Siapa Saja Mahram Kita Dalam Sudut Pandang Islam?

Siapa Saja Mahram Kita Dalam Sudut Pandang Islam?

PeciHitam.org – Pembahasan mengenai mahram ini sebenarnya amat menarik dan harus dikuasai setiap muslim. Mengapa? Karena banyak hal syar’i yang nantinya berkaitan dengan mahram. Lalu, siapa saja mahram kita dalam sudut pandang Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mahram adalah perempuan yang haram (tidak diperbolehkan) dinikahi oleh laki-laki. Mahram dibagi menjadi dua macam, yaitu mahram muabbad (selamanya) dan mahram muaqqat (temporal).

Mahram muabbad, wanita yang tidak diperbolehkan untuk dinikahi selamanya. Mahram muabbad disebabkan oleh tiga hal, yaitu nasab, ikatan perkawinan dan persusuan. Mahram muabbad yang disebabkan oleh nasab ini, meliputi ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan (keponakan).

Kemudian mahram muabbad yang disebabkan karena ikatan perkawinan, meliputi istri dari ayah, ibu dari istri (mertua), anak perempuan dari istri, istri dari anak laki-laki (menantu). Mahram muabbad yang disebabkan karena persusuan, meliputi wanita yang menyusui beserta ibunya, anak perempuan dari wanita yang menyusui, bibi persusuan dan anak perempuan dari saudari persusuan, Ibu dari suami dari wanita yang menyusui, saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui, anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan), anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui, istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.

Baca Juga:  Hukum Melihat Adegan Ciuman dalam Islam

Para ulama memberi batasan jumlah persusuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram yaitu lima persusuan atau lebih. Di antaranya Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Atho’, Thowus, Aisyah, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Zubair.

Sedangkan Mahram muaqqat (temporal), berarti tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal. Ada delapan wanita yang dilarang dinikahi untuk sementara waktu, antara lain:

1. Saudara perempuan dari istri (ipar).

Berdasarkan kesepakatan para ulama, seorang pria tidak boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya tadi.

2. Bibi dari istri baik dari jalur ayah maupun ibu

Rasulullah bersabda,

لا تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلا عَلَى خَالَتِهَا

“Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu)-nya.” (HR. Muslim no. 1408)

Hal ini dapat gugur jika istri telah diceraikan atau telah meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh menikahi bibinya.

3. Istri yang telah bersuami

Allah berfirman,

Baca Juga:  Inilah Hukum, Tata Cara dan Keutamaan Mandi Pada Hari Jumat

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Dan (diharamkan bagimu menikahi) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak milikmu (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An-Nisa’: 24)

4. Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.

Allah berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

“Maka ketika sang suami mentalaknya (sesudah jatuh talak yang kedua), maka perempuan tersebut tidak lagi halal baginya hingga dia menikah lagi dengan suami yang lain. Lalu ketika suami yang lain itu telah menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk menikah kembali jika keduanya yakin  akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al Baqarah: 230)

5. Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.

Firman Allah

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak wanita yang beriman lebih baik dari wanita musyrik, meskipun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)

Baca Juga:  Hukum Berboncengan Dengan Bukan Mahram Dalam Islam

6. Wanita pezina hingga ia bertaubat dan mau melakukan istibra’ (membuktikan kosongnya rahim).

Menurut pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik, Istibra’ yaitu menunggu satu kali haid atau sampai bayi dalam kandungannya lahir. Tujuannya agar si jabang bayi mengetahui siapa ayahnya yang sebenarnya.

7. Wanita yang sedang ihram hingga tahallul.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ

“Janganlah kamu menikahkan orang yang sedang berihram dan jangan pula dinikahkan dan meminang.” (HR. Muslim no. 1409, dari ‘Utsman bin ‘Affan)

8. Tidak boleh menikahi wanita kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *