Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 471 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Sutrah (Pembatas) di Makkah dan Selainnya” Hadis dari Abu Juhaifah ini menjelaskan dia berkata, “Rasulullah SAW keluar pada tengah hari lalu shalat Zhuhur dan Ashar dua rakaat di Bath-ha’, dan ditancapkan tombak kecil di hadapannya. Lalu beliau berwudhu, maka manusia mengusap badan mereka dengan sisa air wudhu beliau.” Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 274-275.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ فَصَلَّى بِالْبَطْحَاءِ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَنَصَبَ بَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةً وَتَوَضَّأَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَتَمَسَّحُونَ بِوَضُوئِهِ
Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Al Hakam] dari [Abu Juhaifah] berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar saat terik matahari. Kemudian beliau melaksanakan shalat Zhuhur dan ‘Ashar dua rakaat dua rakaat di Bathha`. Sementara dihadapannya ditancapkan sebuah tongkat. Ketika beliau berwudlu, maka orang-orang mengusapkan bekas air wudlunya (ke badan).”
Keterangan Hadis: Dalam bab ini Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Juhaifah melalui jalur Sulaiman bin Harb, dari Syu’bah, dari Al Hakam. Yang dimaksud dengan Al Bath-ha’ adalah Bath-ha’ Makkah seperti yang telah kami jelaskan.
وَقَالَ اِبْن الْمُنِير : إِنَّمَا خَصَّ مَكَّةَ بِالذِّكْرِ دَفْعًا لِتَوَهُّمِ مَنْ يَتَوَهَّمُ أَنَّ السُّتْرَةَ قِبْلَةٌ ، وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ لِمَكَّةَ قِبْلَةٌ إِلَّا الْكَعْبَة ، فَلَا يَحْتَاجُ فِيهَا إِلَى سُتْرَة (lbnu Manayyar berkata, “Imam Bukhari sengaja menyebut Makkah secara khusus untuk menghindari kesalahpahaman orang yang berpandangan bahwa sutrah adalah kiblat, dan yang pantas untuk dijadikan kiblat hanyalah Ka’bah. Maka, shalat di Ka’bah tidak membutuhkan sutrah.)” Demikian pendapat Ibnu Manayyar.
Adapun menurut dugaanku bahwa Imam Bukhari bermaksud menggaris-bawahi judul yang disebutkan oleh Abdurrazzaq, yaitu bab “Tidak Ada Sesuatupun yang Memutuskan Shalat di Makkah”. Kemudian ia menyebutkan dari lbnu Juraij, dari Katsir bin Katsir bin Muthalib, dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, “Aku melihat Nabi SAW shalat di Masjidil Haram, tidak ada antara beliau dengan mereka – yakni manusia- sutrah (pembatas).” Telah dinukil pula melalui jalur ini oleh para penulis kitab Sunan, para perawinya tergolong tsiqah (terpercaya) hanya saja riwayat itu memiliki cacat. Abu Daud meriwayatkan dari Ahmad, dari Ibnu Uyainah, dia berkata, “lbnu Juraij mengabarkan kepada kami hal itu dengan jalur demikian. Lalu aku bertemu Katsir, maka ia berkata, ‘Aku tidak mendengarnya dari bapakku, akan tetapi dari sebagian kerabatku dan dari kakekku’ .”
Oleh sebab itu, Imam Bukhari ingin mengisyaratkan kelemahan yang ada pada hadits ini, dimana dalam syariat sutrah (pembatas) tidak ada perbedaan antara Makkah dan selainnya. Lalu Imam Bukhari menguatkan pandangannya ini dengan hadits Abu Juhaifah.
Pendapat inilah yang dikenal dalam madzhab Syafi’i dimana larangan lewat di hadapan orang yang shalat tidak membedakan antara di Makkah dan tempat-tempat lainnya. Sebagian ahli fikih membolehkan orang yang thawaf -tidak selain mereka- untuk lewat di hadapan orang yang shalat dengan alasan dharurat (terpaksa). Kemudian dinukil dari sebagian ulama madzhab Hambali tentang bolehnya lewat di hadapan orang yang shalat pada seluruh bagian Makkah.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020