Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi Mufti Mekkah Asal Bumi Melayu

syekh ahmad khatib al minangkabawi

Pecihitam.org – Selain menjadi negara muslim terbesar di dunia, Indonesia juga bisa disebut dengan istilah negara seribu ulama. Banyak ulama-ulama yang mashur di Mekkah dan bahkan di dunia. Selain Syekh Khalil Bangkalan, Madura, Syekh Mahfudz Tarmas, Syekh Sholeh Darat, Semarang ada juga ulama yang dari bangsa Melayu seperti Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Ia adalah seseorang yang ahli dalam ilmu fikih dan  pernah menjadi imam di Masjid al-Haram sekaligus mufti bermazhab Syafi’i di Mekkah.

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi memiliki nama lengkap Ahmad Khatib bin Abdul Lathif bin Abdul Rahman bin Abdullah bin Abdul Aziz al-Minangkabawi. Ahmad Khatib lahir di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 26 Mei 1860 M.

Ayahnya berasal dari Kota Gadang, sedangkan ibunya dari Balaigurah. Sehingga ia lahir dari keluarga berada dan dikenal sangat taat dalam beragama sekaligus kuat berpegang kepada adat.

Keluarga Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi sudah menjadi keluarga terhormat di daerahnya. Karena ayahnya, yang bernama Abdul Lathif, merupakan Khatib Nagari. Sedangkan kakeknya, Abdul Rahman yang bergelar Datuk Rangkayo Basa, ialah seorang jaksa di daerah Padang.

Baca Juga:  Kisah Kewalian Gus Miek (KH. Hamim Jazuli)

Jika garis keturunan itu ditarik ke atas, maka menjadi Abdul Rahman bin Tuanku Syekh Imam Abdullah bin Abdul Aziz. Tuanku Abdul Aziz ialah ulama besar di Minangkabau pada masa Perang Paderi.

Dalam segi pendidikan, Ahmad Khatib memperoleh pendidikan agama dari lingkungan keluarga. Kemudian, ia memperoleh pendidikan dasarnya berupa pendidikan agama di kota Bukittinggi lewat jalur pendidikan informal yang dikelola oleh ulama-ulama setempat. Setelah itu ia belajar di Sekolah Rendah (setingkat SD-SR), dilanjutkan ke Kweekschool (Sekolah Guru ), yang terkenal dengan nama Sekolah Raja, di Bukittinggi.

Sejak berumur 11 tahun (1871) Ahmad Khatib telah dibawa oleh ayahnya, Abdul Lathif, ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah selesai ia tidak ikut pulang bersama ayahnya, tetapi menetap di sana untuk memperdalam pendidikan keislaman.

Pada saat Ahmad Khatib berada di Mekah, ia belajar kepada ulamaulama terkenal di Mekah seperti Syekh Bakr al-Syatta, Syekh Yahya al-Qalbi, Syekh Zaini Dahlan, Syekh Muhammad Shaleh al-Kurdi dan beberapa ulama lainnya.

Pada usia 19 tahun, nama Ahmad Khatib semakin terkenal di mayarakat Mekkah. Hal tersebut dikarnakan ia mempunyai kemampuan dalam kehalusan budi bahasa dan penguasaan pengetahuan agamanya. Oleh karna itu, ia disayangi oleh masyarakat Mekkah.

Baca Juga:  Syekh Junaid Al-Baghdadi, Kisah Waliyullah; Karomah dan Kalam Hikmahnya

Karena faktor inilah ia kemudian diambil menjadi menantu oleh salah seorang gurunya bernama Syekh Saleh Kurdi yang madzhab Syafi‟i, seorang ulama Arab asal suku Kurdi (Irak-Iran utara) dan saudagar di Mekkah.

Setelah menikah dengan putri Syekh Saleh Kurdi yang bernama Khadijah, Ahmad Khatib diangkat menjadi imam madzhab Syafi‟i di Masjidil Haram Mekkah. Tidak hanya itu, dalam buku Harun Nasution yang berjudul Ensiklopedi Islam Indonesia dijelaskan bahwa Ahmad Khatib di angkat menjadi guru besar oleh penguasa Mekkah, Syarif Awn ar-Rafiq.

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi juga mempunyai banyak sekali murid. Diantara murid-muridnya adalah Syekh Sulaiman ar-Rasuli (1871-1970 M), Syekh DR. H. Abdul Karim Amrullah (1879-1945 M), Syekh DR. H. Abdullah Ahmad (1878 – 1933 M), K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923 M), K.H. Hasyim Asy‟ari (1871-1947 M), dan K.H. Abdul Halim Majalengka (1887-1962 M).

Selain mempunyai banyak murid, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi juga mempunyai banyak sekali karya-karya kitab fikih yang bercorak mazhab Syafi’i. Seperti, Al-Jawahir fi A’mal al-Jaibiyyah, Raudhah al-Husab fi ‘Ilm al-Hisab, Ar-Riyad al-Wardiyyah fi Ushul atTauhid wa al-Furu’ al-Fiqh, Al-Nafahat ‘ala Syarh al-Waraqat, Al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh dan masih banyak lagi yang lainya.

Baca Juga:  Sekilas Tentang Abu Al-Hasan Al-Asy'ari, Pendiri Ahlussunnah wal Jamaah

Banyaknya karya, murid dan beberapa khitmahnya para ulama abad ke-20 memberikan contoh yang baik untuk generasi sekarang. Salah satu warisan yang jelas dan bisa kita pelajari adalah semangatnya dalam belajar dan tekunya dalam menulis kitab atau buku.

M. Dani Habibi, M. Ag