Tradisi Lebaran Ketupat, Ternyata Ini Sejarah dan Dasar Dalilnya

tradisi lebaran ketupat

Pecihitam.org – Tradisi lebaran ketupat tentunya menjadi salah satu moment yang cukup menarik dan penting bagi sebagian besar umat Islam khusunya di Indonesia. Apalagi di daerah yang memang memiliki tradisi tersebut setiap tahunnya pada hari raya Idul fitri. Namun bagaimana awal mulanya tradisi lebaran ketupat? Dan benarkah bidah dan tidak ada dalilnya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, bahwa perayaan hari raya Idul fitri rasanya belum lengkap bila tidak ada ketupat. Begitu pula dengan ketupat yang sudah sangat identik dengan perayaan hari raya lebaran ini. Lebaran ketupat ternyata sangat berbeda dengan lebaran 1 Syawal yang biasa dirayakan umat Islam.

Tradisi lebaran ketupat ini berasal dari masyarakat Jawa yang dilakukan oleh masyarakat pada tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah hari raya Idul Fitri.

Daftar Pembahasan:

Sejarah Tradisi Lebaran Ketupat

Adapun yang pertama kali mengenalkan tradisi lebaran ketupat pada masyarakat Jawa adalah Sunan Kalijaga. Pada saat itu beliau memperkenalkan dua istilah yaitu, Bakda lebaran yang merupakan tradisi silaturahmi dan bermaaf-maafan setelah salat Idul fitri, dan Bakda Kupat yang merupakan perayaan seminggu setelahnya.

Jadi, bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa, terdapat dua kali perayaan pelaksanaan lebaran. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, lebaran ketupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idul fitri, yaitu pada tanggal 8 syawal.

Perayaan tradisi lebaran ketupat ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan dengan memasak ketupat dan mengantarkannya kepada sanak kerabat pada tradisi masyarakat Jawa.

Berbagai macam ketupat disajikan dalam menyambut makna tradisi lebaran ketupat oleh masyarakat Jawa ini. Ada ketupat glabed yang berasal dari Tegal, ketupat babanci dari Betawi serta ketupat bawang khas Madura.

Dasar Tradisi Lebaran Ketupat

Dasar dari pelaksanaan lebaran ini ternyata dalam rangka merayakan selesainya pelaksanaan ibadah puasa 6 hari di bulan Syawal.

Puasa 6 hari di bulan Syawal dimulai pada hari kedua setelah hari raya Idul Fitri, karena pada hari pertama atau tanggal 1 syawal umat Islam diharamkan untuk berpuasa.

Baca Juga:  Haruskah Menjawab Adzan Saat Kegiatan Belajar Mengajar Sedang Berlangsung?

Puasa syawal tersebut kemudian akan berakhir pada tanggal 7 Syawal, sehingga lebaran ketupat ini akan dilaksanakan pada tanggal 8 sebagai perayaan selesainya puasa 6 hari di bulan Syawal tersebut.

Puasa 6 hari di bulan syawal ini merupakan ibadah sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW karena keutamaannya yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR Muslim).

Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menjelaskan:

( و ) الرابع صوم ( ستة من شوال ) لحديث من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر ولقوله أيضا صيام رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة أي كصيامها فرضا وتحصل السنة بصومها متفرقة منفصلة عن يوم العيد لكن تتابعها واتصالها بيوم العيد أفضل وتفوت بفوات شوال ويسن قضاؤها

Artinya, “Keempat adalah (puasa sunah enam hari di bulan Syaawal) berdasarkan hadits, ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu mengiringinya dengan enam hari puasa di bulan Syaawal, ia seakan puasa setahun penuh.’ Hadits lain mengatakan, puasa sebulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Semua itu seakan setara dengan puasa (wajib) setahun penuh’. Keutamaan sunah puasa Syawal sudah diraih dengan memuasakannya secara terpisah dari hari Idul Fithri. Hanya saja memuasakannya secara berturut-turut lebih utama. Keutamaan sunah puasa Syawal luput seiring berakhirnya bulan Syaawal. Tetapi dianjurkan mengqadhanya,”(Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, Al-Maarif, Bandung, Tanpa Tahun, Halaman 197).

Kemudian timbul sebuah pertanyaan, apakah Hari Raya atau Lebaran Ketupat ini bidah?

Secara tradisi, Lebaran Ketupat memang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Namun esensinya sudah dilakukan oleh Rasulullah, para Sahabat, Tabiin hingga Ulama sampai sekarang, yaitu sedekah.

Baca Juga:  Bagaimana Ashabul Kahfi Bisa Tidur Selama 309 Tahun? Ini Penjelasan Al-Qur'an dan Sains

Sedekah kepada sanak famili dan tetangga merupakan sunah Nabi yang sangat dianjurkan bahkan memiliki banyak sekali keutamaan. Di antara keutamaannya, menghapus dosa, tidak akan mengurangi harta, melipatgandakan harta, dijauhi dari musibah, mendapatkan perlindungan di hari akhir dan keutamaan-keutamaan lainnya.

Dengan demiikian, tradisi merayakan lebaran ketupat ini memiliki kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan lima konsep maqashid Syariah. Merayakan lebaran Ketupat dengan sedekah termasuk dalam kategori hadist Nabi yang artinya;

“Barang siapa yang membuat satu kebaikan yang baru dalam Islam, maka akan mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi pahalanya sedikit pun.” (HR Muslim).

Karena melihat keutamaan-keutamaan tersebut, maka umat Islam di Nusantara terus menerus melestarikan secara turun-temurun tradisi lebaran Ketupat ini dengan sedekah berupa makanan ketupat ke sanak keluarga dan para tetangga pada setiap tanggal 8 Syawal.

Ngaku Lepat

Makna dari Lebaran ketupat ini tentunya perlu dilihat dari asal istilah ketupat. Dalam bahasa Jawa, kata ketupat berasal dari kata kupat dengan makna istilah ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan dan laku papat yang berarti empat tindakan. Makna ketupat tersebut memiliki filosofi yang berbeda-beda pula.

Ngaku lepat atau mengakui kesalahan ini dilakukan dengan pelaksanaan tradisi sungkeman. Tradisi ini dilakukan untuk memohon maaf kepada orangtua. Makna ketupat yang satu ini mengajarkan kita untuk selalu menghormati orang tua dan selalu mengharapkan bimbingan mereka.

Melakukan tradisi ini juga menunjukkan makna atau bukti kasih sayang antara anak dan orang tua. Selain itu sungkeman juga dilakukan kepada sanak kerabat lainnya, tetangga, serta teman-teman, tidak hanya sebatas dalam kelaurga saja. Jadi, makna ketupat di sini juga berarti untuk menuntun umat islam saling memaafkan dengan penuh ikhlas.

Kemudian, untuk istilah selanjutnya yaitu laku papat atau dalam bahasa Indonesia artinya empat tindakan.

  • Pertama adalah lebaran yang berarti usai, menandakan bahwa puasa Ramadan telah berakhir.
  • Kedua adalah luberan atau melimpah seperti air yang tumpah. Luberan ini memiliki makna berbagi kepada fakir miskin bagi orang-orang yang mampu atau memiliki kelebihan harta.
  • Ketiga adalah leburan. Leburan memiliki makna untuk meleburkan dosa dengan saling bermaaf-maafan satu sama lain. Dengan begitu, dosa yang telah kamu perbuat dapat melebur dan kembali suci.
  • Keempat adalah laburan. Kata ini berasal dari kata labor atau kapur putih. Makna laburan ini adalah hati seorang muslim akan kembali jernih dan suci dengan berbagai ibadah yang telah dilakukan.
Baca Juga:  CATAT! Haram bagi Orang Awam Berpakaian Seperti Ulama

Tradisi lebaran ketupat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa ini merupakan salah satu tradisi baik yang telah praktekkan sejak zaman dahulu kala. Oleh karenanya, bagi masyarakat jawa serasa belum lengkap merayakan hari raya idul fitri tanpa melaksanakan tradisi lebaran ketupat ini.

Dalam tradisi lebaran ketupat ini memiliki makna yaitu mengajak seorang muslim untuk menjadi pribadi yang baik, luhur akhlaknya dan meningkatkan amalan ibadah. Dengan demikian tentunya tradisi ini layak untuk dilestarikan.

Jangan sampai tradisi baik ini punah dan dilupakan masyarakat kita. Dan semoga dengan melaksanakan tradisi Lebaran ketupat kita bisa semakin bertakwa kepada Allah SWT dan menjadi pribadi yang lebih baik. Amiin.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik