Ternyata Ini Asal-Usul Hantu Pocong Menurut Pandangan Islam

Ternyata Ini Asal-Usul Hantu Pocong Menurut Pandangan Islam

Pecihitam.org- Suatu fakta yang tidak bisa diingkari bahwa masih banyak yang beranggapan bila seseorang mati secara tidak wajar seperti karena gantung diri, dianiaya atau tabrakan, maka arwahnya akan gentayangan selama 40 hari. Sosok gentayangan itu kemudian disebut hantu pocong. Lalu apa sebenarnya sosok yang oleh orang-orang disebut sebagai hantu pocong menurut pandangan Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ruh orang yang meninnggal berada sesuai derajatnya

Sebelumnya, perlu kami sampaikan bahwa arwah orang yang telah meninggal dunia ketika keluar dari jasad akan berada pada suatu tempat sesuai dengan derajat dan amal orang tersebut

Perbedaan tentang tempat arwah mereka sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim sebagai berikut:

Arwah para nabi bertempat di surga dengan menikmati segala kenikmatannya. Arwah para syuhada’ berada pada perut burung hijau yang berlalu lalang di surga sembari menikamati makanan dan minuman surga.

Arwah orang mukmin yang taat berada di taman surga, namun belum bisa menikmati hidangan surga melainkan hanya bisa menikmati keindahan panoramanya.

Arwah orang mukmin yang durhaka berada di ruang angkasa antara bumi dan langit. Arwah orang kafir yang mengingkari Tuhannya berada pada perut burung berwarna hitam di tempat bernama sijjin yang berada di lapisan bumi ketujuh dengan mengalami siksaan yang pedih.

Dari hadis di atas tidak ada yang menjelaskan tentang adanya arwah gentayangan, yang oleh orang Indonesia disebut hantu pocong. Mungkin kalau orang Tiongkok menyebutnya Vampir, orang Eropa menyebut Drakula.

Baca Juga:  Tidak Bertareqah, Tapi Ikut Membaca Manaqib Syekh Abdul Qadir Jaelani, Bolehkah ?

Bahkan dalam hadis lain yang ditakhrij oleh Imam Bukhari, secara tegas Nabi menyebutkan tidak ada yang namanya arwah gentayangan.

لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر

Tidak ada penyakit menular, ramalan buruk, arwah gentayangan dan cacing kudis (yang menular)” (HR. Bukhari)

Redaksi hadisnya cukup jelas, tegas. Menggunanakan la nafi, yang berarti bahwa fenomena arwah orang mati gentayangan tidaklah mungkin terjadi.

Hadits diatas seirama dengan firman Allah SWT dalam Surat Az-Zumar berikut

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar [39]: 42)

Ketika memberikan tafsir pada ayat ini, Imam Al-Qurthuby dengan mengutip beberapa pendapat ulama’ ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa ketika seseorang tidur bisa terjadi perjumpaan antara ruhnya dengan ruh-ruh orang yang telah mati.

Ruh-ruh itu saling mengutarakan keadaan masing-masing. Ketika ruh-ruh itu hendak kembali ke jasad masing-masing, Allah SWT menahan ruh orang yang telah mati dan melepas ruh orang yang masih hidup.

Baca Juga:  Jika 1 Ramadhan Hari Jumat, Maka Lailatul Qadar Jatuh Pada Malam Tanggal....

Berdasarkan penjelasan ini, maka sangat mustahil arwah orang mati yang berada dalam genggaman Allah dan menjalani ketentuannya masing-masing akan gentayangan dalam wujud hantu.

Asal-usul hantu pocong

Setelah beberapa keterangan di atas tentang arwah orang mati dalam genggaman Allah yang ditempatkan sesuai derajatnya, maka jelas orang mati tidak bisa jadi hantu pocong menurut pandangan Islam.

Adapun klaim yang paling logis dan paling mendekati relevansi perihal fenomena orang melihat apa yang disebut hantu pocong, mungkin itu merupakan penjelmaan jin, khususnya jin qarin, jin yang memang selalu dekat menyertai orang sejak lahir hingga kematian.

Jin qarin inilah yang paham betul dengan tipikal, kebiasaan dan kepribadian orang yang disertainya. Maka tidak aneh jika jin qarin sanggup menjawab hal-hal yang bersifat intim dan privasi serta bisa meniru gaya, perilaku bahkan menyamar menjadi orang yang disertainya ketika hidup.

Hadis riwayat Imam Ahmad tentang eksistensi jin qarin berikut mungkin ada relevansinya dengan setan penjelma yang kemudian disebut hantu pocong.

“Tidaklah seorang pun dari kalian kecuali telah ditetapkan jin qarin yang menyertainya” (HR. Ahmad)

Juga satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani tentang tiga kelompok jin berikut mengisyaratkan bukti bahwa hantu atau arwah gentayangan tersebut adalah jelmaan jin.

“Jin ada tiga kelompok. Ada yang mempunyai sayap dan bisa terbang. Ada yang menyerupai ular. Ada pula yang bisa berjalan dan bergerak (menyerupai manusia)”.

Mengomentari hadis ini, Imam Az-Zuhaily berkata golongan jin yang ketiga inilah yang biasanya menjelma dan menampakkan diri dalam wujud hantu apalagi jin memang diberi kemampuan untuk menjelma dalam bentuk yang beraneka ragam.

Baca Juga:  Gaes, Agar Tak Salah Kaprah! Mari Kenali Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi

Kembali ke tentang arwah orang yang mati tidak wajar gentayangan selama 40 hari memang memiliki relevansi kebenaran jika yang dimaksud adalah arwah orang-orang ahli maksiat.

Namun kendati demikian arwah tersebut tidak menjelma dalam bentuk hantu dan juga tidak terbatas dalam masa 40 hari saja, tetapi mereka menempati dalam ruang antara bumi dan langit dan dalam masa yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Kesimpulannya hantu pocong menurut pandangan Islam bukan arwah gentayangan. Tapi hal yang yang paling mendekati kebenaran dalam hal ini bahwa apa yang disebut hantu pocong itu merupakan jelmaan jin yang salah satu motifnya bisa jadi untuk menimbulkan fitnah atau kesan negatif tentang orang yang meninggal.

Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *