Hukum Musik Dalam Islam? Ini Penjelasannya

Hukum Musik Dalam Islam? Ini Penjelasannya

PeciHitam.org – Menurut al-Ghazali perihal hukum musik dalam Islam, baik al-Quran maupun al-Hadits, tidak satupun yang secara jelas menghukumi musik. Memang ada sebuah hadits yang menyebutkan larangan menggunakan alat musik tertentu, seperti seruling dan gitar (Mohammad Nawawi, Syarh Sulam al-Taufik, Surayabaya: Dar Ihya al-Kitab al-Arabiyyah, tt, hal 75)

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun, sebagaimana yang dikemukakan al-Ghazali, larangan tersebut tidak ditunjukkan pada alat musiknya (seruling atau gitar), melainkan disebabkan karena “sesuatu yang lain” (amrun kharij). Di awal-awal Islam, sambung al-Ghazali, kedua alat musik tersebut lebih dekat dimainkan di tempat-tempat maksiat, sebagaimana musik pengiring ketika pesta minuman keras.

Orang Islam tidak boleh meniru pola dan gaya hidup seperti itu. Nabi SAW sudah mewanti-wanti dengan mengatakan: “Man tsyabbaha biqaumin fahuwa minhum” (barangsiapa meniru gaya hidup suatu kaum maka ia termasuk bagian dari kaum itu).

Adapun argumentasi dalam bentuk qiyas menyatakan bahwa kata ‘bunyi’ itu mengandung sejumlah pengertian yang perlu dikaji baik secara terpisah maupun keseluruhan. Kata ini mengandung pengertian sebuah aktivitas mendengarkan suara yang indah, berirama, terpahami maknanya, dan menyentuh perasaan.

Baca Juga:  Ternyata Benar, Ruh Orang Meninggal Pulang ke Rumahnya Setiap Malam Jumat

Secara lebih umum ‘bunyi’ adalah suara yang indah. Bunyi yang indah ini terbagi atas yang berirama (terpola) dan yang tidak berirama. Bunyian yang berirama terbagi atas suara yang dipahami seperti syair-syair dan suara yang tidak terpahami seperti suara-suara tertentu.

Sedangkan mendengarkan suara yang indah ditinjau dari keindahannya tidak lantas menjadi haram. Bahkan bunyi yang dihasilkan dari gerakan benda-benda mati dan suara hewan itu halal berdasarkan nash dan argumentasi qiyas,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi, tahun 1358 H/1939 H, Juz 2, Halaman 268).

Berangkat dari apa yang kemukakan di atas, Imam Al-Ghazali tidak menemukan satupun nash yang secara jelas mengharamkannya.

Kalau pun ada nash yang mengharamkan musik dan nyanyian, keharamannya itu bukan didasarkan pada musik dan nyanyian itu sendiri, tetapi karena dibarengi dengan kemaksiatan seperti minum-minuman keras, perzinaan, perjudian, ataupun penyebab lalainya melaksanakan sebuah kewajiban.

Adapun aktivitas mendengarkan musik atau nyanyian itu sendiri, menurut Imam Al-Ghazali seperti disebutkan di atas, halal.

Baca Juga:  Menarik Pemberian Pada Istri, Bolehkah Suami Melakukannya?

Jadi Imam Al-Ghazali memisahkan secara jelas antara musik beserta nyanyian itu dan kemaksiatan yang diharamkan secara tegas di dalam nash maupun qiyas terhadap nash.

Adapun pendapat ulama yang memperbolehkan mendengarkan musik datang dari Abu Thalib al-Makki. Menurut Abu Thalib, para sahabat Nabi SAW, seperti Abdullah bin Ja’far, Abdullah bi Zubair, Mughirah bin Syu’bah, Muawiyah dan sahabat Nabi lainnya suka mendengarkan musik.

Menurutnya, mendengarkan musik atau nyanyian hampir sudah mentradisi dikalangan ulama salaf ataupun para tabi’in.  Bahkan, kata Abu Thalib, ketika dia berada di Makkah, pada saat peringatan hari-hari besar, orang-orang Hijaz merayakannya dengan pagelaran musik (Abi Al-Abbas Ahmad bin Muhammad, Kaf al-Ria’, hal 273).

Tradisi seperti itu juga dilakukan oleh orang-orang Madinah. Seperti yang diakui sendiri oleh Abu Thalib bahwa dia pernah melihat Qadi Marwan memerintahkan budak perempuannya untuk bernyanyi di hadapan orang-orang sufi. Al-‘Ata juga memiliki dua budak wanita yang keduanya pandai bernyanyi dan sering dipentaskan di depan saudara-saudaranya.

Baca Juga:  Berdzikir Menggunakan Tasbih, Bagaimanakah Hukumnya?

Kesimpulan yang dapat kita petik, hukum musik dalam Islam diperbolehkan dalam Islam. Meskipun diperbolehkan, seperti yang telah dijelaskan para ulama terdahulu, musik diharamkan jika diiringi dengan perbuatan maksiat atau sampai membuat kita lupa kepada Allah.

Alangkah baiknya, jika lantunan maupun bunyi-bunyian indah itu semakin membuat kita mendekat kepada Allah. Karena, salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah ialah kemampuan dalam mendengar dan media penyampaian dalam musik juga melalui pendengaran.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *