Ka’bah, Situs yang Pernah Menjadi Simbol Kebanggaan Jahiliyah

Ka'bah, Situs yang Pernah Menjadi Simbol Kebanggaan Jahiliyah

PeciHitam.org Situs tersuci umat Islam yang paling utama adalah Ka’bah yang mana menjadi kiblat Ibadah dalam Islam. Situs Ka’bah adalah bangunan tertua yang ada di bumi yang masih aktif digunakan oleh manusia, karena disanalah pusat peribadatan sejak masa Nabi Adam AS.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seiring berjalannya peradaban, Ka’bah terus mengalami dialektika bahkan sasaran perobohan sebagaimana tercatat dalam sejarah ketika tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Ketika itu Raja Yaman yang berasal dari Habasyah (Ethiophia) mendirikan Kuil besar di San’a untuk menyaingi Ka’bah sebagai destinasi ziarah. Namun Allah SWT mengutus burung Ababil untuk melindungi Ka’bah dari serangan Abrahah.

Ka’bah adalah situs kebangaan orang-orang Quraisy sebelum Islam, karena selain sebagai sumber pendapatan karena menjadi destinasi ziarah namun juga menjadi legitimasi kekuasaan dan kebenaran.

Pun Abu Sufyan (sebelum masuk Islam), Abu Lahab, Abu Jahal berpikiran bahwa mereka adalah shahibul haq dengan dalih menjadi pengurus situs suci.

Ibrahim AS dan Amanat Ka’bah

Pembangunan situs Ka’bah menjadi pusat destinasi ziarah seperti sekarang ini terjadi pada masa Nabi Ibrahim AS setelah kerusakan akibat banjir pada masa Nabi Nuh AS.

Baca Juga:  Sejarah Modernisasi Agama dan Kebangkitan Politik di Dunia Islam

Bukti otentik adanya peran Nabi Ibrahim AS di Ka’bah adalah ditemukannya Maqam Ibrahim atau tempat berdirinya Nabi Ibrahim AS ketika mengawasi pembangunan Ka’bah.

Allah SWT mengamanatkan kepada Nabi Ibrahim untuk mengurus Ka’bah dengan syarat menjadikannya sebagai pusat peribadatan, sujud, thawaf dan tauhid bukan perbuatan syirik. Hal ini disebutkan dalam ayat  al-Qur’an;

وَإِذْ بَوَّأْنَا لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (٢٦

Artinya; “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud” (Qs. Al-Hajj: 26)

Sepeninggal Nabi Ibrahim AS, risalah Kenabian orang-orang di Makkah merujuk kepada Nabi Ismail AS, putra beliau dari istri keduanya. Sepeninggal Nabi Ismail AS dan berlanjut sampai generasi kaum Rasulullah SAW, terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam mengelola Ka’bah.

Baca Juga:  Sains Abad Kedua Hijriyah yang Sekarang Menjadi Bidang Keilmuwan Populer

Fungsi Ka’bah sebagaimana amanat Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS berubah menjadi pusat syirik karena banyaknya berhala yang bercokol di atasnya.

Selain bercokol di atas bangunan Ka’bah ratusan berhala mengitari ka’bah karena masing-masing Kabilah memiliki sesembahan sendiri-sendiri. Nama berhala yang terkenal adalah Hubal, Manat, Latha, Uzza dan lain sebagainya.

Ka’bah, Situs Suci Simbol Kebanggan Orang Jahiliyyah

Pada era Nabi Muhammad SAW, pengurus Ka’bah adalah kaum Quraisy yang berbangga dengan perannya. Petinggi pengurus Ka’bah antara lain Abu Sufyan, Abu Lahab, Abu Jahal sangat menyombongkan diri sebagai pengurus situs suci.

Mereka mengklaim dirinya sebagai shahibul haq, pemiliki kebenaran dengan bukti diberikan amanah mengurus situs tersuci di dunia yaitu Ka’bah.

Dengan klaim di atas mereka memplikamirkan shahibul haq, dengan tegas mereka menolak dakwah Rasulullah SAW dengan dalih bahwa merekalah standar kebenaran, bukan Muhammad SAW. Dengan argumen, sekiranya Muhammad bin Abdullah yang benar, maka ia seharusnya yang mendapat amanah mengurus Ka’bah.

Maka dalam fenomena ini dapat dipahami bahwa Ka’bah pernah menjadi legitimasi pembenaran atas kebodohan dan kesesatan manusia. Buktinya adalah penentangan dakwah Nabi SAW oleh Abu Sufyan, Abu Lahab dan Abu Jahal serta tokoh kafir Quraisy lainnya. Pun era sekarang, muncul benih-benih yang mengatakan bahwa standar kebenaran adalah penguasan Haramain, dua kota suci.

Baca Juga:  9 Ulama Sufi Ini Memiliki Peran dalam Sejarah Perang Salib

Jika demikian, maka kota Makkah dengan Ka’bah di dalamnya hanyalah simbol pembenaran atas ambisi golongan dan politik kekuasaan. Persis kiranya ketika Makkah dikuasai oleh orang Jahiliyyah dengan membanggakan Ka’bah untuk membenarkan permusuhan kepada Nabi Muhammad SAW.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan