Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah dalam Tradisi Tasawuf

Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah dalam Tradisi Tasawuf

Pecihitam.org – Nama tarekat Naqsyabandiyah ini diambil dari pendirinya, Syeikh Bahauddin Muhammad An-Naqsyabandi (w. 791 H/1289 M). Tarekat ini memiliki pengaruh yang sangat besar di kalangan umat Islam di seluruh dunia, bahkan sampai di Indonesia. Ia termasuk jenis tarekat yang muktabarah atau diterima sebagai salah satu tarekat yang sah menurut madzhab Sunni.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tarekat Naqsyabandiyah ini diyakini memiliki pertalian spiritual dengan khalifah Islam pertama, yakni Abu Bakar. Tidak seperti silsilah kebanyakan tarekat yang lebih merujuk pada sepupu dan menantu Nabi, Ali bin Abi Thalib.

Menurut catatan sejarah, tarekat ini didirikan di Asia Tengah. Meski di masa-masa awal berkembang di dunia Persia, tapi tarekat Naqsyabandiyah lebih cenderung berhaluan Sunni dan akhirnya agak kehilangan pengaruh di Persia.

Para penganut tarekat Naqsyabandiyah banyak tersebar di Turkistan, Suriah, Turki, Afganistan, Indonesia, Cina, dan Afrika. Cabang tarekat ini, Mujaddidiah, yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Sirhindi, berkembang pesat di India, tapi akhirnya pindah ke Turki.

Menurut Abdullah Saeed (2014), para penganut Naqsyabandiah tidak merasa malu untuk terlibat dalam politik. mereka umumnya memiliki hubungan yang baik dengan kerajaan Turki Utsmani, Syaikh Ahmad Ziauddin Gumush (w. 1311 H) dari Turki, yang memiliki banyak pengikut dan masih eksis hingga hari ini.

Baca Juga:  Tujuh Tahapan Agar Bahagia Dunia Akhirat Menurut al-Ghazali

Dalam konteks sejarah, para syaikh sufi yang lain di Turki banyak yang turut berperang dalam Perang Dunia Pertama dan perang Kemerdekaan Turki, dan banyak juga para pengikut tarekat Naqsyabandiyah yang militan dengan menentang keras berdirinya negara Turki sekuler di era modern.

Di India, para penganut Naqsyabandiah turut berperan penting dalam mengembangkan ideology Mughal, terutama Ahmad Sirhindi yang mencoba mereformasi kelas penguasa.

Para penganut Naqsyabandiah, yang bergabung dengan pengikut Qadiriyah, juga aktif dalam menahan Rusia yang berusaha masuk ke Kaukasus.

Di Indonesia sendiri, tarekat Naqsyabandiyah berkembang melalui jalan kultural, artinya para guru sufi perlahan-lahan mengajarkan paham ini bersamaan dengan pengajaran syari’at, meski tidak diketahui secara pasti kapan tarekat ini masuk di Indonesia.

Tapi umumnya tarekat ini selalu bergandengan tangan dengan tarekat Qadiriah yang menjadi salah satu aliran tarekat di kalangan NU yang paling khas dan membumi.

Baca Juga:  Kitab Minhajul Abidin Karya Imam al-Ghazali

Baik di desa-desa dan perkotaan, aliran tarekat yang berkembang di Indonesia selalu melibatkan Naqsyabandiah dan Qadiriyah. Sebelum para guru sufi atau mursyid mempelajari dan mengamalkan ajaran tarekat yang lainnya, mereka sudah seperti memiliki kewajiban untuk mengamalkan terlebih dahulu kedua aliran tarekat ini.  

Menurut ajaran Naqsyabandiah ini, ada tiga level ritual spiritual sehati-hari berdasarkan tahap perjalanan masing-masing dalam mengarungi tarekat ini.

Level pertama, selain menjalankan ibadah wajib sebagaimana yang dilakukan oleh semua muslim (seperti shalat lima waktu dan mengikuti aturan hukum agama), penganut tarekat Naqsyabandiah yang masih pemula diharuskan mengulangi bacaan-bacaan, doa-doa, asma al-husna, dan surat-surat dalam al-Qur’an dibaca berkali-kali, selain juga bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Level kedua, murid tarekat tersebut melakukan hal yang sama sebagaimana pada level pertama, tetapi dengan pengulangan yang semakin meninggat, yakni bacaan dzikir-dzikirnya. Artinya keistiqamahan dalam bermunajat kepada Allah SWT lebih ditingkatkan lagi.

Baca Juga:  Mengenal Madzhab Tasawuf; Akhlaqi, Amali dan Sunni

Pada level ketiga, murid tersebut sudah mulai menjalani ritual spiritual dan meditasi yang lebih keras dan kontinyu. Masa-masa berkhalwat sangatlah diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran spiritual.

Dalam tarekat ini diajarkan tentang bagaimana cara menghimpun dzikir melalui tata cara yang telah diajarkan oleh pendirinya. Di antaranya;

“Menghimpun segala pengenalan dalam hati, menghadapkan diri ke hadirat Allah, membaca istighfar sekurang-kuranga tiga kali, menghadirkan roh syaikh Naqsyabandiah, menghadiahkan pahalanya kepada Syaikh Naqsyabandiah, memandang rabitah (menghadirkan rupa guru pada waktu hendak memulai dzikir), mematikan diri sebelum mati, dan yang terakhir munajat kepada Allah dengan menyebut Ilahi Anta Maqsudi wa Ridhaka Mathlubi“.

Wallahu a’lam

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *