Bagaimana Hukum Taat Kepada Presiden dan Wakil Presiden?

Hukum Taat Kepada Presiden dan Wakil Presiden

Pecihitam.org – Hari ini, Ir. Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Pelantikan tersebut dilaksanakan di gedung DPR/MPR RI, Jakarta.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hari ini pula, bangsa Indonesia memiliki pemimpin baru, pemimpin yang berasal dari bangsa, dipilih oleh bangsa dan mengabdikan seutuhnya bagi bangsa. Karakter yang dimiliki kedua pemimpin ini adalah nasionalis religius. Jelas, mewakili jati diri bangsa Indonesia.

Taat kepada Presiden dan Wakil Presiden atau terhadap pemimpin/pemerintah adalah mutlak bagi seluruh bangsa Indonesia, khususnya kaum muslimin di bawah kepemimpinannya.

Bagaimanapun latar belakang Presiden dan Wakil Presiden tersebut, selama keduanya tidak memerintahkan hal yang bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya, maka wajib ditaati dan dilaksanakan.

Terlebih memerintahkan terhadap kebaikan yang mendatangkan kemashlatan, jelas tidak ada alasan bagi kita untuk menyanggah atau bahkan menolak untuk taat terhadapnya.

Program-program yang ditawarkan untuk kemashlahatan dan kemajuan bangsa tentu harus didukung dan ikut berpartisipasi di dalamnya, bukan malah sebaliknya. Inilah di antara substansi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

Wajibnya patuh dan taat kepada Presiden dan Wakilnya, atau terhadap pemimpin/pemerintah/pemegang otoritas telah disuratkan dalam firman-Nya, QS An-Nisa [4]: 59, sebagai berikut:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِى الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. … [QS. An-Nisa: 59].

Baca Juga:  Wapres Depan Ulama: Aturan Terbaru, Tak Ada Penutupan Masjid

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Syekh al-Maraghi dalam tafsir al-Maraghi juz 5 halaman 72 menjelaskan bahwa umat muslim diperintahkan untuk taat kepada Allah dan mengetahui terhadap kitab-Nya. Juga diperintahkan untuk taat kepada Nabi, karena beliaulah yang menjelaskan ketentuan-ketentuan dari Allah.

Sementara dalam menafsirkan lafaz “ulil amri”, Syekh al-Maraghi memberikan penjelasan sebagai berikut:

وأطيعوا أولى الأمر، وهم الأمراء والحكام والعلماء ورؤساء الجند وسائر الرؤساء والزعماء الذين يرجع إليهم الناس في الحاجات والمصالح العامة، فهؤلاء إذا اتفقوا على أمر وحكم وجب أن يطاعوا فيه بشرط أن يكونوا أمناء وألا يخالفوا أمر الله ولا سنة رسوله التي عرفت بالتواتر، وأن يكونوا مختارين في بحثهم في الأمر واتفاقهم عليه

Artinya: (Wahai orang-orang beriman) taatilah ulil amri, yaitu umara, ahli hikmah, ulama, panglima (TNI/Polri/pasukan lainnya), pemimpin-pemimpin lainnya termasuk zu’ama, yang mana orang-orang merujuk kepada mereka dalam setiap kebutuhan dan urusan kemashlatahan umum. Apabila pihak-pihak (yang baru disebutkan) tersebut bersepakat terhadap suatu perkara atau suatu hukum, maka orang-orang mukmin wajib menaatinya, dengan ketentuan mereka adalah orang yang dapat dipercaya dan tidak bertentangan dengan perintah Allah, hadis-hadis mutawatir dan memiliki elektabilitas dalam mengkaji dan meneliti suatu perkara dan bersepakat terhadapnya.

Sederhananya, jika Presiden dan Wakil Presiden/pemerintah/pemegang otoritas telah bersepakat untuk melaksanakan suatu program yang tidak bertentangam dengan perintah Allah dan Rasulnya serta mendatangkan kemashlahatan bagi bangsa, baik suka atau tidak, maka hukum menaatinya adalah wajib.

Baca Juga:  Pandangan Gus Dur Terhadap Gagasan Negara Islam

Hal ini juga didasarkan pada hadis riwayat Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari ‘Ubaidullah Telah menceritakan kepadaku Nafi’ dari Abdullah radliallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan, adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada hak mendengar dan menaati.” [HR. Bukhari]

Dalam menjelaskan hadis tersebut, Ibnu Hajar dalam kitabnya mengungkapkan:

قوله ( ما لم يؤمر بمعصية ) هذا يقيد ما أطلق في الحديثين الماضيين من الأمر بالسمع والطاعة ولو لحبشي ، ومن الصبر على ما يقع من الأمير مما يكره ، والوعيد على مفارقة الجماعة

Artinya: Ucapan “selagi tidak diperintahkan untuk bermaksiat kepada Allah”, ini adalah lafaz yang juga digunakan pada dua hadis sebelumnya akan wajibnya mendengar dan taat terhadap pemimpin walaupun ia seorang Habsy. Di antara bentuk sabar adalah menaati perintah pemimpin yang tidak disukai dan ancaman yang keras bagi mereka yang berpisah dari suatu golongan.

Baca Juga:  KH Ma'ruf Amin, Profesor Ekonomi Syariah Pendamping Jokowi untuk Indonesia

Maksudnya, umat Islam diperintahkan untuk taat kepada kebijakan atau program pemimpin/Presiden dan Wakil Presiden/pemerintah yang mendatangkan kemashlahatan bangsa meskipun mereka tidak menyukai kebijakan atau program pemerintah tersebut.

Contoh, kebijakan penyamarataan harga BBM. Sebagian penduduk di Pulau Jawa merasa keberatan jika harga BBM dinaikkan oleh pemerintah. Namun di sisi lain, harga BBM di Papua turun drastis dan memiliki harga yang sama dengan daerah lain. Kita melihat pemerintah berusaha untuk menunaikan sila ke lima, tentu ini merupakan kemashlahatan nyata.

Selain itu, terdapat kaidah masyhur di kalangan para ulama:

تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة

Artinya: Kebijakan pemerintah mestilah didasari oleh kemashlatan rakyatnya.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *