Surah Al-Ahzab Ayat 50; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Ahzab Ayat 50

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Ahzab Ayat 50 ini, Allah secara jelas telah menghalalkan bagi Nabi Muhammad mencampuri perempuan-perempuan yang dinikahi dan diberikan kepada mereka maskawin. Juga dihalalkan baginya hamba sahaya (jariyah) yang diperoleh dalam peperangan, seperti shafiyah binti Huyai bin Akhtab yang diperoleh pada waktu Perang Khaibar. Oleh Nabi saw, shafiyah dimerdekakan, dan kemerdekaan itu dijadikan maskawin.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Ahzab Ayat 50

Surah Al-Ahzab Ayat 50
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَحۡلَلۡنَا لَكَ أَزۡوَٰجَكَ ٱلَّٰتِىٓ ءَاتَيۡتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتۡ يَمِينُكَ مِمَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّٰتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَٰلَٰتِكَ ٱلَّٰتِى هَاجَرۡنَ مَعَكَ وَٱمۡرَأَةً مُّؤۡمِنَةً إِن وَهَبَتۡ نَفۡسَهَا لِلنَّبِىِّ إِنۡ أَرَادَ ٱلنَّبِىُّ أَن يَسۡتَنكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِىٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ لِكَيۡلَا يَكُونَ عَلَيۡكَ حَرَجٌ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Terjemahan: Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.

Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَحۡلَلۡنَا لَكَ أَزۡوَٰجَكَ ٱلَّٰتِىٓ ءَاتَيۡتَ أُجُورَهُنَّ (Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni maharnya وَمَا مَلَكَتۡ يَمِينُكَ مِمَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ (dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadamu) dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah,

وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّٰتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَٰلَٰتِكَ ٱلَّٰتِى هَاجَرۡنَ مَعَكَ (dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka yang tidak ikut berhijrah.

وَٱمۡرَأَةً مُّؤۡمِنَةً إِن وَهَبَتۡ نَفۡسَهَا لِلنَّبِىِّ إِنۡ أَرَادَ ٱلنَّبِىُّ أَن يَسۡتَنكِحَهَا (dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin خَالِصَةً لَّكَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin,

قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا عَلَيۡهِمۡ (Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin فِىٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ (tentang istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan saksi-saksi serta maskawin.

وَ (dan) di dalam مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ (hamba sahaya yang mereka miliki) hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan pembelian dan jalan yang lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab, berbeda halnya dengan sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita itu melakukan istibra’ atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli oleh tuannya لِكَيۡلَا (supaya tidak) lafal Ayat ini berta’alluq pada kalimat sebelumnya يَكُونَ عَلَيۡكَ حَرَجٌ (menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan.

وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا (Dan adalah Allah Maha Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindari رَّحِيمًا (lagi Maha Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman mengajak Nabi-Nya saw. untuk berdialog, dimana Allah telah menghalalkan baginya di antara wanita-wanita itu untuk menjadi istri-istrinya yang telah diberikan maharnya kepada mereka yang di dalam Ayat ini menggunakan kata ujur [upah], sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid dan lain-lain.

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 38; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Mahar untuk istri-istri beliau adalah duabelas setengah uqiyah yang seluruhnya menjadi limaratus dirham, kecuali Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang diberi mahar oleh raja Najasy sebesar 400 dinar. Serta dikecualikan pula Shafiyyah binti Huyay yang dipilih oleh beliau dari tawanan perang Khaibar yang kemudian dimerdekakan dan kemerdekaannya itulah yang menjadi maharnya.

Begitu pula Juwairiyyah Binti al-Harits al-Mushthaliqiyyah yang ditebus oleh beliau pembayarannya dari Tsabit bin Qais bin Syammas yang kemudian beliau memilikinya. Semoga Allah meridlai mereka semua.

Firman Allah: وَمَا مَلَكَتۡ يَمِينُكَ مِمَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ (“Dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu.”) yaitu Allah halalkan bagimu sesuatu yang kau ambil dari harta rampasan perang.

Beliau memiliki Shafiyyah dan Juwairiyyah dari rampasan tersebut, lalu beliau memerdekakan dan menikahi keduanya. beliau memiliki Raihanah binti Syam’un an-Nadlariyyah, serta Mariyatul Qibthiyyah ibu Ibrahim anak beliau, yang keduanya adalah tawanan.

Firman Allah: وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّٰتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَٰلَٰتِكَ (“Dan [demikian pula] anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.”) ini merupakan keadilan, pertengahan antara sangat lebih dan sangat kurang.

Orang-orang Nasrani tidak akan menikahi seorang wanita kecuali jika hubungan antara laki-laki dan wanita tersebut berada pada jenjang tujuh keturunan atau di atasnya. Sedangkan orang-orang Yahudi dapat nikah dengan anak perempuan dari saudara laki-lakinya dan anak perempuan dari saudara perempuannya.

Lalu datanglah syariat yang sempurna dan suci ini menghapuskan kekurangan orang-orang Nasrani dengan bolehnya menikahi anak-anak perempuan dari paman dan anak-anak perempuan dari bibi. Serta mengharamkan pendapat Yahudi yang terlalu ekstrim yang membolehkan kawin dengan anak perempuan dari saudara laki-lakinya dan anak-anak perempuan dari saudara perempuannya dan ini merupakan keburukan yang amat keji.

Firman Allah: وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّٰتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَٰلَٰتِكَ (“Dan [demikian pula] anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.”) Allah menunggalkan lafadz laki-laki karena kemuliaannya serta terjamakkan wanita karena kekurangannya, seperti firman Allah:

يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ (“Yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (al-Baqarah: 257) waja’aladh dhulumaati wan nuur (“Dan mengadakan gelap dan terang.”)(al-An’aam: 1)

Abu Razin dan Qatadah berkata, bahwa yang dimaksud adalah orang yang berhijrah bersama beliau ke kota Madinah. Di dalam satu riwAyat dari Qatadah, ٱلَّٰتِى هَاجَرۡنَ مَعَكَ (“Yang turun hijrah bersamamu.”) yaitu yang masuk Islam.

Firman Allah: وَٱمۡرَأَةً مُّؤۡمِنَةً إِن وَهَبَتۡ نَفۡسَهَا لِلنَّبِىِّ إِنۡ أَرَادَ ٱلنَّبِىُّ أَن يَسۡتَنكِحَهَا خَالِصَةً (“Dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau menikahinya, sebagai pengkhususan bagimu.”) yaitu dihalalkan bagimu hai Nabi, wanita Mukminah yang menyerahkan dirinya kepadamu, jika engkau bermaksud menikahinya tanpa mahar.

Ayat ini diiringi oleh dua syarat di dalamnya, seperti perkataan Musa as.: “Berkata Musa: ‘Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertakwalah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.’” (Yunus: 84)

Imam Ahmad meriwAyatkan bahwa Ishaq bercerita kepada kami, bahwa Malik mengabarkan kami dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi, bahwa Rasulullah saw. didatangi seorang wanita yang berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepadamu.” Dia berdiri amat lama lalu seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulallah, nikahkanlah aku dengannya jika engkau tidak butuh.” Lalu Rasulullah saw. bersabda:

“Apakah engkau memiliki sesuatu untuk maharnya?” laki-laki itu menjawab: “Aku tidak memiliki apa-apa kecuali kainku ini.” Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Jika engkau berikan kainmu itu, niscaya engkau duduk tanpa kain. Carilah sesuatu yang lain.”

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 70-71; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Laki-laki itu menjawab: “Tidak ada lagi.” Rasul pun berkata: “Carilah sekalipun cincin yang terbuat dari besi.” Lalu dia mencarinya, akan tetapi dia tidak menemukan apa-apa. Lalu Nabi saw. bertanya: “Apakah engkau memiliki hafalan al-Qur’an?” laki-laki itu menjawab: “Ya, surah ini dan surah itu.” Dengan menyebut beberapa surah. Maka Nabi saw. bersabda: “Aku nikahkan engkau dengannya dengan mahar hafalan al-Qur’anmu.” (ditakhrij oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Malik)

Al-Bukhari meriwAyatkan, bahwa Zakariya bin Yahya bercerita kepada kami, bahwa ‘Aisyah berkata: “Dahulu aku cemburu dengan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi saw. dan aku berkata: ‘Apakah wanita itu menyerahkan dirinya?’ lalu ketika Allah menurunkan:

تُرۡجِى مَن تَشَآءُ مِنۡهُنَّ وَتُـٔۡوِىٓ إِلَيۡكَ مَن تَشَآءُ وَمَنِ ٱبۡتَغَيۡتَ مِمَّنۡ عَزَلۡتَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكَ (“Kamu boleh menangguhkan [menggauli] siapa yang kamu kehendaki di antara mereka [istri-istrimu] dan [boleh pula] menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, karena tidak ada dosa bagimu.”) aku berkata: ‘Aku tidak melihat Rabb-mu kecuali begitu menyambut keinginanmu.’”

Ibnu Abi Hatim meriwAyatkan, dari Ibnu ‘Abbas: “Rasulullah saw. tidak memiliki istri dari wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau.” (HR Ibnu Jarir) Itu artinya, beliau tidak menerima seorang wanitapun yang menyerahkan dirinya kepada beliau.

Dan hal itu dibolehkan dan dikhususkan untuknya, karena semuanya dikembalikan kepada kehendaknya. Sebagaimana Allah berfirman: in araadan nabiyyu ay yastankihaHaa (“Jika Nabi mau menikahinya.”) yaitu jika engkau memilihnya.

Firman Allah: خَالِصَةً لَّكَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (“Sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Muslim.”) ‘Ikrimah berkata: “Yaitu wanita yang menyerahkan dirinya itu tidak halal bagi selainmu. Seandainya seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki, maka tidak halal baginya hingga ia memberikan suatu mahar untuk wanita tersebut.”

Mujahid, asy-Sya’bi dan lain-lain berkata: “Yaitu, jika seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki, kapan saja dia telah mencampurinya, maka dia wajib menyerahkan maharnya. Sebagaimana Rasulullah saw. memutuskan untuk menikahkan puteri Wasyiq, ketika dia menyerahkan dirinya. Lalu Rasulullah saw. menetapkan mahar mitslinya, ketika ditinggal wafat oleh suaminya.

Kematian dan percampuran sama hukumnya dalam menetapkan mahar dan mahar mitsli [mahar yang sama] pada wanita yang menyerahkan dirinya kepada selain Nabi saw. sedangkan bagi beliau saw. tidak diwajibkan apapun untuk wanita yang menyerahkan dirinya, sekalipun beliau mencampurinya. Karena menjadi haknya untuk menikah tanpa mahar dan saksi. Sebagaimana dalam kisah Zainab binti Jahsy.”

Untuk itu Qatadah berkata tentang firman-Nya: خَالِصَةً لَّكَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (“Sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Muslim.”) seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki tidak boleh dinikahkan tanpa mahar dan wali, kecuali kepada Nabi saw.

Firman Allah: قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِىٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ (“Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki.”)

Ubay bin Ka’ab, Mujahid, al-Hasan, Qatadah dan Ibnu Jarir berkata tentang firman-Nya: قَدۡ عَلِمۡنَا مَا فَرَضۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِىٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ (“Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka.”) yaitu dengan dibatasinya mereka pada empat wanita merdeka dan budak-budak wanita yang engkau sukai, persyaratan ada walinya, mahar dan para saksi.

Sesungguhnya Kami ringankan hal tersebut untukmu dan tidak Kami wajibkan apapun untukmu. لِكَيۡلَا يَكُونَ عَلَيۡكَ حَرَجٌ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا (“Supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”)

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini, Allah secara jelas telah menghalalkan bagi Nabi Muhammad mencampuri perempuan-perempuan yang dinikahi dan diberikan kepada mereka maskawin. Juga dihalalkan baginya hamba sahaya (jariyah) yang diperoleh dalam peperangan, seperti shafiyah binti Huyai bin Akhtab yang diperoleh pada waktu Perang Khaibar.

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 28-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Oleh Nabi saw, shafiyah dimerdekakan, dan kemerdekaan itu dijadikan maskawin. Begitu juga dengan Juwairiyah binti al-harits. dari Bani Mushthaliq. yang dimerdekakan dan dinikahi Nabi saw. Adapun hamba sahaya (jariyah) yang dihadiahkan kepada Nabi adalah Raihanah binti Syam’un dan Mariyah al-Qibthiyah yang melahirkan putra Nabi yang bernama Ibrahim.

Allah juga menghalalkan kepada Nabi untuk menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapaknya dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapaknya, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibunya yang turut hijrah bersama Rasulullah dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi saw kalau Nabi mau menikahinya.

Kelonggaran-kelonggaran ini hanya khusus bagi Nabi, dan tidak untuk semua mukmin, dengan pengertian bahwa jika ada seorang perempuan menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh seorang muslim, walaupun dengan sukarela, tetap wajib dibayar maskawinnya. Berlainan halnya jika perempuan itu menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi saw, maka ia boleh dinikahi tanpa maskawin.

Maskawin itu jika tidak disebutkan bentuk (nilainya) ketika melangsungkan akad nikah, maka bentuknya itu dapat ditetapkan dengan mahar. mitsl, yaitu mahar yang nilainya sama dengan nilai mahar yang biasa diberikan keluarganya.

Ketetapan untuk membayar mahar mitsl itu setelah terjadi percampuran di antara keduanya atau setelah suaminya meninggal dunia tetapi belum sempat bercampur. Jika terjadi perceraian antara suami-istri sebelum bercampur, maka yang wajib dibayar adalah separuh dari maskawinnya, yang telah ditentukan dan dapat dibebaskan dari membayar maskawin itu bila istrinya merelakannya.

Allah mengetahui apa yang telah diwajibkan kepada kaum mukminin terhadap istrinya dan terhadap hamba sahaya yang mereka miliki seperti syarat-syarat akad nikah dan lainnya, dan tidak boleh menikahi seorang perempuan dengan cara hibah atau tanpa saksi-saksi.

Mengenai hamba sahaya yang dibeli atau yang bukan dibeli haruslah hamba sahaya yang halal dicampuri oleh pemiliknya, seperti hamba sahaya ahli kitab, bukan hamba sahaya yang musyrik atau beragama Majusi.

Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang beriman, jika mereka bertobat dari dosa-dosa yang mereka perbuat sebelum mereka mendapat petunjuk.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai Muhammad, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi dirimu istri-istri yang telah kamu berikan maskawin. Kami halakan pula para wanita milikmu yang berasal dari tawanan perang yang telah dikarunikan Allah kepadamu.

Kami halalkan bagi dirimu mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang telah berhijrah bersamamu.

Kami halalkan pula bagimu wanita Mukmin yang menghibahkan dirinya padamu tanpa mahar, apabila kamu suka dan mau menikahinya. Karunia dari Allah ini hanya khusus bagi dirimu, sedang orang lain tidak berhak mendapatkannya. Kami tahu hukum yang telah Kami wajibkan atas orang-orang beriman mengenai istri dan para wanita yang mereka miliki dari tawanan perang.

Kami telah menjelaskan pula berbagai keringanan hukum yang yang secara khusus Kami berikan kepadamu, Muhammad, agar dirimu tidak merasa berat menjalankan apa saja yang telah Kami perintahkan. Allah Maha Mengampuni dosa para hamba-Nya dan Maha Penyayang dengan memberikan berbagai keringanan hukum pada mereka.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Ahzab Ayat 50 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S