Begini Cara Ahlussunnah Wal Jama’ah Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat

Begini Cara Ahlussunnah Wal Jama’ah Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat

Pecihitam.org – Dalam Al Qur´an terdapat ayat yang Muhkamat, yaitu yang jelas maknanya dan ayat yang Mutasyabihat, yaitu ayat yang syubhat atau samar maknanya. Hal ini disebutkan dalam QS Ali Imran:7. Kemudian kita dianjurkan untuk selalu membaca doa yang berkenaan dengan ayat Mutasyabihat ini pada ayat berikutnya

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

(Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.

Ayat Mutasyabihat atau ayat samar/syubhat adalah ayat yang makna zahirnya memungkinkan orang terkeliru memahaminya sehingga menyerupakan Allah dengan makhlukNya:

1. Dengan mengatakan Allah memiliki anggota tubuh (jisim) dan berbuat seperti makhluk yang bertubuh, misalnya punya tangan, punya wajah, duduk, bersemayam, berada di langit, turun dari atas ke bawah dengan makna zahirnya dsb.

Pemahaman seperti ini disebut faham Mujassimah, yaitu meyakini Allah punya jisim (sosok tubuh). Ini amat berbahaya sebab sebenarnya pemahaman ini telah membahas dan memikirkan Dzat Allah secara tidak sadar. Akibat membicarakan Ayat Mutasyabihat dengan makna zahir ini (faham Mujassimah) menyebabkan seorang Ustad bergelar doktor menjadi lupa atau tidak tahu lagi hal pokok agama, bahwa Arasy adalah makhluk Allah.

2. Menjadi tidak beradab kepada Allah, yaitu mensifatkan Allah dengan sifat kelemahan atau sifat yang tidak layak bagi Allah, misalnya mengatakan Allah bersifat lupa, Allah bersifat menipu dsb.

Sedang ayat Muhkamat adalah ayat yang jelas maknanya dan mudah difahami yang di dalamnya terdapat pokok-pokok agama. Oleh sebab itu dalam memahami ayat mutasyabihat kita mesti hati-hati agar tidak terkeliru, karena orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan justru mengikuti dan membahas ayat-ayat mutasyabihat itu untuk menimbulkan fitnah, seperti yang disebut dalam surat Ali Imran ayat 7. Disinilah semakin kita sadari pentingnya mempelajari ilmu Aqidah Ahlussunnah wal jamaah.

Dalam ayat berikutnya (ayat 8) dijelaskan pula agar kita hendaknya selalu berdoa minta perlindungan kepada Allah dari hati yang cenderung kepada kesesatan setelah kita mendapatkan hidayat Islam.

Secara garis besar cara pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sesuai dengan konsep Syahadat Tauhid “Laa ilaaha illallah” yang dimulai dengan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk, yaitu menolak adanya ilah (tuhan lain yang disembah) dan kemudian menetapkan yaitu bahwa yang ada dan patut disembah hanyalah Allah.

Ada 2 cara dalam Ahlussunnah wal jamaah memahami ayat Mutasyabihat

A. Tafwid, yakni tidak membahas maknanya sama sekali. Ini dilakukan oleh mayoritas ulama Salaf. Walaupun ada juga Ulama Salaf yang melakukan Takwil, cara ini disebut cara Salaf. Melakukan Tafwid adalah:

Baca Juga:  Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Membaca ayat mutasyabihat sebagaimana lafaz bahasa Arab-nya, tetapi tidak memahami dan membahas makna zahirnya serta tidak pula memahami zahir terjemahannya. Kita beriman dan meyakini bahwa Ayat Mutasyabihat ini adalah dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebut dalam QS Ali Imran ayat 7.

Kita meyakini bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk. Disini kita memulai dengan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk. kemudian Kita serahkan sepenuhnya makna sebenarnya kepada Allah semata, sebab hanya Allah Yang Maha Mengetahui maknanya.

B. Takwil, yakni jika membahas maknanya. Ini dilakukan oleh mayoritas ulama Khalaf. Walaupun ada juga Ulama Khalaf yang melakukan Tafwid, cara ini disebut cara Khalaf. Melakukan Takwil adalah:

Membaca ayat mutasyabihat sebagaimana lafaz bahasa Arab-nya, tetapi tidak memahami dan membahas makna zahirnya serta tidak pula memahami zahir terjemahannya. Kita beriman dan meyakini bahwa Ayat Mutasyabihat ini adalah dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebut dalam QS Ali Imran ayat 7.

Kita meyakini bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk, Disini kita memulai dengan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk, kemudian Kita membahas maknanya dengan mengalihkan dari membahas ayat Mutasyabihat kepada membahas ayat Muhkamat yang pasti maknanya yang berkaitan dengan ayat Mutasyabihat itu. Mengapa mesti kita alihkan kepada ayat Muhkamat? Adalah agar kita meninggalkan hal yang syubhat dan berpegang kepada yang pasti, sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan:

عَنْ أَبِـيْ مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ، سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ وَرَيْحَانَتِهِ قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ :((دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ)). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ

.Dari Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Aku telah hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu’.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasâ`i. At-Tirmidzi berkata,“Hadits hasan shahîh]

Ayat Muhkamat adalah jelas maknanya dan sudah pasti benar, maka kalau kita katakan bahwa ayat Mutasyabihat itu diantaranya berarti seperti yang disebut dalam ayat Muhkamat, adalah tidak akan bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. Dalam ayat Muhkamat itulah terkandung pokok agama dan menerangkan perkara yang bekaitan dengan ayat Mutasyabihat.

Tetapi walaupun begitu kita tetap menyerahkan makna sebenarnya kepada Allah semata, sebab hanya Allah Yang Maha Mengetahui maknanya yang pasti.

Mengapa Ulama Khalaf lebih banyak melakukan Takwil? Sebab di zaman itu, Islam telah berkembang ke daerah berbudaya tinggi tetapi yang mempunyai keyakinan yang menyesatkan, seperti budaya/agama Yunani yang mempercayai dewa-dewa. Mereka mempercayai dan terbiasa dengan kepercayaan kepada tuhan-tuhan yang berjism (bersosok/mempunyai bentuk/jasad), sehingga mempengaruhi keyakinan kaum yang baru masuk Islam. Mereka banyak mempertanyakan hal-hal Aqidah, yang memerlukan penjelasan, dengan melakukan takwil, yaitu mengalihkan dari membahas ayat yang Mutasyabihat yang samar artinya kepada membahas ayat yang Muhkamat yang jelas maknanya dan dapat difahami oleh akal sesuai dengan fitrahnya.

Tafwid (tidak melakukan takwil) Ulama Salaf dalam memahami ayat Mutasyabihat berbeda jauh dengan tidak melakukan takwilnya pemahaman Ulama yang sekarang menamakan dirinya Salafi/Wahabi (penganut Tri Tauhid).

Baca Juga:  Ilmu Tauhid Dasar Ahlussunnah wal Jamaah; Hukum Akal

Ulama Salaf melakukan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk terlebih dahulu, baru kemudian menetapkan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah tanpa membahas. Seperti disebut di atas sesuai dengan konsep Syahadat Tauhid “Laa ilaaha illallah”, yaitu menolak terlebih dahulu adanya ilah selain Allah baru menetapkan hanya Allah satu-satunya Ilah (Tuhan yang layak kita sembah).

Sedangkan ulama Salafi mengikut pemahaman ulama mereka, yaitu menetapkan Sifat Allah dengan makna zahir ayat Mutasyabihat terlebih dahulu, baru kemudian melakukan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk, seperti yang tersebut dalam Tauhid asma wa sifat yang mereka susun. Mereka menetapkan dahulu bahwa Allah ada di atas Arasy sebagaimana makna zahirnya, tidak boleh menta`thil (membuang), tidak mentakwil (mengganti), sehingga mereka memahami Allah punya tangan, punya wajah, punya kaki, berada di atas sebagaimana makna zahirnya. Bahkan disebutkan bahwa Allah mempunya sifat fisik (lihat video ini). Disebut disitu bahwa Allah punya telapak kaki yang dipakai untuk membuat neraka menjadi mengkerut seperti daging. Dalam video ini Disebut tempat telapak kaki Allah (Kursi) meliputi langit dan bumi tempat telapak kaki Allah (Kursi) meliputi langit dan bumi.

Kemudian baru ditanzih: tanganNya, wajahNya, kakiNya tidak serupa dengan tangan, wajah dan kaki makhluk. Walaupun disebut tidak serupa makhluk tetapi ini berbahaya sebab:

1. Syubhat menyerupakan Allah dengan makhluk secara tidak sadar dan memahami Allah berjasmani (berjisim, punya volume, ada di lokasi tertentu yang ada arah, baik di alam nyata maupun yang ghaib). Ini sebenarnya sifat jisim makhluk atau alam, walaupun kemudian mereka katakan jisim. Itu sebabnya golongan ini disebut Mujassimah (golongan yang meyakini Allah berjisim). Pemahaman Mujassimah ini sudah mereka masukkan melalui catatan kaki Mushaf Al Qur´an.

2. Melanggar Sifat Wahdaniyah Allah, yakni Maha Esa. Kalau ditanya dimana Kuasa Allah, ada pada kakiNya, wajahNya, tanganNya atau pada bagian Dzat Allah yang lain? ada berapa jumlah Kuasa Allah?

Kalau dikatakan ada pada bagian-bagian Dzat itu tetapi satu, satu tetapi ada pada bagian-bagian Dzat Allah itu, maka ini sama dengan keyakinan orang yang berkata tiga tapi satu, satu tapi tiga. Mereka tidak sadar bahwa sifat berbilang dalam satu dzat juga termasuk sifat jisim (tubuh), sifat yang menyerupai makhluk. Kita berlindung kepada Allah dari keyakinan yang seperti itu.

Namun anehnya ketika mereka membahas Sifat Rububiyah dalam Tauhid Rububiyah, mereka tidak lagi memegang makna zahir Rububiyah -yang akar katanya sama dengan Tarbiyah, Murobbi, Robbayani (dalam doa untuk orang tua)- yang artinya Memelihara/ Mendidik yang erat dengan Sifat rahmat (kasih sayang). Sifat ini justru mereka ta’thil (buang), sehingga mereka meyakini orang kafir mengakui Tauhid Rububiyah, padahal dalam Quran disebut orang kafir mengakui arbaba (banyak robb) selain Allah dan tidak mengakui Allah dapat menghidupkan mereka di kali kedua setelah mereka mati di dunia.

Contoh Takwil Ulama khalaf ASWAJA:

QS Thaha, ayat 5: الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy.

  1. Kita membaca apa adanya sebagaimana lafaz bahasa Arab-nya. Kita beriman dan meyakini bahwa Ayat Mutasyabihat ini adalah dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebut dalam QS Ali Imran ayat 7.
  2. Kita meyakini Allah tidak serupa dengan makhlukNya atau melakukan tanzih yaitu mensucikan Allah dari menyerupai makhluk. Kita tidak memahami bahwa Allah bersemayam atau ada di atas arasy sebagaimana makna zahirnya.
  3. Kita membahas ayat Muhkamat yang ada kaitannya dengan ayat Mutasyabihat.
Baca Juga:  Inilah Metodologi Istidlal dalam Akidah Islam yang Wajib Diketahui Setiap Muslim

Contoh ayat Muhkamat itu adalah:

QS At Taubah, ayat 129: فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Robb (Tuhan Yang Menguasai, Memiliki, Mencipta, Memelihara) ‘Arsy yang agung“.

Dalam surat At Taubah:129 jelas disebut bahwa Allah adalah Robb (Penguasa, Pemilik, Pencipta, Pemelihara) dari Arasy yang agung. Kata Al Azhim disini ditulis dengan kasroh (tanda harakat di bawah) menunjukah keterangan untuk Arasy. Allah adalah Robb seluruh alam, dimana salah satu makhlukNya yang agung adalah Arasy. Inilah salah satu pokok keyakinan kita, Dalam ayat itu tidak akan ada kekeliruan pemahaman atau penyerupaan Allah dengan makhlukNya

atau

QS Al Buruj ayat 14-15: وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ – ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ

Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (14), yang mempunyai ‘Arsy, lagi Maha Mulia, (15)

Dalam Surat Al Buruj ayat 15 juga dijelaskan bahwa Allah Yang Maha Mulia adalah Pemilik Arasy. Al Majid ditulis dengan dhomah (tanda harakat di depan) adalah keterangan untuk Robb. Makna ayat ini jelas, tidak akan ada kekeliruan dan tidak ada keraguan

Jadi makna ‘alal ‘Arsy istawa surat Thaha ayat 5 diantaranya dapat bermakna Robbul ‘Arsy seperti termaktub dalam Surat At-Taubah ayat 129 dan Dzul ‘Arsy sebagaimana dalam Surat Al Buruj ayat 15. Kedua ayat Muhkamat ini jelas maknanya dan tidak ada keraguan dalam memahaminya sebab tidak ada syubhat penyerupaan Allah dengan makhlukNya.

4. Bagaimanapun makna ‘alal ‘Arsy istawa yang sebenarnya dalam surat Thaha ayat 5 itu hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah contoh tentang Ayat Muhkamat (QS At-Taubah ayat 129 dan Surat Al Buruj ayat 15) yang jelas maknanya yang menjadi pokok ajaran Islam yang menerangkan sebagian maksud dari Ayat Mutasyabihat sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 7. Pokok agama yang dimaksud diantaranya adalah

  • Allah adalah Robb, Penguasa, Pencipta, Pemilik dan Pemelihara Arasy.
  • Arasy adalah makhluk yang agung. Diceritakan seluruh bumi dan langit serta bintang-bintang dan galaxi-galaxi kalau dibandingkan dengan Arasy adalah seperti cincin yang diletakkan di atas padang pasir. Betapa besar dan hebatnya Arasy. Arasy dipikul oleh malaikat-malaikat. Arasy makhluk yang agung ini ada dalam Kuasa dan Pemeliharaan Allah dan ini Allah ciptakan hanya dengan “Kun fa yakun”, Allah berfirman “jadi maka jadilah”. Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallahu, Allahu Akbar.

Sebaliknya contoh Ayat Mutasyabihat (surat Thaha ayat 5) adalah samar artinya, Allah tidak suruh kita membahasnya. Hanya orang-orang yang condong pada kesesatan yang membahasnya sehingga menimbulkan fitnah. Itu sebabnya di ayat berikutnya (QS Ali Imran ayat 8) kita disuruh membaca doa khusus untuk minta perlindungan kepada Allah dari fitnah ini setelah kita mendapat hidayah. Wallahu a´alam.

Sanad: PemudaDesa

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *