Surah Maryam Ayat 22-23; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Maryam Ayat 22-23

Pecihitam.org – Kandungan Surah Maryam Ayat 22-23 ini, menguraikan kondisi psikologis maryam ketika hamil. Proses kehamilannya dimulai ketika jibril meniupkan roh ke tubuh maryam, maka sesudah itu dia mengandung. Mengetahui dirinya hamil, lalu dia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh dari tempatnya menetap selama ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah beberapa lama tinggal di tempatnya yang baru, kemudian maryam mulai merasakan rasa sakit akibat kontraksi yang menjadi pertanda dia akan melahirkan. Keadaan ini memaksanya bersandar pada pangkal pohon kurma. Ketika itu, dia membayangkan cemoohan orangorang di sekelilingnya saat mereka tahu dia melahirkan anak tanpa suami.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam Ayat 22-23

Surah Maryam Ayat 22
فَحَمَلَتْهُ فَانتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا

Terjemahan: Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.

Tafsir Jalalain: فَحَمَلَتْهُ فَانتَبَذَتْ (Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri) menjauhkan diri بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (dengan membawa kandungannya ke tempat yang jauh) jauh dari keluarganya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman mengabarkan tentang Maryam di saat Jibril berkata kepadanya tentang firman Allah yang menyatakan bahwa Maryam telah berserah diri kepada ketetapan Allah. Banyak ulama salaf menyebutkan bahwa Malaikat yang dimaksud adalah Jibril as.

Di saat itu, ia meniupkan ruh di lengan bajunya, yang kemudian ruh itu turun hingga mengalir ke farji, sehingga ia mengandung anak dengan izin Allah. Ketika ia hamil, ia merasa kesulitan, tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada orang-orang, karena ia mengetahui bahwa mereka tidak akan menganggap jujur ceritanya.

Akan tetapi, ia ingin menceritakan rahasia dan urusannya itu kepada saudari perempuannya, yaitu istri Zakariya. Saat itu, Zakariya meminta kepada Allah swt seorang anak yang kemudian diperkenankan-Nya dengan hal yang sama, sehingga isterinya pun hamil.

Di saat Maryam masuk menemuinya, isteri Zakariya pun berdiri dan memeluknya sambil bertanya: “Apakah engkau merasakan hai Maryam bahwa aku hamil?” Maryam pun berkata: “Apakah engkau tahu bahwa aku pun hamil?” Maryam pun kemudian menceritakan peristiwa dan kejadian sesungguhnya.

Mereka memang keluarga (yang penuh) keimanan dan kejujuran. Setelah itu, isteri Zakariya merasakan bahwa jika ia menghadap Maryam, putera yang ada dalam kandungannya bersujud kepada putera yang ada di dalam kandungan Maryam, dalam arti menghormati dan tunduk kepadanya. Karena di dalam millah mereka, sujud ketika mengucapkan salam adalah disyari’atkan,

sebagaimana sujudnya kedua orang tua dan saudara-saudara Yusuf, juga seperti perintah Allah kepada para Malaikat untuk sujud kepada Adam. Akan tetapi, hal itu telah diharamkan dalam agama kita (Islam) sebagai kesempurnaan atas keagungan kebesaran Allah.

Ibnu Abi Hatim berkata: “Ali bin al-Husain telah bercerita kepada kami, dibacakan kepada al-Harits bin Miskin, dan aku mendengarnya, yang mengabarkan kepada kami bahwa Abdurrahman bin al-Qasim berkata: Malik rahimahullah berkata bahwa `Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya adalah dua anak paman.

Baca Juga:  Surah Maryam Ayat 12-15; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Keduanya di kandung bersamaan.’ Dan juga telah sampai berita kepadaku bahwa Ibu Yahya berkata kepada Maryam: Aku melihat anak yang ada dalam perutku sujud terhadap anak yang engkau kandung.’”

Malik berkata: Aku memandang hal tersebut sebagai kelebihan Isa’ as, karena Allah telah menjadikan ia dapat menghidupkan orang mati dan dapat menyembuhkan penyakit kulit. Ahli tafsir berselisih pendapat tentang lamanya `Isa dalam kandungan.

Pendapat yang masyhur di kalangan jumhur adalah, ia di kandung selama 9 bulan. Huruf fa di sini untuk ta’qib (akhir masa perhitungan) yang sesuai. Di dalam ash-Shahihain dinyatakan bahwa di antara dua perubahan kehamilan adalah 40 hari.

Allah berfirman: alam tara annallaaHa anzala minas samaa-i maa-an fatushbihul ardlu mukhdlarratun (“Apakah kamu tiada melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau?”) (QS. Al-Hajj: 63).

Pendapat yang masyhur dan jelas adalah; Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, bahwa Maryam mengandung seperti wanita-wanita lain mengandung anak-anaknya.

Untuk itu, tatkala tanda-tanda kehamilan mulai tampak, sedangkan ia (berada) di masjid tersebut bersama salah seorang laki-laki shalih di antara kerabatnya yang berkhidmat di Baitul Maqdis yaitu Yusuf an-Najjar.

Di saat Yusuf melihat perut Maryam semakin berat dan bertambah besar, ia tampak mengingkari peristiwa itu, kemudian mencoba dialihkan kepada kesucian, kebersihan dan ketaatan Maryam yang selama ini ia ketahui, sehingga peristiwa itu tetap membelenggu dirinya yang tidak mampu dihilangkan. Itulah yang membawa dirinya untuk mempertanyakan langsung, ia berkata:

“Ya Maryam! Aku akan bertanya kepadamu tentang salah satu masalah, janganlah engkau marah!” Maryam berkata: “Apa itu?” Dia berkata: “Apakah mungkin sebatang pohon tumbuh tanpa biji. Apakah mungkin tanaman (tumbuh) tanpa bibit, dan apakah mungkin seorang anak lahir tanpa ayah?” Maryam menjawab:

“Baik.” Ia faham apa yang dimaksud. “Pertanyaanmu, apakah pohon tumbah tanpa biji dan tanaman tanpa bibit, maka Allah swt telah menciptakan pohon dan tanaman pertama kali tanpa biji dan bibit. Dan apakah mungkin seorang anak lahir tanpa ayah, sesungguhnya Allah swt telah menciptakan Adam tanpa ayah dan ibu.”

Maka, Yusuf membenarkannya dan menerima kondisi Maryam. Ketika Maryam merasakan kaumnya mulai melemparkan tuduhan dan kecurigaan, maka ia pun mengasingkan diri ke tempat yang jauh dari mereka, agar ia tidak melihat mereka dan merekapun tidak melihatnya.

Muhammad bin Ishaq berkata: “Ketika ia hamil, perutnya membesar dan darahnya terhenti sebagaimana kebiasaan wanita yang hamil, dari rasa sakit dan perubahan warna, sampai lidahnya pecah-pecah, maka berita yang masuk ke suatu keluarga, masuk pula ke rumah tangga Zakariya, lalu berita tersebar di tengah-tengah Bani Israil, mereka berkata:

Baca Juga:  Surah Al-Qashash Ayat 38-42; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dia hanya ditemani oleh Yusuf dan di tempat ibadah itu tidak ada lagi orang lain. Sedangkan ia menutup diri dari manusia, tidak ada seorang pun yang melihatnya dan ia pun tidak melihat orang lain.’”

Tafsir Kemenag: Setelah Jibril menerangkan maksud kedatangannya itu, maka Maryam menjawab, “Aku berserah diri kepada ketetapan Allah.” Lalu Jibril meniupkan roh Nabi Isa ke Maryam sehingga mengakibatkan Maryam mengandung; lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya ke suatu tempat yang jauh dari orang banyak untuk menghindari tuduhan dan cemoohan dari Bani Israil.

Surah Maryam Ayat 23
فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا

Terjemahan: Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”.

Tafsir Jalalain: فَأَجَاءَهَا (Maka sewaktu datang kepadanya) ketika ia mengalami الْمَخَاضُ (rasa sakit akan melahirkan) yaitu rasa mulas karena akan melahirkan

إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ (-terpaksa ia bersandar- pada pangkal pohon kurma) yakni menyandarkan diri padanya, lalu ia melahirkan. Perlu diketahui bahwa sejak peniupan malaikat Jibril hingga melahirkan hanya memakan waktu sesaat saja

قَالَتْ يَا لَيْتَنِي (dia berkata, “Aduhai alangkah baiknya aku) lafal Ya di sini menunjukkan makna Tanbih atau ungkapan kekecewaan مِتُّ قَبْلَ هَذَا (mati sebelum ini) yakni sebelum perkara ini,

وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا (dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan)” sebagai sesuatu yang tiada artinya, tidak dikenal dan tidak disebut-sebut.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ (“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,”) yaitu terasa amat sakit dan terpaksa menyandarkan diri pada pangkal pohon kurma di tempat pengasingannya. Mereka (para ulama tafsir) berbeda pendapat tentang tempat itu (yang keterangannya terdapat) di dalam hadits-hadits tentang Isra’.

Dalam riwayat an-Nasa’i, dari Anas dan riwayat al-Baihaqi, dari Syaddad bin Aus, bahwasanya tempat itu adalah Baitullahmi (Betlehem). Wallahu a’lam. Inilah pendapat masyhur yang diberitakan turun-temurun, dan orang-orang Nasrani tidak ragu bahwa tempat itu adalah Baitullahmi.

Firman Allah yang menceritakan tentangnya: قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا (“Ia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan,’”)

di dalamnya mengandung dalil tentang dibolehkannya mengharap kematian di saat terjadinya fitnah. Karena, Maryam mengetahui bahwa ia akan diuji dan dicoba dengan anak yang dilahirkannya ini berupa hilangnya dukungan manusia dan sikap mereka yang tidak akan membenarkan cerita yang disampaikannya.

Baca Juga:  Surah Maryam Ayat 38-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Setelah dahulunya dia adalah seorang ahli ibadah, kini, menurut pandangan mereka, dia adalah seorang pelacur dan penzina. Maka ia pun berucap: يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا (“Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini,”) sebelum kejadian ini.

وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا (“Dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan,”) yaitu aku tidak diciptakan dan tidak menjadi sesuatu apa pun. Itulah pendapat Ibnu `Abbas.

As-Suddi berkata: “Maryam berkata sambil melihat kehamilannya, karena malu pada orang lain: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum bencana dan kesedihan yang aku alami sekarang akibat lahirnya anakku yang tanpa ayah ini.’

وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا; ‘Dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan,’ dilupakan lalu dibiarkan tanpa dicari. Seperti pelapis haidh jika sudah dibuang dan dicampakkan, maka ia tidak lagi dicari dan tidak lagi diingat. Demikian pula segala sesuatu yang dilupakan.

Qatadah berkata: وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا (“Dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan,”) yaitu sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut dan tidak pula diketahui sedikit pun siapa aku. Kita telah membahas hadits-hadits yang menunjukkan larangan mengharapkan kematian kecuali ketika terjadi fitnah pada firman Allah: “Wafatkan-lah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.” (QS. Yusuf: 101)

Tafsir Kemenag: Ketika Maryam merasa sakit karena akan melahirkan anaknya, maka ia terpaksa bersandar pada pangkal pohon kurma untuk memudahkan kelahiran; dengan penuh kesedihan ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya jika aku mati saja sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.”

Ia mengharapkan seandainya mati saja sebelum melahirkan karena merasa beratnya penderitaan akibat melahirkan seorang anak tanpa seorang ayah yang berakibat timbulnya tuduhan dan cemoohan dari kaumnya yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya; atau beliau mengharapkan menjadi sesuatu benda yang tidak berarti dalam pandangan manusia, lagi dilupakan daripada menderita perasaan tertekan dan malu yang luar biasa.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Maryam Ayat 22-23 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Kemenag. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S