Kitab Faidhul Barakat Karya Kiai Arwani Saat Masih Nyantri di Pesantren al-Munawwir Krapyak

Kitab Faidhul Barakat Karya Kiai Arwani Saat Masih Nyantri di Pesantren al-Munawwir Krapyak

PeciHitam – Tradisi menghafal al-Quran memang sudah berlangsung sejak zaman pertama kali diturunkannya al-Quran. Di Indonesia, sanad keilmuan al-Quran, khususnya dalam bidang qira’at dipegang oleh dua ulama kharismatik, salah satunya Kiai al-Munawwir Krapyak.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu murid Kiai al-Munawwir Krapyak yang terkenal, ialah Kiai Arwani Kudus. Nama lengkap beliau ialah K.H. Arwani bin Muhamad Amin al-Qudsi. Nama al-Qudsi ini dinisbatkan kepada nama daerah di pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Kudus. Kiai Arwani dilahirkan pada hari Selasa Kliwon, tanggal 5 Rajab 1323 H/5 September 1905 M, tepatnya di Desa Madureksa, Kerjasan, Kudus, dan wafat pada tahun 1994.

Kiai Arwani muda, belajar agama kepada ayah dan kakeknya, yaitu K.H. Muhamad Amin dan K.H. Imam Haramain. Beliau juga belajar di Madrasah Mu’awanatul Muslimin yang didirikan K.H. Abdullah Sajad, Kudus.

Di tempat ini, beliau mempelajari ilmu fiqh, tajwid, naḥwu, ṣaraf, akhlak, dan ilmu keagamaan lainnya. Setelah dari Madrasah Mu’awanatul Muslimin, beliau melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Pesantren Jamsaren Solo.

Selesai dari Pesantren Jamsaren, beliau berguru kepada K.H. Hasyim Asy’ari, di Tebuireng, Jombang. Di Pesantren ini, beliau mempelajari kitab Sirah al-Qari (syarah/penjelas Hirzul Amani) karya Abul Qasim Ali ibn Utsman ibn Muhammad yang membahas tentang ilmu qira’at.

Selesai berguru kepada K.H. Hasyim Asy’ari, Kiai Arwani kembali ke Kudus untuk berkarir. Namun tidak berselang waktu lama, beliau memutuskan untuk melanjutkan belajarnya ke Pesantren al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Meski masih berstatus sebagai santri, beliau menuliskan sebuah kitab yang diberi judul Kitab Faidhul Barakat fi Sab’il Qira’at.

Kitab Faidhul Barakat fi Sab’il Qira’at ditulis ketika Kiai Arwani saat masih mengaji kitab Hirzul Amani karya Syekh al-Qurra Abu Muhamad al-Qasim al-Syathibi, yaitu ditulis sekitar tahun 1930-an.

Baca Juga:  Apa Saja Intisari Kitab Zabur?

Sebelumnya, Kiai Arwani juga pernah belajar ilmu qira’at al-Quran dengan mengaji kitab Sirah al-Qari (syarah/penjelas Hirzul Amani) karya Abul Qasim Ali ibn Utsman ibn Muhammad saat masih nyantri di Pesantren Tebuireng Jombang berguru kepada K.H. Hasyim Asy’ari, di Tebuireng,

Tentu, apa yang menjadi landasan Kiai Arwani dalam menulis kitabnya tidak lepas dari horizonnya yang muncul saat mengaji kitab Hirzul Amani, yang notabene sama-sama kitab qira’at al-Quran. Salah satu yang menjadi dasar dari Kiai Arwani, bahwa dalam muqaddimahnya, Kiai Arwani mengutip sebuah Hadis Nabi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان هذا القرأن انزل على سبعة احرف فاقرأوا ما تيسر منه.

Baca Juga:  Kitab Shahih Muslim Karangan Imam Muslim

“Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim)

Hadis ini sebagai pengantar pemahaman bahwa salah satu hal penting bagi pengkaji (kebahasaan) al-Quran adalah harus mengetahui qira’at sab’ah.

Pada awal tahun 2016, kitab ini sedang proses tahqiq di Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah sebelumnya ditemukan manuskripnya secara lengkap, yang terdiri dari tiga jilid, dan kitab ini tergolong sebagai kitab pokok dalam hal ilmu qira’at sab’ah di Nusantara.

Kiai Arwani menulis kitabnya lengkap sebanyak 30 juz al-Quran (terdiri dari 3 jilid), dengan tujuan agar tidak terjadi kerancuan dalam memahami qira’at sab’ah. Tujuan lain dari mempelajari qira’at al-Quran adalah untuk menjaga otentisitas al-Quran itu sendiri, disamping itu, ada misi untuk memberikan ‘propaganda’ agar Muslim mau belajar dengan sungguh- sungguh (khususnya dalam qira’at al-Quran).

Baca Juga:  Mengenal Kitab Syarah Shahih Muslim, Karya Monumental dari Imam Nawawi

Sesuai judulnya, Kiai Arwani juga sengaja tidak mengambil pendapat lain dari selain tujuh imam qira’at yang tertuang dalam kitabnya, hal ini seolah mengindikasikan bahwa Kiai Arwani sepakat bahwa qira’at yang mutawatir hanyalah qira’at sab’ah.

Beberapa hal yang menjadi penting bagi Kiai Arwani adalah tentang waqaf pada setiap awal ayat, argumentasi yang dibangun adalah karena hal tersebut merupakan perintah Nabi (marfu’), salah satu cara menjaganya adalah dengan struktur kata dalam al-Qur’an, agar memudahkan bagi pemula yang ingin mempelajari kebahasaan al-Qur’an.

Mohammad Mufid Muwaffaq