Tasawuf Pamoring Kawulo Gusti dalam Wirid Hidayat Jati Ronggowarsito

Wirid Hidayat Jati

Pecihitam.org – Bagus Burham atau biasa dikenal dengan Raden Ngabehi Ronggowarsito. Ronggowarsito berasal dari keluarga bangsawan keraton Surakarta. Dari garis ayahnya, ia adalah keturunan ke -10 dari Sultan Hadiwijoyo, pendiri kerajaan Pajang. Sedangkan dari garis keturunan ibu adalah keturunan ke-13 dari Sultan Trenggono, raja Demak ketiga.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagus Burham lahir pada tanggal 14 Maret 1802 yang bertepatan dengan tahun meninggalnya kakek buyutnya yang bernama Raden Ngabehi Yasadipura I. Ronggowarsito (Bagus Burham) tumbuh dan besar dari keluarga yang akrab dengan dunia sastra dan tulisan_sesuatu yang dianggap langka pada kala itu. Ayahnya Panjangsworo atau Ronggowarsito II yang menjadi juru tulis kerajaan. Sedangan kakeknya, Sastronagoro atau Ronggowarsito I adalah pujangga kerajaan.

Sedangkan kakek buyutnya Yosodipuro I adalah seorang pujangga besar. Namanya tercatat dalam tita emas dalam sejarah kesusastraan Jawa dan bukan hanya di Surkarta, ia adalah penulis yang banyak menghasilkan karya, baik orisinal maupun adaptasi terhadap tulisan-tulisan kuno dari khazanah sastra yang ada di tanah Jawa maupun dari manca negara.

Yosodipuro I adalah sang kekaek dari Bagus Burham, ia seorang sastrawan sejati yang mempunyai banyak karya. Seperti Tajusalatin, Babad Prayud, Babad Giyanti, Serat Ambiya, Serat Manek, Serat Rama dan masih banyak lagi yang lainnya. Artinya Bagus Burham sejak lahir memang besar dan sudah berada di dalam lingkungan para Pujangga Sastra Jawa.

Baca Juga:  Hubungan Suluk dan Tasawuf, Dua Sisi yang Tidak Bisa Terpisahkan

Riwayat keseniman Bagus Burham masih bisa dilacak lebih jauh lagi. Dari pihak ibu ia masih keturunan Sujonopuro atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Karanggayam, pujangga kerajaan Pajang. Ia adalah seorang sastrawan besar penulis buku yang terkenal sampai kini, yaitu Serat Niti Suri sebuah buku yang berisi ajaran tentang etika kehidupan.

Selain Serat Niti Suri yang membahas tentang etika kehidupan, Raden Ngabehi Ronggowarsito juga menulis sebuah Wirid Hidayat Jati yang kemudian diklaim menjadi karya puncak dari ilmu ma’rifatnya. Kitab wirit tersebut di dalamnya memuat banyak sekali sabda Allah kepada nabi Musa.as. Selain itu, di dalam Wirit Hidayat Jati juga menjinggung tentang kesep tajali.

Simuh dalam buku yang berjudul “ Mistik Islam Kejawen “ mengakatan konsep tajalli adalah dimanaTuhan-lah yang lebih aktif memperlihatkan diri dalam tujuh martabat. Bahkan dalam tamsil, manusia ibarat bayang-bayang Tuhan dalam cermin, yang kodrat-iradat Dzat yang berada di depan cermin dan bukan sebaliknya.

Baca Juga:  Doa Belajar Filsafat dan Tasawuf, Bagus Untuk Dibaca, Amalkanlah!

Kosep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah SWT dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) dan ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah SWT. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajalli.

Secara umum Wirid Hidayat Jati mengajarkan paham kesatuan antara manusia dengan Tuhan. Paham ini mengajarkan bahwa manusia itu berasal dari Tuhan, oleh karena itu, harus berusaha “bersatu” dengan Tuhan. Manusia yang  sanggup mencapai penghayatan Pamoring kawulo lan Gusti (kesatuan dengan Tuhan).

Selanjutnya, manusia akan menjadi orang yang waskitha (tahu yang bakal terjadi) dan menjadi manusia yang sempurna hidupnya, yaitu orang yang tingkah lakunya mencerminkan perbuatan-perbuatan Tuhan. Lantaran Tuhan bersabda, mendengar, melihat, merasakan segala rasa, serta berbuat mempergunakan tubuh manusia. Artinya lahir batin Allah telah berada dalam hidup kita pribadi (wahananing wahya dyatmika punika sampun kasarira ).

Baca Juga:  Tasawuf dalam Pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ulama Panutan Salafi

Namun jika kita melihat konsep Pamoring kawulo lan Gusti (kesatuan dengan Tuhan) dalam Wirid hidayat jati hampir sama dengan kosep ma’rifatnya Sunan Bonang Jumbuhing Kawula Gusti atau Mandugaling Kawulo Gusti. Artinya dalam konsep ma’rifat yang bawa dan diajarkan oleh para wali banyak mengajarkan kepada perenungan diri terhadap perbuatan yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, para penganut aliran kebatinan atau tarekat Jawa biasanya selalu mengandalkan laku sopan dan santun terhadap manusia, alam, dan Tuhan Yang Masa Esa.

M. Dani Habibi, M. Ag