Syariat Mencukur Rambut Bayi: Keharmonisan Agama dan Budaya

mencukur rambut bayi

Pecihitam.org – Di antara syariat Islam yang sangat familiar di tengah masyarakat muslim Indonesia adalah mencukur rambut bayi. Siapapun tentu akan tahu syariat ini, meski di antaranya ada yang tidak tahu dasar dalilnya secara persis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terlebih, ajaran syariat yang satu ini selalu diiringi dengan tradisi lokal masyarakat Indonesia, tentu hal menambah daftar ragam wawasan keislaman dan keindonesiaan yang dimiliki.

Lantas apakah benar mencukur rambut bayi ini adalah syariat Islam atau hanya sekedar budaya lokal saja? Jawabannya adalah benar, benar bahwa mencukur bayi adalah syariat Islam.

Adapun dasarnya adalah hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari Samurah, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ إِسْحَقَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Ammar telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Ishaq telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abu ‘Arubah dari Qatadah dari Al Hasan dari Samrah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama.” [HR. Ibnu Majah].

Hadis tersebut termaktub dalam Sunan Ibnu Majah, kitab al-Dzabaaih (semebelihan) bab Aqiqah (aqiqah). Derajat hadis ini shahih.

Baca Juga:  Hukum Mencium Tangan Orang yang Lebih Tua dan Pejabat Negara

Dari hadis di atas dapat diketahui bawa seorang anak terlahir dalam keadaan tergadai, oleh karenanya orang tua harus menebusnya dengan cara diaqiqahi, dicukur rambutnya dan diberi nama. Dengan demikian, tuntaslah keharusan orang tua di fase ini dan dilanjutkan dengan keharusan di fase berikutnya.

Dalam kitab Hasyiyah al-Sanadi ‘alaa Ibn Maajah dijelaskan sebagai berikut:

قوله : ( كل غلام ) أي : مولود ذكرا كان ، أو أنثى مرتهن بفتح الهاء قيل : أي : ممنوع من الشفاعة في حق الوالدين فإذا لم يعق عنه فمات طفلا لم يشفع في والديه

Artinya: Ucapan “setiap anak” maksudnya setiap anak yang baru dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan itu dalam keadaan tergadai (murtahan/fathah huruf ha’). Menurut satu pendapat, maksudnya adalah jika anak yang baru dilahirkan tersebut meninggal sedang ia belum diaqiqahi, maka orang tua dari anak tersebut terhalang dari syafaat. Artinya, di akhirat kelak, anak tersebut tidak dapat memberikan syafaat terhadap kedua orang tuanya.

Lebih jelasnya, Syekh Muhammad Bakri Syaththa menjelaskannya dalam kitab I’aanatuththaalibin juz 2 halaman 384, yaitu sebagai berikut:

Baca Juga:  Aqiqah, Sejarah Akulturasi Budaya Arab hingga Islam Nusantara

ﻭﺳﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﻠﻖ ﺭﺃسه ﻭﻟﻮ ﺃﻧﺜﻰ ﻓﻲ اﻟﺴﺎﺑﻊ ﻭﻳﺘﺼﺪﻕ ﺑﺰﻧﺘﻪ

Artinya: Pada hari ketujuh setelah kelahiran, disunnahkan mencukur rambut sang bayi yang baru lahir, sekalipun bayi tersebut berjenis kelamin perempuan dan sunnah bersedekah dengan emas atau perak sejumlah beratnya timbangan rambut bayi yang dicukur tersebut.

Selanjutnya, Syekh Bakri mengungkapkan bahwa kesunnahannya adalah cukuran bayi tersebut dilaksanakan setelah memberinya nama dan menyembelihkannya hewan aqiqah.

Jadi, rangkaian pelaksanaannya adalah menamai sang bayi kemudian menyembelihkannya hewan aqiqah dan diakhiri dengan mencukur rambutnya.

Rangkaian tersebut dilaksanakan di hari ke tujuh setelah kelahiran. Kemudian, setelah mencukur seluruh rambut sang bayi, kumpulkan kemudian timbang dengan timbangan emas atau perak. Setelahnya, bersedekah dengan sejumlah berat timbangan rambut tersebut.

Dahsyatnya, ajaran syariat ini telah diakulturasi oleh budakal lokal Indonesia. Ya, mencukur rambut bayi dan rangkaiannya adalah syariat Islam yang diakulturasi menjadi sebuah budaya.

Baca Juga:  Membongkar Dusta Wahabi Tentang Pujian Ulama Terhadap Muhammad bin Abdul Wahab

Dari penamaan tradisi hingga penepannya berbeda-beda di setiap daerah. Namun subtansinya sama, menjalankan syariat Islam sekaligus melestarikan budaya lokal. Keduanya tidak dapat dipisahkan.

Ada yang mencukur rambut sang bayi disertai doa, bunga-bungaan dan mengoleskan wewangian, ada yang diiringi dengan sedekah uang yang ditusukkan ke dalam labu, ada yang sedekah buah-buahan asam penuh vitamin dalam skala besar di wadah yang besar pula, bahkan bagi masyarakat yang mampu, mereka bersedekah dalam jumlah yang besar terhadap tetangganya.

Ini adalah budaya Indonesia dan hazanah kekayaan bangsa. Dari sini kita buktikan bahwa budaya sama sekali tidak bertentangan dengan agama, bahkan sangat bisa dipadukan dengan harmonis. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *