Hak Asuh Anak dalam Islam Jika Orang Tuanya Bercerai, Ikut Ayah atau Ibu?

hak asuh anak dalam islam

Pecihitam.org – Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan pernikahan sekali saja dan langgeng seumur hidup. Apalagi jika sudah mempunyai buah hati lengkaplaj sudah kebahagiaan keduanya. Namun tidak jarang dalam masalah rumah tangga hingga akhirnya menyebabkan perceraian hingga berimabas kepada anak-anak mereka.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kemudian, sering terjadi pula antara mantan suami istri tersebut kemudian saling berebut hak asuh anak. Lantas, jika terjadi perceraian, kepada siapa hak asuk anak? Suami atau istri? Dan bagaimana Islam dalam mengatur hak asuh anak tersebut?

Di dalam kitab at Taqrib karya imam Abu Syuja’ bab al-hadhanah (hak asuh anak) dijelaskan bahwa jika suami mencerai istrinya dan mempunyai seorang anak dari istri tersebut, maka sang istri-lah yang lebih berhak mengasuk anak itu setelah terjadi perceraian.

Dan Imam Abu Qasim al-Ghazi di dalam kitab Fathul Qarib menjelaskan bahwa istri lebih berhak dengan segala sesuatu yang menjadikan kebaikan anak dengan jalan mendidiknya, merawatanya, memberikan makan, minum, memandikan badannya, mencuci bajunya, merawatnya bila sakit dan kemaslahatan-kemaslahatan lainnya. Sedangkan biaya perawatan dan nafkah sang anak tetap wajib ditanggung oleh ayah.

Baca Juga:  Syarat, Rukun, Sunnah dan yang Membatalkan Tayammum (Lengkap)

Akan tetapi jika istri menolak untuk merawat anaknya, maka pengasuhan anak itu beralih kepada para ibunya istri (nenek, buyut dst). Dan perawatan itu berlangsung hingga usia 7 tahun.

Usia 7 tahun ini adalah usia tamyiz menurut kebiasaan usia anak yang sudah bisa melakukan aktivitas kesehariaannya dengan mandiri. Keterangan ini sebagaimana dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:

عن عبد الله بن عمرو أن امرأة قالت: يارسول الله، كان بطني له وعاء وثديي له سقاء وحجري له حواء وان اباه طلقني واراد أن ينزعه مني فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم أنت أحق به مالم تنكحي رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم

“Dari Abdullah bin Amru bahwasannya ada seorang wanita yang bertanya: “Wahai Rasulullah, perutku baginya (anakku) adalah tempat, putingku baginya adalah wadah, dan pangkuanku baginya adalah tempat, dan sungguh ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin merebutnya dariku, Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kamu lebih berhak dengannya selama kamu belum menikah.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan disahihkan oleh imam Al Hakim).

Kemudian, setelah usia 7 tahun, maka anak yang telah mandiri (tamyiz) tersebut kemudian diperintah agar memilih apakah ia ingin ikut ayah atau ibunya. Mana yang dipilih antara keduanya, maka hendaklah anak diserahkan kepada pihak yang dipilih. Hal ini juga sesuai sabda Rasulullah Saw.

Baca Juga:  Sujud Tilawah, Bagaimana Tata Caranya?

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن امرأة قالت: يا رسول الله أن زوجي يريد أن يذهب بابني، وقد نفعني وسقاني من بئر عنبة، فجاء زوجها فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يا غلام، هذا ابوك وهذه أمك، فخذ بيد أيهما شئت. فأخذ بيد أمه، فانطلقت به. رواه أحمد والأربعة وصححه الترمذي.

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya ada seorang perempuan berkata: “Wahai Rasulullah Saw. sungguh suamiku ingin mengasuh anakku, sedangkan ia sungguh telah bermanfaat bagiku, dan ialah yang memberikan aku minum dari sumur Inabah, lalu suaminya pun datang (kepada Nabi Saw.) Nabi Saw. bersabda: “ Wahai anak laki-laki, ini adalah bapakmu, dan ini ibumu, pilihlah diantara keduanya yang kamu mau,” Ia mengambil tangan ibunya yang kemudian pergi dengannya. HR. Ahmad dan imam empat (Abu Daud, At Tirmidzi, Annasai dan Ibn Majah).

Namun jika salah satu di antara keduanya (bapak dan ibu) ada kekurangan, misalnya keterbelakangan mental, maka yang berhak mengasuh adalah pihak lain, selama kekurangan itu selalu tetap ada padanya.

Baca Juga:  Hukum Menutup Jalan untuk Pengajian, Bagaimanakah Pendapat Ulama Fiqih?

Dan kalau ayah dari anak tersebut meninggal, maka anak disuruh memilih antara ikut kakek dan ibu. Demikian pula pemilihan terjadi antara ibu dan orang yang ada urutan nasab, misalnya saudara laki-laki dan paman (dari pihak ayah).

Demikianlah penjelasan perihal hak asuh anak dalam islam jika kedua orang tuanya bercerai. Apabilaa ia masih kecil dibawah usia tamyiz, maka hak asuh anak jatuh dipihak ibu. Sedangkan, jika sudah tamyiz maka ia disuruh memilih, apakah ingin diasuh ayah atau ibunya.

Waallahua’lam bisshawab.

Lukman Hakim Hidayat