Keutamaan Melaksanakan Aqiqah Pada Hari Ketujuh Lahirnya Seorang Anak

Keutamaan Melaksanakan Aqiqah Pada Hari Ketujuh Lahirnya Seorang Anak

Pecihitam.org – Melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran anak merupakan anjuran agama bagi orang tua atau walinya yang mampu. Imam Ibnu Qayyim berkata di dalam kitab Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Mauluud, “salah satu manfaat dari pelaksanaan aqiqah yang sesungguhnya adalah merupakan wujud dari pengorbanan yang akan mendekatkan anak yang baru dilahirkan sejak permulaan waktu kelahirannya ke dunia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Adapun manfaatnya yang lain adalah membebaskan sang anak dari apa yang disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai ‘gadaian’. Rasulullah saw. pernah bersabda:

“Setiap anak yang lahir tergadai pada aqiqah yang disembelih pada hari ketujuh sebagai pengganti (tebusan) dirinya. Baru kemudian diberi nama dan dicukur rambutnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i).

Ibnu Qayyim ra. juga mengatakan bahwa aqiqah sama halnya dengan berqurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, melatih diri untuk bersikap pemurah, dan mengalahkan kekikiran yang ada dalam diri manusia.

Memberikan jamuan adalah suatu bentuk amal pendekatan diri kepada Allah, dan aqiqah adalah membebaskan bayi dari rintangan yang menghambatnya untuk memberi syafaat kepada kedua orang tuanya, atau dari halangan untuk memperoleh syafaat dari kedua orang tuanya.

Melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran anak mengandung pengertian berqurban, syukur atas nikmat, memberi makan, bershadaqah, dan menjamu orang lain ketika memperoleh peristiwa yang menggembirakan.

Baca Juga:  Saat Isteri Meminta Cerai Karena Tidak Dinafkahi, Bagaimanakah Hukum Memandangnya?

Aqiqah merupakan tebusan bagi anak yang baru dilahirkan, sebagaimana Allah menebus Nabi Ismail as. dengan seekor kambing serta rasa persaudaraan di antara para kerabat dan teman pada saat dilangsungkannya acara (aqiqah).

Upacara aqiqah juga termasuk salah satu di antara perhatian dan kepedulian Rasulullah saw. kepada anak-anak. Rasulullah saw. tidak membiarkan para orang tua berbuat sesukanya untuk merayakan kegembiraan kerena hadirnya si buah hati, seperti yang pernah dilakukan pada zaman jahiliyah.

Ibnu Hibban meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Aisyah ra., dimana ia berkata: “orang-orang jahiliyah pada masanya, jika mereka melakukan aqiqah untuk bayinya yang baru dilahirkan, mereka mewarnai pangkal paha sang anak (bayi) dengan darah aqiqah. Pada saat mencukur rambutnya, mereka meletakkan darah hewan di atas kepala bayi. Melihat kebiasaan tersebut, Rasulullah saw bersabda: “Berikanlah wangi-wangian (parfum) pada tempat mengalirnya darah…’ hingga akhir hadits.” (HR. Ibnu Hibban dengan sanad sahih).

Imam Baihaqi menyebutkan dari Sulaiman bin Syarhabil, bahwa Yahya bin Hamzah bercerita kepada kami, dimana ia bertanya kepada ‘Atha Al-Khurasani, “Apa yang  dijaminkan oleh pelaksanaan aqiqah?” Ia menjawab, “memberi jaminan kesucian serta syafaat (karena telah melaksanakan perintah Rasulullah) pada anaknya.” Jawaban ini mengisyaratkan adanya kewajiban aqiqah.

Baca Juga:  Syariat Mencukur Rambut Bayi: Keharmonisan Agama dan Budaya

Rasulullah saw. pernah bersabda: “Bagi bayi laki-laki aqiqahnya dua ekor kambing dan bagi bayi perempuan satu ekor kambing.” (HR. Ahmad di dalam Musnad-nya dan Tirmidzi dengan sanad sahih).

 Rasulullah saw. juga pernah bersabda: “Melakukan aqiqah untuk Hasandan Husein serta mengkhitankan mereka berdua pada saat berumur tujuh hari.” (HR. Baihaqi dengan sanad sahih).

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, “Berikanlah wangi-wangian (parfum) di tempat mengalirnya darah juga pada kepala bayi di hari penyembelihan untuknya.” (hadits sahih)

Adapun prosesi (pelaksanaan) pencukuran rambut pada saat diberlangsungkannya aqiqah adalah tujuannya untuk supaya rambut tumbuh dengan bagus, seperti rambut yang tebal dan ikal. Rasulullah saw. memberi minyak rambut pada saat mencukur rambut anaknya yang baru dilahirkan. Sedangkan untuk mencukurnya beliau menggunakan pisau cukur yang biasa dipakai.

Allah swt. melalui Rasulullah saw. telah menganjurkan supaya mencukur rambut bayi ketika memasuki usia hari ketujuh. Hal ini merupakan bagian dari menjaga kebersihan tubuh si bayi, yaitu dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran yang mengganggunya.

Baca Juga:  Macam-Macam Istilah Anak dalam Islam, Mulai dari Penyebutan Hingga Fasenya

Mencukur rambut bayi juga merupakan anjuran untuk bershadaqah. Rambut yang dipotong ditimbang kemudian dikonversikan dengan emas atau perak. Cara ini ditempuh sebagai isyarat yang menunjukkan penebusannya dengan harta, tidak boleh diperlakukan dengan sembarangan, karena rambut kepalanya adalah karunia Allah yang sangat berharga sehingga ditimbang dengan emas.

Diriwayatkan dari ‘Ali ra. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengaqiqahkan Al-Hasan dengan seekor kambing, lalu beliau bersabda: “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bershadaqahlah dengan perak seberat rambutnya.”

Demikianlah uraian singkat ini semoga bermanfaat bagi saya dan pembaca semuanya. Amin. Wallahu ‘alam.

Mehri Andani MB