Ini Lho Ketentuan Waris Dalam Islam, Pahami Dengan Baik!

Ini Lho Ketentuan Waris Dalam Islam, Pahami Dengan Baik!

PeciHitam.org – Kata waris berasal dari bahasa Arab, yaitu warisa-yurisu-warsan atau irsan/turas yang berarti mempusakai. Ketentuan waris dalam Islam meliputi tentang siapa yang berhak dan tidak berhak menerima warisan, juga jumlah harta yang diterima. Selain waris, sering dipakai istilah faraidh yang artinya kadar atau bagian.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada masa sebelum turunnya agama Islam, masyarakat Arab mewariskan hartanya pada sukunya, dan wanita termasuk dalam harta yang diwariskan. Dengan demikian, wanita tidak memiliki hak mewarisi kecuali wanita dari kalangan elite. Allah lalu menegur mereka melalui surat An-Nisa ayat 19 yang isinya antara lain larangan untuk mempusakai wanita dengan paksa.

Kedatangan agama Islam pun membawa perubahan besar dengan aturan bahwa setiap pribadi baik laki-laki maupun perempuan berhak memiliki harta, menerima warisan, dan mewariskan. Sebelum pembagian harta warisan, ada kewajiban yang harus dikeluarkan dari harta warisan, yaitu untuk membiayai penyelenggaraan jenazah, membayar utang, dan membayar wasiat dengan syarat tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalannya.

Mengenai ahli waris, ada delapan kelompok orang yang berhak menerima warisan, yaitu:

1. Ahli waris sababiah, yaitu orang yang berhak mendapat hak waris karena hubungan perkawinan yang masih berjalan.

2. Ahli waris nasabiah, yaitu orang yang berhak mendapat warisan karena hubungan darah, antara lain dari garis keturunan ayah atau ibu terus ke atas, garis keturunan anak baik laki-laki maupun perempuan dan terus ke bawah, dan saudara, baik saudara laki-laki maupun perempuan, saudara seayah maupun seibu, serta paman dan kemenakan.

Baca Juga:  Jangan Asal Copas! Berikut Beberapa Kesalahan dalam Memahami Fiqih

3. Ahli waris menurut jenis kelamin, antara lain

  • suami
  • anak laki-laki
  • cucu laki-laki dari garis keturunan laki-laki
  • ayah
  • kakek
  • saudara laki-laki seibu seayah
  • saudara laki-laki seibu
  • saudara laki-laki seayah
  • anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah dan terus ke bawah menurut garis keturunan laki-laki
  • anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan terus ke bawah menurut garis keturunan laki-laki
  • paman seibu seayah
  • paman seayah
  • anak laki-laki dari paman seibu seayah dan terus ke bawah menurut garis keturunan laki-laki
  • anak laki-laki dari paman seayah dan anak laki-laki melalui garis keturunan laki-laki ke bawah.

4. Ahli waris menurut jenis kelamin perempuan, yaitu istri, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah melalui garis keturunan laki-laki, ibu, nenek, saudara perempuan seibu seayah, saudara perempuan seibu, dan saudara perempuan seayah.

5. Ahli waris yang memperoleh bagian tertentu yaitu:

  • suami memperoleh setengah harta istri jika istri tidak meninggalkan keturunan, dan memperoleh seperempat jika istri meninggalkan keturunan.
  • istri memperoleh seperempat harta waris jika suami tidak meninggalkan keturunan, dan memperoleh seperdelapan jika suami meninggalkan keturunan.
  • ayah memperoleh seperenam harta peninggalan anaknya jika anaknya tidak memiliki keturunan
  • ibu memperoleh sepertiga harta anaknya apabila anaknya tidak meninggalkan keturunan atau dua orang saudara atau lebih, namun ibu mendapat seperenam bagian jika anaknya memiliki keturunan atau dua orang saudara atau lebih
  • seorang anak perempuan dan tidak memiliki saudara laki-laki mendapat setengah harta waris, namun jika anak perempuan ada dua orang atau ada anak laki-laki, maka ia mendapat dua pertiga bagian
  • cucu perempuan dari garis keturunan anak laki-laki, jika hanya seorang dan tidak ada yang lain maka mendapat setengah bagian harta warisan, jika ada dua atau lebih maka bagiannya adalah sebanyak dua pertiga, jika si mati memiliki anak perempuan, maka cucu perempuan memperoleh seperenam bagian
  • saudara perempuan sekandung mendapat setengah bagian jika hanya seorang dan tidak ada ahli waris lain yang dekat, jika ada dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris lain, maka bagiannya adalah dua pertiga
  • saudara perempuan seayah, mendapat setengah bagian harta warisan jika hanya seorang dan tidak ada ahli waris yang lain, jika jumlahnya dua orang atau lebih maka bagiannya adalah seperenam.
  • saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan memperoleh seperenam bagian jika tidak ada saudara yang lain dan si mati tidak meninggalkan keturunan, dan dua pertiga bagian jika ada dua orang atau lebih, namun jika tidak ada saudara perempuan dan tidak ada keturunan maka saudara laki-laki menguasai seluruh bagian, jika ada saudara laki-laki dan perempuan, maka saudara laki-laki memperoleh bagian sebanyak dua saudara perempuan.
  • kakek memperoleh seperenam harta waris jika tidak ada keturunan
  • nenek mendapat seperenam bagian jika tidak ada keturunan ke atas yang lebih dekat
Baca Juga:  Keutamaan Menjalankan Dua Rakaat Shalat Dhuha

6. Ahli waris asabat, yaitu ahli waris yang menerima harta peninggalan tidak berdasarkan jumlah tertentu, tetapi mendapat sisa peninggalan dari ahli waris yang telah disebutkan dalam poin ke-5. Ahli waris ini terdiri atas ahli waris yang telah memerdekakan orang yang meninggalkan pusaka dengan status hamba.

7. Orang yang tidak memiliki hubungan dengan pewaris. Ali bin Abi Thalib, Mu’az bin Jamal, Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang lain, dan pihak tabiin berpendapat terkait ketentuan waris dalam islam, bahwa ahli waris yang tidak memiliki hubungan dengan pewaris bisa mendapatkan hak warisan.

Namun, Imam Malik, Imam Syafi’i, Abdurrahman Al-Auza’i, dan Ibn Hazm berpendapat jika seseorang meninggal tanpa memiliki ahli waris (kerabat) maka hartanya menjadi milik baitulmal.

Baca Juga:  Jual Beli Kredit, Benarkah Hukumnya Termasuk Riba?
Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *