyempitan dari bangunan yang dibangun oleh Ibrahim AS dan Ismail AS. Gus Baha membuat  perkiraan jarak dari Kakbah sekiran 1-1,5 M untuk mencegah thawaf berada dalam pondasi lama bangunan Kakbah.

Sa’i dari bukit Shafa dan Marwah

Permulaan Sa’i adalah berlari kecil dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak 7 kali. Hitungan 7 kali adalah hitungan perjalanan Shafa-Marwa terbilang sekali, dan Marwa-Shafa terhitung dua kali. Maka akhir dari Sa’i berada dibukit Marwa. Ritual ini merupakan napak tilas perjuangan dan pengorbanan Hajar RA mencari Air untuk minum putranya Ismail.

Tahallul, atau Menjadi Halal kembali

Perbuatan selama Haji yang tidak diperbolehkan, maka selesai Tahallul boleh dilakukan kembali. Tahullul dimaknai sebagai amalan mencukur rambut kepala setelah seluruh rangkaian haji selesai.

Tahallul boleh dilakukan dengan hanya memotong  3 helai rambut, akan tetapi disunnahkan mencukur gundul seluruh kepala.

Bagi perempuan hanya disunnahkan untuk memperpendek rambut, tidak sampai membabat habis rambut di kepala. Waktu pelaksanaan Tahallul adalah setelah lewat tanggal 10 Dzulhijjah.

Beberapa Ulama berpendapat bahwa kesuluruhan rukun Haji harus dilakukan secara berurutan atau Tartib. Maka banyak Ulama menyebut bahwa rukun haji ada 6 bukan 5 dengan rukun keenam adalah Tartib.

Ash-shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan