Surah Al-Muzzammil Ayat 1-9; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Muzzammil Ayat 1-9

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Muzzammil Ayat 1-9 ini, sebelum membahas kandungan ayat terlebih dahulu kita mengetahui isi kandungan surah. Dalam surah yang mulia ini, Allah Swt. memerintahkan rasul-Nya untuk mengisi sebagian besar malam dengan salat dan membaca al-Qur’ân. Rasul pun, sesuai perintah Tuhannya, beserta sekelompok orang yang mengikutinya menjalankan perintah itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tetapi di akhir surah ini, Allah memberikan keringanan kepada rasul dan pengikutnya, meskipun tetap menyuruh mereka untuk melaksanakan salat, menunaikan zakat serta memperbanyak sedekah dan istighfar. Di pertengahan surah, Allah Swt. menyuruh rasul-Nya agar bersabar menghadapi berbagai ucapan orang yang mendustakannya. Biarkanlah mereka mendapatkan azab yang dijanjikan Allah.

Sesungguhnya Allah mengancam orang-orang kafir itu dengan azab yang pernah diturunkan kepada Fir’aun dan pengikutnya akibat menentang dan melanggar ajakan rasul mereka. Selain itu, Allah juga memaparkan tentang kedahsyatan hari kiamat agar mereka menjadi takut.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Muzzammil Ayat 1-9

Surah Al-Muzzammil Ayat 1
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ

Terjemahan: Hai orang yang berselimut (Muhammad),

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ (Hai orang yang berselimut) yakni Nabi Muhammad. Asal kata al-muzzammil ialah al-mutazammil, kemudian huruf ta diidghamkan kepada huruf za sehingga jadilah al-muzzammil, artinya, orang yang menyelimuti dirinya dengan pakaian sewaktu wahyu datang kepadanya karena merasa takut akan kehebatan wahyu itu.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya saw. meninggalkan keadaan berselimut, yaitu menutupi dir pada malam hari, untuk selanjutnya bangun menghadap Rabb-nya sebagaimana yang difirmankan:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمۡ عَنِ ٱلۡمَضَاجِعِ يَدۡعُونَ رَبَّهُمۡ خَوۡفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ (“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian rizky yang Kami berikan kepada mereka.” (as-Sajdah: 16)

Demikianlah Nabi saw. melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala berupa qiyamul lail, yang bersifat wajib hanya untuk beliau saja, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala: وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحۡمُودًا (“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjutlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Israa’: 79)

Dan di sini, Allah Ta’ala menjelaskan kadar waktu bangun, dimana Dia berfirman: يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلًا (“Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah [untuk shalat] di malam hari, kecuali sedikit [darinya].”) Qatadah mengatakan: almuzzammil adalah yang terbungkus di dalam bajunya.” Ibrahim an-Nakha’i mengemukakan: “Ayat ini turuk ketika beliau masih berselimut beludru.”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad yang sedang berselimut supaya mendirikan salat pada sebagian malam. Seruan Allah kepada Nabi Muhammad ini didahului dengan kata-kata “Hai orang yang berselimut.

Tafsir Quraish Shihab: Dalam surah yang mulia ini, Allah Swt. memerintahkan rasul-Nya untuk mengisi sebagian besar malam dengan salat dan membaca al-Qur’ân. Rasul pun, sesuai perintah Tuhannya, beserta sekelompok orang yang mengikutinya menjalankan perintah itu.

Tetapi di akhir surat ini, Allah memberikan keringanan kepada rasul dan pengikutnya, meskipun tetap menyuruh mereka untuk melaksanakan salat, menunaikan zakat serta memperbanyak sedekah dan istighfar. Di pertengahan surah, Allah Swt. menyuruh rasul-Nya agar bersabar menghadapi berbagai ucapan orang yang mendustakannya. Biarkanlah mereka mendapatkan azab yang dijanjikan Allah.

Sesungguhnya Allah mengancam orang-orang kafir itu dengan azab yang pernah diturunkan kepada Fir’aun dan pengikutnya akibat menentang dan melanggar ajakan rasul mereka. Selain itu, Allah juga memaparkan tentang kedahsyatan hari kiamat agar mereka menjadi takut.]]

Wahai orang yang melipat diri dengan selimut, bangunlah pada malam hari untuk melakukan salat. Kurangilah waktu tidurmu. Isilah–dengan salat–seperdua malam atau kurang sedikit hingga mencapai sepertiganya. Atau tambahkanlah waktunya hingga mencapai duapertiga dari waktu malam itu. Bacalah al-Qur’ân secara perlahan-lahan sehingga jelas huruf dan saat berhentinya. Bacalah dengan bacaan yang baik dan benar.

Surah Al-Muzzammil Ayat 2
قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلًا

Terjemahan: bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),

Tafsir Jalalain: قُمِ ٱلَّيۡلَ (Bangunlah di malam hari) maksudnya, salatlah di malam hari إِلَّا قَلِيلًا (kecuali sedikit.).

Tafsir Ibnu Katsir: قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلًا (bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad yang sedang berselimut supaya mendirikan salat pada sebagian malam. Seruan Allah kepada Nabi Muhammad ini didahului dengan kata-kata “Hai orang yang berselimut.

Tafsir Quraish Shihab: Dalam surah yang mulia ini, Allah Swt. memerintahkan rasul-Nya untuk mengisi sebagian besar malam dengan salat dan membaca al-Qur’ân. Rasul pun, sesuai perintah Tuhannya, beserta sekelompok orang yang mengikutinya menjalankan perintah itu.

Tetapi di akhir surat ini, Allah memberikan keringanan kepada rasul dan pengikutnya, meskipun tetap menyuruh mereka untuk melaksanakan salat, menunaikan zakat serta memperbanyak sedekah dan istighfar. Di pertengahan surah, Allah Swt. menyuruh rasul-Nya agar bersabar menghadapi berbagai ucapan orang yang mendustakannya. Biarkanlah mereka mendapatkan azab yang dijanjikan Allah.

Sesungguhnya Allah mengancam orang-orang kafir itu dengan azab yang pernah diturunkan kepada Fir’aun dan pengikutnya akibat menentang dan melanggar ajakan rasul mereka. Selain itu, Allah juga memaparkan tentang kedahsyatan hari kiamat agar mereka menjadi takut.]]

Wahai orang yang melipat diri dengan selimut, bangunlah pada malam hari untuk melakukan salat. Kurangilah waktu tidurmu. Isilah–dengan salat–seperdua malam atau kurang sedikit hingga mencapai sepertiganya. Atau tambahkanlah waktunya hingga mencapai duapertiga dari waktu malam itu. Bacalah al-Qur’ân secara perlahan-lahan sehingga jelas huruf dan saat berhentinya. Bacalah dengan bacaan yang baik dan benar.

Surah Al-Muzzammil Ayat 3
نِّصۡفَهُۥٓ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلًا

Terjemahan: (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.

Tafsir Jalalain: نِّصۡفَهُۥٓ (Yaitu seperduanya) menjadi badal dari lafal qaliilan; pengertian sedikit ini bila dibandingkan dengan keseluruhan waktu malam hari أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ (atau kurangilah daripadanya) dari seperdua itu قَلِيلًا (sedikit) hingga mencapai sepertiganya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: نِّصۡفَهُۥٓ (“Seperduanya”) merupakan kata ganti dari kata al-lail. أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلًا أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ (“Atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu.”) yaitu Kami memerintahkanmu untuk bangun pada pertengahan malam dengan sedikit tambahan atau sedikit pengurangan dari shalat malam, tidak ada dosa bagimu dalam hal ini.

Tafsir Kemenag: Allah menerangkan maksud perkataan sebagian yang terdapat dalam ayat sebelumnya, yaitu separuh atau lebih. Allah menyerahkan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu melakukan salat malam. Ia dapat memilih antara sepertiga, seperdua, atau dua pertiga malam. Allah memberi kebebasan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu-waktu tersebut.

Baca Juga:  Surah Sad Ayat 65-70; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sepertiga malam menurut waktu Indonesia ialah kira-kira antara jam 10 dan jam 11 malam, seperdua malam ialah waktu antara jam 12 dan 1 malam dan dua pertiga malam ialah waktu antara jam 2 dan 3 sampai sebelum fajar.

Tafsir Quraish Shihab: Dalam surah yang mulia ini, Allah Swt. memerintahkan rasul-Nya untuk mengisi sebagian besar malam dengan salat dan membaca al-Qur’ân. Rasul pun, sesuai perintah Tuhannya, beserta sekelompok orang yang mengikutinya menjalankan perintah itu.

Tetapi di akhir surat ini, Allah memberikan keringanan kepada rasul dan pengikutnya, meskipun tetap menyuruh mereka untuk melaksanakan salat, menunaikan zakat serta memperbanyak sedekah dan istighfar. Di pertengahan surah, Allah Swt. menyuruh rasul-Nya agar bersabar menghadapi berbagai ucapan orang yang mendustakannya. Biarkanlah mereka mendapatkan azab yang dijanjikan Allah.

Sesungguhnya Allah mengancam orang-orang kafir itu dengan azab yang pernah diturunkan kepada Fir’aun dan pengikutnya akibat menentang dan melanggar ajakan rasul mereka. Selain itu, Allah juga memaparkan tentang kedahsyatan hari kiamat agar mereka menjadi takut.]]

Wahai orang yang melipat diri dengan selimut, bangunlah pada malam hari untuk melakukan salat. Kurangilah waktu tidurmu. Isilah–dengan salat–seperdua malam atau kurang sedikit hingga mencapai sepertiganya. Atau tambahkanlah waktunya hingga mencapai duapertiga dari waktu malam itu. Bacalah al-Qur’ân secara perlahan-lahan sehingga jelas huruf dan saat berhentinya. Bacalah dengan bacaan yang baik dan benar.

Surah Al-Muzzammil Ayat 4
أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا

Terjemahan: atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.

Tafsir Jalalain: أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ (Atau lebih dari seperdua) hingga mencapai dua pertiganya; pengertian yang terkandung di dalam lafal au menunjukkan makna boleh memilih. وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ (Dan bacalah Alquran itu) mantapkanlah bacaannya تَرۡتِيلًا (dengan perlahan-lahan.).

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا (“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”) maksudnya bacalah al-Qur’an dengan perlahan, sebab hal itu akan membantu dalam memahami dan merenunginya. Dan di awal penafsiran telah disampaikan beberapa hadits yang menunjukkan disunnahkannya bacaan tartil dan pengindahan suara ketika membaca al-Qur’an.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca Al-Qur’an secara seksama (tartil). Maksudnya ialah membaca Al-Qur’an dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati. Perintah ini dilaksanakan oleh Nabi saw. ‘Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw membaca Al-Qur’an dengan tartil, sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia membaca biasa.

Dalam hubungan ayat ini, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mugaffal, bahwa ia berkata:

Aku melihat Rasulullah saw pada hari penaklukan kota Mekah, sedang menunggang unta beliau membaca Surah al-Fath di mana dalam bacaan itu beliau melakukan tarji’ (bacaan lambat dengan mengulang-ulang). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin Mugaffal)

Pengarang buku Fathul Bayan berkata, “Yang dimaksud dengan tartil ialah kehadiran hati ketika membaca, bukan asal mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan pembaca-pembaca Al-Qur’an zaman sekarang. Membaca yang seperti itu adalah suatu bacaan yang dilakukan orang-orang yang tidak mengerti agama.”

Membaca Al-Qur’an secara tartil mengandung hikmah, yaitu terbukanya kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang dibaca dan di waktu menyebut nama Allah, si pembaca akan merasakan kemahaagungan-Nya. Ketika tiba pada ayat yang mengandung janji, pembaca akan timbul harapan-harapan, demikian juga ketika membaca ayat ancaman, pembaca akan merasa cemas.

Sebaliknya membaca Al-Qur’an secara tergesa-gesa atau dengan lagu yang baik, tetapi tidak memahami artinya adalah suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi yang terkandung dalam ayat yang dibacanya.

Tafsir Quraish Shihab: Dalam surah yang mulia ini, Allah Swt. memerintahkan rasul-Nya untuk mengisi sebagian besar malam dengan salat dan membaca al-Qur’ân. Rasul pun, sesuai perintah Tuhannya, beserta sekelompok orang yang mengikutinya menjalankan perintah itu.

Tetapi di akhir surat ini, Allah memberikan keringanan kepada rasul dan pengikutnya, meskipun tetap menyuruh mereka untuk melaksanakan salat, menunaikan zakat serta memperbanyak sedekah dan istighfar. Di pertengahan surah, Allah Swt. menyuruh rasul-Nya agar bersabar menghadapi berbagai ucapan orang yang mendustakannya. Biarkanlah mereka mendapatkan azab yang dijanjikan Allah.

Sesungguhnya Allah mengancam orang-orang kafir itu dengan azab yang pernah diturunkan kepada Fir’aun dan pengikutnya akibat menentang dan melanggar ajakan rasul mereka. Selain itu, Allah juga memaparkan tentang kedahsyatan hari kiamat agar mereka menjadi takut.]]

Wahai orang yang melipat diri dengan selimut, bangunlah pada malam hari untuk melakukan salat. Kurangilah waktu tidurmu. Isilah–dengan salat–seperdua malam atau kurang sedikit hingga mencapai sepertiganya. Atau tambahkanlah waktunya hingga mencapai duapertiga dari waktu malam itu. Bacalah al-Qur’ân secara perlahan-lahan sehingga jelas huruf dan saat berhentinya. Bacalah dengan bacaan yang baik dan benar.

Surah Al-Muzzammil Ayat 5
إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلًا ثَقِيلًا

Terjemahan: Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.

Tafsir Jalalain: إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلًا (Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan) atau bacaan Alquran ثَقِيلًا (yang berat) yang hebat. Dikatakan berat mengingat kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya.

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلًا ثَقِيلًا (“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepada perkataan yang berat.”) al-Hasan dan Qatadah mengatakan: “Yakni [untuk] mengamalkannya.” Ada juga yang mengatakan: “Berat pada saat turunnya karena begitu agungnya.” Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zaid bin Tsabit: “Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw. yang ketika itu paha beliau berada di pahaku dan hampir saja pahaku remuk.”

Dan di awal-awal kitab Shahih al-Bukhari disebut hadits dari ‘Aisyah ra. bahwa al-Harits bin Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Bagaimana wahyu itu datang kepadamu?” Beliau menjawab:

“Terkadang turun seperti gemerincing suara lonceng, dan itu paling berat bagiku, lalu wahyu itu terputus dariku dan aku telah memahami apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat datang kepadaku menyerupai seorang laki-laki, dia mengajakku berbicara, lalu aku memahami apa yang dikatakannya.”

‘Aisyah mengatakan: “Dan aku pernah menyaksikan wahyu turun kepada Nabi saw. pada hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu terputus sedang kening beliau mengucurkan keringat.” Ini adalah lafadznya dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Bahwa ia begitu berat dari dua sisi secara bersamaan, seperti yang dikatakan oleh ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, sebagaimana berat keadaannya di dunia berat juga dalam timbangan pada hari kiamat.

Baca Juga:  Surah Hud Ayat 31; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad saw yang di dalamnya terdapat perintah dan larangan-Nya. Hal ini merupakan beban yang berat, baik terhadap Muhammad saw maupun pengikutnya. Tidak ada yang mau memikul beban yang berat itu kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya Kami akan memberikan kepadamu, wahai Rasul, al-Qur’ân yang megandung perintah, larangan dan tugas-tugas yang berat.

Surah Al-Muzzammil Ayat 6
إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔا وَأَقۡوَمُ قِيلًا

Terjemahan: Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.

Tafsir Jalalain: إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ (Sesungguhnya bangun di waktu malam) maksudnya, melakukan salat sunah di malam hari sesudah tidur هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔا (lebih tepat) untuk khusyuk di dalam memahami bacaan Alquran وَأَقۡوَمُ قِيلًا (dan bacaan di waktu itu lebih berkesan) lebih jelas dan lebih mantap serta lebih berkesan.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔا وَأَقۡوَمُ قِيلًا (“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”) disebut nasya-a jika seseorang bangun pada malam hari. Diriwayatkan dari Mujahid, yaitu waktu setelah ‘Isya’. Demikian pula yang dikatakan oleh Abu Majlaz, Qatadah, Salim, Abu Hazim, dan Muhammad bin al-Munkadir. Tujuannya bahwa naasyi-atul laili berarti waktu malam. Dan setiap pada waktu malam hari disebut dengan naasyi-ah. Maksudnya bangun malam itu lebih sesuai antara hati dan lisan, dan bacaan al-Qur’an pada waktu itu akan memberikan kesan lebih mendalam.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔا وَأَقۡوَمُ قِيلًا (“adalah lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”) maksudnya akan lebih memberikan kesan mendalam bagi seseorang dalam membaca dan memahami al-Qur’an daripada bangun siang hari, karena siang merupakan waktu orang melakukan aktifitas dengan terdengarnya banyak suara keras sekaligus menjadi waktu untuk mencari nafkah.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menegaskan bahwa ibadah yang dilakukan pada malam hari terasa lebih berkesan dan mantap, baik di hati maupun di lidah, sebab bacaan ayat-ayat itu lebih jelas dibandingkan bacaan pada siang hari di saat manusia sedang disibukkan oleh urusan-urusan kehidupan duniawi.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya ibadah yang dilaksanakan pada malam hari lebih merasuk ke dalam hati, lebih berkesan serta lebih khusyuk bacaannya ketimbang ibadah di siang hari.

Surah Al-Muzzammil Ayat 7
إِنَّ لَكَ فِى ٱلنَّهَارِ سَبۡحًا طَوِيلًا

Terjemahan: Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).

Tafsir Jalalain: إِنَّ لَكَ فِى ٱلنَّهَارِ سَبۡحًا طَوِيلًا (Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang) mempunyai banyak kesibukan, sehingga kamu tidak mempunyai cukup waktu untuk banyak membaca Alquran.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu Allah berfirman: إِنَّ لَكَ فِى ٱلنَّهَارِ سَبۡحًا طَوِيلًا (“Sesungguhnya kamu di waktu siang hari mempunyai urusan yang panjang.”) Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, dan ‘Atha’ bin Abi Muslim mengatakan, “Yakni kekosongan dan tidur.” As-Suddi mengatakan:

سَبۡحًا طَوِيلًا; yakni aktifitas yang cukup banyak.” ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, mengenai firman Allah ini ia berkata: “Yakni untuk memenuhi berbagai kebutuhan kalian. Karenanya luangkanlah waktu untuk agamamu pada malam hari.” Dia mengatakan bahwa hal itu berlangsung pada saat shalat malam menjadi wajib, kemudian Allah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Nya, sehingga Dia tidak mewajibkannya lagi. Dan dia membaca:

قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلًا (“Bangunlah [untuk shalat] di malam hari, kecuali sedikit [darinya].”) sampai akhir ayat. Kemudian dia membaca: إِنَّ رَبَّكَ يَعۡلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدۡنَىٰ مِن ثُلُثَىِ ٱلَّيۡلِ وَنِصۡفَهُۥ… فَٱقۡرَءُواْ مَا تَيَسَّرَ مِنۡهُ (“Sesungguhnya Rabb-mu mengetahui bahwasannya kamu berdiri [shalat] kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam….[sampai penggalan ayat:]… maka bacalah apa yang mudah [bagimu] dari al-Qur’an.” (al-Muzzammil: 20) dan Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحۡمُودًا (“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjutlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Israa’: 79). Dan demikianlah yang dikatakannya, sama seperti apa yang dikatakannya.

Dan yang menjadi dalil baginya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya, dari Sa’id bin Hisyam bahwa dia pernah menceraikan istrinya, kemudian dia bertolak menuju Madinah untuk menjual barang berharga miliknya, lalu dia belikan kuda dan senjata kemudian berjihad memerangi Romawi [sampai akhirnya ajal menjemputnya]. Selanjutnya dia menjumpai serombongan orang dari kaumnya, lalu mereka memberitahunya bahwa serombongan orang dari kaumnya berjumlah enam orang hendak melakukan hal tersebut pada masa Rasulullah saw. maka beliau bersabda:

“Bukankah kalian sudah mendapatkan suri tauladan yang ada pada diriku?” kemudian beliau melarang mereka melakukan hal tersebut, lalu beliau mengambil kesaksian mereka untuk mengembalikannya. Selanjutnya beliau pun kembali kepada kami. Maka dia pun memberitahu kepada kami bahwa dia pernah mendatangi Ibnu ‘Abbas dan bertanya kepadanya tentang witir lalu dia berkata:

“Maukah engkau diberitahu oleh seorang penghuni bumi mengenai witir Rasulullah saw.?” Dia menjawab: “Mau.” Lalu dia berujar: “Datanglah kepada ‘Aisyah dan tanyakan kepadanya tentang witir. Setelah itu kembalilah kepadaku untuk memberitahuku jawaban yang dia berikan kepadamu.” Lebih lanjut dia berkata:

“Maka akupun mendatangi Hakim bin Aflah. Kemudian aku mengajaknya menemui ‘Aisyah.” Dia berkata: “Aku bukan kerabatnya. Sesungguhnya aku melarangnya mengatakan sesuatu perihal dua golongan ini.” Maka dia menolak berbicara dengan keduanya dan membiarkannya berlalu. Kemudian aku bersumpah kepadanya hingga akhirnya dia mau datang bersamaku. Lalu kami masuk menemui ‘Aisyah.” “Hakimkah itu?” tanya ‘Aisyah yang memang sudah mengenalnya. Hakim menjawab: “Benar.” “Siapakah orang yang bersamamu itu?” tanyanya lebih lanjut. Dia menjawab: “Sa’id bin Hisyam.” “Siapakah Hisyam itu?” tanya ‘Aisyah lagi. Hakim menjawab: “Putera Amir.” Kemudian ‘Aisyah mendoakan ‘Amir agar diberi limpahan rahmat kepadanya. Lalu ‘Aisyah berkata: “Sebaik-baik orang adalah ‘Amir.” Aku bertanya kepada beliau (‘Aisyah): “Wahai Ummul Mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah.” Ia menjawab: “Tidakkah engkau membaca al-Qur’an?” Aku menjawab: “Ya, aku membaca al-Qur’an.” Lalu beliau pun berucap: “Sesungguhnya akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.”

Maka setelah itu aku berkeinginan untuk berdiri, akan tetapi muncul pertanyaan dalam diriku tentang bagaimanakah ibadah [shalat] Rasulullah. Lalu kukatakan: “Wahai Ummul Mukminin, beritahukan kepadaku tentang qiyam [shalat] Rasulullah saw.” ‘Aisyah berkata: “Bukankah engkau sudah membaca surah ini: yaa ayyuHal muzzammil…?” “Ya, aku sudah membacanya,” jawabku. ‘Aisyah berkata:

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 122; Seri Tadabbur Al Qur'an

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan qiyamul lail di awal surah ini hingga Rasulullah saw. daan para shahabatnya bangun untuk mengerjakan shalat malam selama satu tahun, sehingga kaki-kaki mereka membengkak. Dan allah menahan penutup ayat ini di langit selama dua belas bulan untuk kemudian Dia menurunkan keringanan di akhir surah tersebut, sehingga qiyamul lail menjadi sunnah setelah sebelumnya wajib.”

Kemudian aku ingin sekali berdiri, lalu teringat olehku witir Rasulullah saw. maka kukatakan: “Wahai Ummul Mukminin, beritahukan kepadaku tentang witir Rasulullah saw.” ‘Aisyah pun menjawab: “Kami biasa menyediakan siwak beliau dan air bersuci untuk beliau. Kemudian Allah akan membangunkan beliau sesuai kehendak-Nya pada malam hari.

Selanjutnya beliau bersiwak lalu berwudlu untuk selanjutnya beliau mengerjakan shalat delapan rakaat, dimana beliau tidak duduk pada kedelapan rakaat tersebut kecuali pada rakaat kedelapan [terakhir]. Lalu beliaupun duduk dan berdzikir kepada Rabb-nya Yang Mahatinggi seraya berdoa kemudian beliau bangkit dengan tidak mengucapkan salam dan berdiri untuk mengerjakan rakaat yang ke sembilan.

Setelah itu beliau duduk kembali seraya berdzikir kepada Allah, dilanjutkan dengan doa kemudian mengucapkan salam yang terdengar oleh kami. Selanjutnya beliau mengerjakan shalat dua rakaat lagi sedang beliau dalam keadaan duduk setelah mengucapkan salam. Dan demikianlah sebelas rakaat, wahai anakku. Dan setelah Rasulullah saw. bertambah tua dan tubuhnya bertambah gemuk, maka beliau hanya mengerjakan shalat witir tujuh rakaat kemudian mengerjakan shalat dua rakaat sedang beliau dalam keadaan duduk setelah mengucapkan salam. Demikianlah sembilan rakaat wahai anakku. Dan jika Rasulullah mengerjakan satu shalat, maka beliau lebih suka mengerjakannya secara rutin [terus menerus]. dan jika beliau tidak sempat bangun malam karena tertidur atau karena rasa sakit atau penyakit, maka beliau mengerjakan shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat. Dan aku tidak mengetahui Nabi Allah membaca Al-Qur’an secara keseluruhan pada satu malam sampai pagi hari dan tidak juga beliau berpuasa satu bulan penuh selain di bulan Ramadlan.”

Selanjutnya aku mendatangi Ibnu ‘Abbas, lalu memberitahukan kepadanya mengenai hadits ‘Aisyah itu, maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Dia benar, sehingga dia mau berbicara langsung kepadaku.” Demikian yang diriwayatkan oleh Ahmad Ahmad secara lengkap. Dan hadits senada juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahihnya dari hadits Qatadah yang semisalnya.

Tafsir Kemenag: Ayat ini memerintahkan supaya Nabi Muhammad dapat membedakan antara suasana melakukan ibadah pada siang hari dan malamnya, saat ketenangan jiwa bermunajat kepada Tuhan, menghendaki kebebasan pikiran. Kesibukan yang terdapat pada siang hari membuat perhatian beliau tidak terfokus kepada kesibukan menjalankan risalah Tuhan.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya di siang hari kamu akan disibukkan dengan berbagai persoalan, di samping tugasmu untuk menyampaikan pesan-pesan suci. Maka pergunakanlah waktu malam sebaik mungkin untuk beribadah kepada Tuhanmu.

Surah Al-Muzzammil Ayat 8
وَٱذۡكُرِ ٱسۡمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلۡ إِلَيۡهِ تَبۡتِيلًا

Terjemahan: Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.

Tafsir Jalalain: وَٱذۡكُرِ ٱسۡمَ رَبِّكَ (Sebutlah nama Rabbmu) katakanlah bismillahirrahmanirrahiim di awal bacaan Alquranmu وَتَبَتَّلۡ (dan curahkanlah) kerahkanlah dirimu إِلَيۡهِ تَبۡتِيلًا (untuk beribadat kepada-Nya dengan ketekunan yang penuh) lafal tabtiilan ini adalah mashdar dari lafal batula, sengaja didatangkan demi untuk memelihara fawashil, dan merupakan lafal yang berakar dari lafal tabattul.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَٱذۡكُرِ ٱسۡمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلۡ إِلَيۡهِ تَبۡتِيلًا (“Sebutlah Nama Rabb-mu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.”) maksudnya perbanyaklah dzikir kepada-Nya, berkonsentrasilah, serta bersungguh-sungguhlah dan memenuhi kebutuhan duniamu, sebagaimana Dia berfirman: “Maka apabila kamu telah selesai [dari suatu urusan], kerjakanlah dengan sungguh-sungguh [urusan] yang lain.” (Alam Nasyrah: 7).

Maksudnya jika engkau telah selesai dari berbagai kesibukanmu, maka berkonsentrasilah untuk mentaati dan beribadah kepada-Nya agar hatimu benar-benar konsentrasi. Demikian yang disampaikan oleh Ibnu Zaid dengan pengertiannya atau yang dekat dengannya. Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Abu Shalih, ‘Athiyyah, adh-Dhahhak, dan as-Suddi mengatakan: tabattal ilaiHi tabtiilan, yakni ikhlaskanlah ibadah hanya untuk-Nya semata.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya senantiasa mengingat-Nya, baik siang maupun malam, dengan bertasbih, bertahmid, bertakbir, salat, dan membaca Al-Qur’an. Dengan demikian, ia dapat melenyapkan dari hatinya segala sesuatu yang melalaikan perintah-perintah Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Dan gerakkanlah lidahmu untuk menyebut nama Tuhan yang telah menciptakan dan memeliharamu. Konsentrasikan dirimu untuk melakukan ibadah, dan lupakanlah hal-hal lainnya.

Surah Al-Muzzammil Ayat 9
رَّبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذۡهُ وَكِيلًا

Terjemahan: (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.

Tafsir Jalalain: Dialah رَّبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذۡهُ وَكِيلًا (Rabb masyriq dan magrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung) artinya serahkanlah semua urusan-urusanmu di bawah perlindungan-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: رَّبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذۡهُ وَكِيلًا (“[Dia-lah] Rabb masyriq dan maghrib, tidak ada ilah [yang berhak diibadahi dengan benar] melainkan hanya Dia, maka ambillah Dia sebagai Pelindung.”) maksudnya Dia adalah Raja yang memegang kendali di belahan timur maupun barat, yang tiada ilah yang patut diibadahi dengan benar selain Dia. sebagaimana engkau telah mengesakan diri-Nya dalam ibadah, maka esakan pula Dia dalam bertawakal, lalu jadikanlah Dia sebagai pelindung.

Tafsir Kemenag: Selanjutnya dijelaskan bahwa Allah adalah pemilik timur dan barat. Tidak ada Tuhan selain Dia. Oleh karena itu, hendaklah Muhammad saw menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Firman Allah: Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. (Hud/11: 123).

Tafsir Quraish Shihab: Tuhan Penguasa timur dan barat, Yang tiada sembahan yang benar kecuali Dia. Dari itu, jadikanlah Dia sebagai Pelindung dan Penjamin segala urusanmu.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Muzzammil Ayat 1-9 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S