Surah Al-Anbiya Ayat 44-47; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Anbiya Ayat 44-47

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 44-47 ini, menjelaskan bahwa Allah memberikan kenikmatan hidup dan harta kekayaan kepada kaum kafir itu, sehingga mereka dapat hidup enak dengan usia panjang. Allah juga menyuruh Nabi Muhammad saw untuk menegaskan kepada kaum kafir dan musyrik itu tugas pokoknya sebagai Rasul, yaitu sekedar menyampaikan peringatan Allah kepada mereka dengan perantaraan wahyu, yaitu Al-Qur’an,

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

serta menerangkan kepada mereka akibat dari kekufuran, dengan menerangkan kisah-kisah tentang umat yang terdahulu. Allah menerangkan dalam ayat ini salah satu dari sifat kaum kafir, yaitu bila mereka ditimpa oleh azab Allah, walaupun hanya sedikit saja, mereka mengeluh dan menyesali diri.

Dengan tegas Allah menyatakan dalam ayat ini, bahwa dalam menilai perbuatan hamba-Nya kelak di hari Kiamat. Allah akan menegakkan neraca keadilan yang benar-benar adil, sehingga tidak seorang pun akan dirugikan dalam penilaian itu.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiya Ayat 44-47

Surah Al-Anbiya Ayat 44
بَلْ مَتَّعْنَا هَؤُلَاءِ وَآبَاءَهُمْ حَتَّى طَالَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُ أَفَلَا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ

Terjemahan: Sebenarnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan (hidup di dunia) hingga panjanglah umur mereka. Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang?

Tafsir Jalalain: بَلْ مَتَّعْنَا هَؤُلَاءِ وَآبَاءَهُمْ (Sebenarnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan) melalui yang Kami anugerahkan kepada mereka حَتَّى طَالَ عَلَيْهِمُ (sehingga panjanglah umur mereka) oleh karenanya mereka menjadi lupa daratan.

أَفَلَا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ (Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri) mereka, yakni Kami menuju ke negeri orang-orang kafir نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا (lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya) melalui penaklukkan yang dilakukan oleh Nabi saw. أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ (Maka apakah mereka yang menang?) tentu saja tidak, tetapi Nabi dan sahabat-sahabatnyalah yang menang.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa Dia hanya menipu dan mengulur kesesatan mereka. Sesungguhnya mereka bersenang-senang di dalam kehidupan dunia serta panjang sekali umur yang mereka dapatkan, sehingga mereka berkeyakinan bahwa mereka berada di atas kebenaran. Kemudian, Dia berfirman memberikan nasehat kepada mereka:

أَفَلَا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا (“Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri, lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya.”) Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maknanya, dan pembahasannya telah Kami paparkan di dalam surat ar-Ra’d.

Tafsir yang paling baik dalam firman Allah Ta’ala: وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُم مِّنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali,”) (QS. Al-Ahqaaf: 27), adalah perkataan al-Hasan al-Bashri bahwa yang dimaksud adalah kemenangan Islam atas kekufuran,

dan maknanya adalah apakah mereka tidak mengambil pelajaran tentang pertolongan Allah kepada para wali-Nya di atas musuh-musuh-Nya, membinasakan umat-umat yang mendustakan (para Rasul) dan kampung-kampung yang dhalim serta menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman?

Untuk itu Dia berfirman: أَفَهُمُ الْغَالِبُونَ (“Maka, apakah mereka yang menang?”) Yaitu, bahkan mereka yang kalah, rendah dan hina.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memberikan kenikmatan hidup dan harta kekayaan kepada kaum kafir itu, sehingga mereka dapat hidup enak dengan usia panjang. Akan tetapi kaum Muslimin tidak perlu iri hati dan merasa silau melihat kenikmatan hidup mereka itu, karena semua kekayaan dan kemewahan itu diberikan Allah kepada mereka sebagai ujian,

jika harta itu akan menyebabkan hati mereka menjadi sombong, dan tabiat mereka menjadi kasar sehingga menjerumuskan mereka kepada perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Semuanya itu mengakibatkan dosa-dosa mereka bertambah banyak, dan azab yang akan mereka terima bertambah berat.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah memberi mereka kemewahan dan kenikmatan hidup bukanlah karena Allah tidak kuasa menurunkan azab kepada mereka, tetapi sebaliknya kemewahan itu adalah ujian bagi mereka yang dapat menjerumuskan mereka kepada kebinasaan lahir batin, serta azab yang pedih.

Dalam ayat ini disebutkan pula bentuk kerugian lain yang ditimpakan Allah kepada mereka, yaitu berkurangnya jumlah para pengikut mereka lantaran banyak yang masuk Islam, dan akibatnya daerah kekuasaan mereka pun makin berkurang pula karena agama Islam telah tersebar ke daerah-daerah yang semula termasuk daerah kekuasaan mereka. Dengan susutnya jumlah pengikut dan daerah kekuasaan mereka, berarti kekuatan mereka pun semakin berkurang.

Setelah menggambarkan keadaan mereka itu yang telah menjadi rapuh karena kemewahan, dan telah menjadi lemah karena berkurangnya jumlah pengikut dan kekuasaan mereka, maka Allah pada akhir ayat tersebut mengajukan satu pertanyaan yaitu dalam keadaan semacam itu siapakah yang dapat memperoleh kemenangan, apakah mereka masih memiliki harapan?

Baca Juga:  Surah Hud Ayat 89-90; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Sudah tentu mereka tidak akan memperoleh kemenangan. Di samping keadaan mereka telah rapuh dan lemah, kekuasaan Allah adalah mutlak atas hamba-Nya, dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tidak sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Kami memang tidak segera menyiksa mereka akibat kekufuran itu tetapi membiarkan dan memberikan kenikmatan di dunia seperti Kami membiarkan nenek moyang mereka sampai berumur panjang.

Apakah mereka pura-pura buta lalu tidak melihat bahwa Kami mengurangi sisi-sisi bumi dengan cara penaklukan dan memenangkan orang-orang Mukmin? Merekakah yang menang, atau orang-orang Mukmin yang telah dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk diberi kemenangan dan dukungan?.

Ayat ini merupakan salah satu bukti kemukjizatan Alquran dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Bumi, seperti ditunjukkan oleh ayat ini, tidak sepenuhnya bulat. Para ahli belum berhasil mengukur berbagai dimensi bumi sebelum ± 250 tahun yang lalu.

Ketika sebuah misi yang terdiri atas para ahli mengadakan penelitian terhadap jarak panjang garis lintang di antara dua bujur yang sama panjang dan dipisah oleh satu derajat lengkung di seluruh belahan bumi, ditemukan bahwa separuh belahan katulistiwa lebih panjang dari separuh belahan kutub sekitar 21,5 km.

Ini berarti bahwa bumi mengalami penyusutan pada sisi-sisinya yang tampak pada kutub utara dan kutub selatan. Bentuk dan dimensi bumi adalah dasar untuk menggambar peta.

Surah Al-Anbiya Ayat 45
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ

Terjemahan: Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan”

Tafsir Jalalain: قُلْ (Katakanlah) kepada mereka, إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ (“Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu) dari Allah swt. bukannya dari diriku sendiri وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا (dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila) dapat dibaca dengan menyatakan kedua Hamzahnya dan dengan meringankan bacaan Hamzah yang kedua, yaitu antara ucapan Hamzah dan Ya إِذَا مَا يُنذَرُونَ (mereka diberi peringatan”) disebabkan mereka tidak mau mengamalkan apa yang telah mereka dengar dari peringatan-peringatan, sehingga mereka disamakan dengan orang-orang yang tuli.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ (“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepadamu dengan wahyu,”) yaitu aku hanyalah penyampai (risalah) dari Allah untuk aku berikan peringatan kepada kalian tentang adzab dan hukuman-Nya.

Hal itu tidak lain kecuali wahyu yang diberikan Allah kepadaku. Akan tetapi, hal ini tidak bermanfaat bagi orang yang mata hatinya telah dibutakan oleh Allah serta pendengaran dan hatinya yang telah dipatri hatinya. Untuk itu Dia berfirman:

وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ (“Dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan.”)

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi Muhammad saw untuk menegaskan kepada kaum kafir dan musyrik itu tugas pokoknya sebagai Rasul, yaitu sekedar menyampaikan peringatan Allah kepada mereka dengan perantaraan wahyu, yaitu Al-Qur’an, serta menerangkan kepada mereka akibat dari kekufuran, dengan menerangkan kisah-kisah tentang umat yang terdahulu. Adapun perhitungan dan pembalasan atas perbuatan mereka adalah menjadi kekuasaan Allah, bukan kekuasaan Rasul.

Dalam ayat ini juga terdapat sindiran terhadap kaum kafir itu, bahwa mereka adalah seperti orang-orang tuli, tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan peringatan yang disampaikan kepada mereka. Hati mereka seperti telah tertutup, dan tidak menerima kebenaran dan petunjuk Allah yang disampaikan Rasul kepada mereka.

Hal ini merupakan tanda-tanda orang-orang yang ingkar pada Tuhan, sebagaimana firman Allah: (Mereka) tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti. (al-Baqarah/2: 171).

Tafsir Quraish Shihab: Katakan, wahai Muhammad, “Aku tidak mengingatkan kalian dengan perkataanku sendiri. Aku hanya mengingatkan kalian dengan wahyu yang diberikan Allah kepadaku, sebuah perkataan yang mahabenar.”

Akibat panjangnya masa berpaling mereka dari kebenaran, pendengaran mereka ditutup oleh Allah hingga seolah-olah tuli. Dan seorang yang tuli tentu tidak akan dapat mendengar seruan ketika diingatkan tentang siksaan.

Surah Al-Anbiya Ayat 46
وَلَئِن مَّسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِّنْ عَذَابِ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ

Terjemahan: Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhan-mu, pastilah mereka berkata: “Aduhai, celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri”.

Tafsir Jalalain: وَلَئِن مَّسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ (Dan sesungguhnya jika mereka ditimpa sedikit saja) barang sedikit مِّنْ عَذَابِ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ يَا (dari azab Rabbmu, pastilah mereka berkata, “Aduhai) menunjukkan makna penyesalan وَيْلَنَا (celakalah kami) binasalah kami إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri”) disebabkan kami musyrik dan mendustakan Muhammad.

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 98-103; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: وَلَئِن مَّسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِّنْ عَذَابِ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (“Dan sesungguhnya jika mereka ditirmpa sedikit saja dari adzab Rabbmu, pastilah mereka berkata: ‘Aduhai celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri,”)’ yaitu,

sesungguhnya jika mereka, orang-orang yang mendustakan itu ditimpa sedikit saja dari adzab Allah, niscaya mereka akan mengakui dosa-dosa mereka, dan sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menzhalimi diri mereka sendiri di dunia.

Tafsir Kemenag: Allah menerangkan dalam ayat ini salah satu dari sifat kaum kafir, yaitu bila mereka ditimpa oleh azab Allah, walaupun hanya sedikit saja, mereka mengeluh dan menyesali diri, dengan mengatakan, “Aduhai, celakalah kami, bahwasannya kami adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri.”

Sebelum azab itu datang menimpa, mereka tidak mempercayainya, bahkan mereka menantang, agar azab tersebut didatangkan segera kepada mereka, karena keingkaran dan keangkuhan mereka. Tetapi setelah azab itu datang menimpa barulah mereka tahu tentang kekuasaan Allah sehingga timbullah penyesalan dalam hati mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Yakinlah kamu bahwa jika mereka terkena sedikit siksaan yang mereka sepelekan, mereka akan berteriak ketakutan, “Alangkah meruginya kami! Dahulu kami benar-benar menzalimi diri sendiri dan orang lain dengan mengingkari apa yang diberitahukan kepada kami.”

Surah Al-Anbiya Ayat 47
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

Terjemahan: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.

Tafsir Jalalain: وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ (Kami akan memasang timbangan yang tepat) timbangan yang adil لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (pada hari kiamat) pada hari itu فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا (maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun) dengan dikurangi pahala kebaikannya atau ditambahkan dosa keburukannya.

وَإِن كَانَ (Dan jika) amalan itu مِثْقَالَ (hanya seberat) sama beratnya dengan حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا (biji sawi Kami mendatangkannya) yakni pahalanya. وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ (Dan cukuplah Kami menjadi penghisab) segala sesuatu, yakni yang menghitungnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا (“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada bari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun,”) yaitu Kami memasang timbangan keadilan pada hari Kiamat. Pendapat terbanyak menyatakan bahwa timbangan itu hanyalah timbangan. Kalimatnya jamak, ditinjau dari banyaknya amal-amal yang ditimbang di dalamnya.

Firman-Nya: فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ (“Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika amalan itu hanya seberat sawi pun pasti Kami mendatangkan pahalanya. Dan cukuplah Kami sebagal pensbuat perhitungan.”)

Di dalam hadits ash-Shahihain dinyatakan bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Dua kalimat yang ringan diucapkan lisan dan amat berat di dalam timbangan serta dicintai oleh ar-Rahman adalah ‘Subhaanallaah wa bihamdiHi (Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya) serta SubhaanallaaHil ‘azhiim (Mahasuci Allah Yang Mahaagung).’”

Imam Ahmad berkata bahwa Abu ‘Abdirrahman al-Hubla berkata: Aku mendengar Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt menyelesaikan urusan seorang laki-laki dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat. Kepadanya ditebarkan 99 lembaran. Setiap satu lembaran sepanjang mata memandang,

kemudian Dia berfirman: Apakah engkau mengingkari semua ini? Apakah dua Malaikat pencatat lagi penjaga itu mendhalimimu?’ Laki-laki itu menjawab: Tidak, ya Rabbku.’ Dia berfirman lagi: ‘Apakah engkau memiliki alasan atau kebaikan?’ Laki-laki itu tampak bingung dan menjawab: Tidak, ya Rabbku.’

Allah pun berfirman: ‘Tentu, di sisi-Ku engkau memiliki satu kebaikan dan hari ini tidak ada kedhaliman bagimu.’ Lalu, dikeluarkanlah satu kartu miliknya yang berisi AsyHadu allaa IlaaHa IllallaaH wa AsyHadu anna Muhammadar RasuulullaaH’ (Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi secara benar kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), maka Allah berfirman: Saksikanlah semuanya oleh kalian.’

Laki-laki itu berkata: Ya Rabbku! Apakah kartu yang ada bersama lembaran-lembaran ini?’ Maka, Allah menjawab: ‘Sesungguhnya engkau tidak akan didhalimi.’ Lalu, lembaran-lembaran itu diletakkan di dalam satu anak timbangan, sedangkan satu kartu itu diletakkan di dalam satu anak timbangan yang lain.

Kemudian, tampaklah bahwa lembaran-lembaran itu begitu ringan dan satu kartu itu begitu berat. Tidak ada sesuatu pun yang berat bersama BismillaaHir rahmaanirrahiim (dengan nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang).

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 83-84; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari hadits al-Laits bin Sa’ad. At Tirmidzi berkata: “Hasan gharib.” Demikian menurut aslinya. Sedangkan dalam riwayat at-Tirmidzi tertulis: “Bersama Bismillah tidak ada yang berat.”)

Imam Ahmad pun berkata dari ‘Aisyah, bahwasanya seorang laki-laki Sahabat Rasulullah duduk di hadapan Rasulullah saw, lalu berkata: “Ya Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki beberapa orang budak yang mendustakan, mengkhianati dan bermaksiat kepadaku, lalu aku memukul dan memaki mereka, maka bagaimana kedudukan aku dari mereka?”

Maka Rasulullah bersabda: “Semuanya dihisab sesuai pengkhianatan, kemaksiatan dan kedustaan mereka kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka sebanding dengan kesalahan mereka, maka hal itu saling mencukupi, tidak mengenaimu dan tidak mengenai mereka. Jika hukumanmu lebih ringan dibandingkan dengan kesalahan mereka, maka hal itu merupakan anugerah keutamaan bagimu.

Sedangkan jika hukumanmu lebih berat dibandingkan dengan kesalahan mereka, maka engkau akan dibalas dengan mengambil keutamaan yang engkau miliki sebelumnya.” Maka, laki-laki itu menangis di hadapan Rasulullah dan berteriak. Lalu Rasulullah bersabda: “Seakan ia tidak membaca Kitab Allah:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ (“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika [amalan itu] hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan [pahala])nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”)

Kemudian laki-laki itu berkata: `Ya Rasulullah! Tidak ada sesuatu yang lebih baik bagiku daripada melepaskan mereka [yaitu para budak itu] sesungguhnya aku bersaksi kepadamu bahwa mereka seluruhnya merdeka.

Tafsir Kemenag: Dengan tegas Allah menyatakan dalam ayat ini, bahwa dalam menilai perbuatan hamba-Nya kelak di hari Kiamat. Allah akan menegakkan neraca keadilan yang benar-benar adil, sehingga tidak seorang pun akan dirugikan dalam penilaian itu.

Maksudnya penilaian itu akan dilakukan setepat-tepatnya, sehingga tidak akan ada seorang hamba yang amal kebaikannya akan dikurangi sedikit pun, sehingga menyebabkan pahalanya dikurangi dari yang semestinya ia terima. Sebaliknya tidak seorang pun di antara mereka yang kejahatannya dilebih-lebihkan, sehingga menyebabkan ia mendapat azab yang lebih berat daripada yang semestinya, walaupun Allah kuasa berbuat demikian.

Adapun memberikan pahala yang berlipat ganda dari jumlah kebaikannya atau menimpakan azab yang lebih ringan dari kejahatannya adalah terserah kepada kehendak Allah, dan Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Dalam keadilan Allah dijelaskan bahwa semua kebajikan manusia, betapapun kecilnya niscaya dibalas-Nya dengan pahala, dan semua kejahatannya betapapun kecilnya niscaya dibalas-Nya dengan azab atau siksa-Nya. Dalam hubungan ini, Allah berfirman dalam ayat yang lain:

Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.(az-Zilzal/99: 7-8)

Kemampuan teknologi saat ini telah mampu mencatat segala peristiwa dengan teliti dan menyimpan dalam waktu yang lama, apalagi kemampuan Allah.

Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa cukuplah Dia sebagai saksi pembuat perhitungan yang paling adil. Ini merupakan jaminan bahwa penilaian yang akan dilakukan terhadap segala perbuatan hamba-Nya akan dilakukan-Nya kelak di hari perhitungan dengan penilaian yang seadil-adilnya, sehingga tidak seorang pun hamba yang dirugikan atau dianiaya ketika menerima pahala dari kebaikannya atau menerima azab dari kejahatan yang telah dilakukannya.

Tafsir Quraish Shihab: Kami menetapkan timbangan untuk menentukan keadilan pada hari kiamat. Maka, pada hari itu, tidak akan ada seorang pun yang dicurangi dengan pengurangan kebaikannya atau penambahan kejelekannya. Meskipun perbuatannya hanya seberat biji moster, akan Kami datangkan dan akan Kami perhitungkan. Cukuplah Kami sebagai penghitung, maka tak seorang pun akan dirugikan.

Ayat ini mengisyaratkan betapa ringannya biji moster (khardzal) itu. Melalui penelitian dapat diketahui bahwa satu kilogram biji moster terdiri atas 913.000 butir.

Dengan demikian, berat satu butir biji moster hanya sekitar satu per seribu gram, atau ± 1 mg., dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan untuk menimbang berat yang sangat detil dan halus.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 44-47 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S