Dalil dan Syarat Bolehnya Melakukan Otopsi Jenazah

Dalil dan Syarat Bolehnya Melakukan Otopsi Jenazah

PeciHitam.org – Otopsi jenazah ialah pembedahan dan pemeriksaan organ serta jaringan mayat untuk menemukan penyakit maupun cedera yang menyebabkan atau berkontribusi kepada sebab kematian. (lihat: Fiqih Kontemporer, cet.1, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Gresik)

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di dalam dunia kedokteran dikenal adanya tiga jenis otopsi diantaranya:

  • Otopsi anatomi ialah otopsi yang dilakukan akademisi kedokteran atau dokter untuk mempelajari ilmu anatomi.
  • Otopsi keilmuan atau klinik ialah otopsi untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan penyakit sebelum mayat meninggal.
  • Otopsi forensik ialah otopsi yang dilakukan penegak hukum untuk mengetahui sebab kematian, menentukan identitas, dan sebagainya.

Pada dasarnya otopsi jenazah adalah haram hukumnya dalam pandangan syariat Islam karena kehormatan seorang muslim yang sudah meninggal sama ketika masih hidup.

Yang mendasari hukum asal otopsi jenazah tersebut ialah:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً

Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan. (QS. Al-Isra’ 17:70)

Baca Juga:  Shalat Syuruq, Samakah dengan Dhuha? Ini Penjelasannya

Allah SWT memuliakan manusia dan ini mencakup saat mereka masih hidup maupun setelah meninggal sementara otopsi jenazah berarti menghinakan manusia sebab pada otopsi terdapat memotong anggota tubuh mayat serta membedah perutnya dan sebagainya dan karenanya otopsi hukumnya terlarang. (Lihat: Fiqih Kontemporer, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, cet.1, Gresik)

عن عائشة رضي الله عنها أنّ رسول الله صلي الله عليه و سلم قال: كس عظم الميت ككسره حياّ

Artinya: “Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya memecahkan tulang seorang mukmin tatkala mati seperti halnya memecahkan tulangnya saat hidup” (HR. Abu Daud)

Hadits tersebut menunjukan haramnya memecahkan tulang mayat seorang mukmin yang mana otopsi mengandung hal tersebut sehingga termasuk dalam larangan hadits. (Lihat: Ahkamul Jirahah ath-Thibbiyyah, cet. ke-2, Dr. Muhammad asy-Syanqithi, Jedah, 1415 H/1994 M)

Tapi sekalipun hukum asalnya haram atau terlarang, hanya saja, terkadang terdapat beberapa kondisi yang mengharuskan untuk otopsi, sebab saat ini otopsi sering digunakan sebagai salah satu bagian dari proses hukum, untuk mencari atau menguatkan bukti.

Otopsi jenazah juga memiliki peran penting dalam dunia medis bahkan menjadi sebuah tuntutan contohnya yaitu munculnya penyakit baru yang ganas dan misterius yang memerlukan penanganan yang serius sehingga otopsi bisa menjadi salah satu proses untuk mencari solusi. (Lihat: Fiqih Kontemporer, cet.1, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Gresik)

Baca Juga:  Menjadikan Perempuan Sebagai Pemikat Konsumen, Bagaimana Hukumnya?

Sebagaimana keterangan diatas maka dapat disimpulkan tujuan otopsi terbagi menjadi tiga:

  • Untuk penelitian kasus kriminal dan menemukan kebenaran.
  • Untuk penelitian sebuah penyakit atau wabah wabah untuk mencari solusi dan antisipasi.
  • Untuk keperluan penelitian ilmiah dan pengajaran.

Namun para pihak yang melakukan otopsi jenazah harus melakukannya sesuai kadar hajat dan kebutuhan, dan jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka tidak boleh otopsi mayat sebab kaidahnya yaitu apa yang diperbolehkan karena suatu hal maka batal dengan hilangnya hal tersebut. (Lihat: Fiqih Kontemporer, cet.1, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Gresik)

Menurut pendapat ulama yaitu Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanafiyah tidak ada perbedaan pendapat dalam otopsi jenazah dan menurut mereka diperbolehkan otopsi jenazah dengan tujuan penelitian ilmiah, penelitian sebab kematian mayat dan peneletian kasus kriminal. (Lihat: Mausu’ah al-Fiqhil Islami wal Qodhoya al-Mu’ashirah, cet.3, Wahbah Zuhaily, Damaskus, 1433 H/2012 M)

Pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati keberadaannya serta tidak boleh dirusak, dan otopsi dibolehkan jika ada kebutuhan mendesak yang ditetapkan oleh pihak yang punya kewenangan.

Baca Juga:  Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Bolehkah?

Yang harus dipenuhi dalam otopsi jenazah diantaranya sebagai berikut:

  • Didasarkan pada kebutuhan yang dibenarkan syar’i dan ditetapkan oleh orang atau lembaga yang berwenang dan dilakukan oleh ahlinya.
  • Merupakan jalan keluar satu-satunya dalam memenuhi tujuan sebagaimana yang dimaksud.
  • Sesuai dengan kebutuhan darurat saja sehingga tidak boleh mempermainkan jasad mayat.
  • Harus memperoleh izin dari jenazah sewaktu hidup melalui wasiat, izin dari ahli waris atau izin dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Jenazah wanita tidak boleh diurusi dan dibedah kecuali oleh dokter wanita pula, kecuali jika memang jika tidak ada dokter wanita.
  • Setelah selesai diotopsi maka seluruh bagian jenazah harus dikuburkan secara utuh dan tidak boleh dikurangi, jika mayat yang diotopsi adalah muslim maka harus ditunaikan hak-haknya berupa dikafani, dimandikan, dishalati dan dikubur. (Lihat: Mausu’ah al-Fiqhil Islami wal Qodhoya al-Mu’ashirah, cet. ke-3, Wahbah Zuhaily,  Damaskus, 1433 H/2012M)
Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *