Puasa dalam Kacamata Tasawuf – Perjalanan dari Ana Menuju Anta

puasa dalam perspektif tasawuf

Pecihitam.org – Al-Kisah, seorang sufi sampai dalam perjalanan rohaninya di depan pintu surga Allah swt. Dengan penuh kerinduan, ia mengetuk gerbang yang megah itu dengan keras. Dari dalam terdengar suara, “man hunaka? Siapa gerangan di sana?”ia menjawab, “Ana”. Aku. Pintu surga tak bergeming. Sufi itu malah ditolak dengan keras hingga jatuh ke alam yang lebih rendah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bertahun-tahun lamanya, ia kembali meniti jalan kesucian. Hingga sampailah ia kembali di depan pintu yang sama. Dengan kerinduan yang lebih besar, ia mengetuk pintu gerbang itu lebih keras. Dari dalam terdengar suara, “man hunaka?siapa gerangan di sana? Ia menjawab, “ana”. Lagi-lagi ia dibentak dengan keras, dan terjerembab kembali ke alam yang lebih rendah.

Ia merenung dan merenung. hingga ia temukan jawabannya. Setelah kembali meniti jalan kesucian, sampailah ia di depan pintu yang sama. Kini kerinduannya semakin menggelora, dan ketika suara terdengar dari dalam itu bertanya, “man hunaka? siapakah gerangan di sana? Dengan yakin ia menjawab, “Anta”. Engkau. Maka pintu surga pun terbuka.

Baca Juga:  Sufisme dalam Islam, Sebuah Jalan Lain Menuju Allah

Apa hikmah dari kisah di atas?

Pertama, manusia yang melakukan perjalanan mendekati Tuhan hanya bisa sampai dengan mensucikan dirinya dari segala dosa.

Kedua, selain mensucikan diri, pensucian diri yang paling penting adalah mensucikan diri sendiri dgn melebur pada pemilik segala sesuatu.

Ketiga, perjalanan rohani akan selalu gagal dan gagal bila masih selalu berada pada derajat ANA, merasa memiliki dihadapan Tuhan. Perjalanan rohani hanya bisa diterima bila yang ada hanyalah ANTA. Ana melebur dalam ANTA. Laa Maujuda illallah. Tidak ada wujud selain Allah. Tidak ada Ana jika bukan karena Anta. Demikian salah satu makna kalimat Tauhid.

Puasa adalah media meniti jalan kerohanian dalam mendekati Tuhan. Puasa ingin mengajarkan kepada diri kita agar melebur dalam diri Tuhan. Puasa ingin mengajarkan diri kita untuk meninggalkan ego pribadi Ana, menuju dan melebur dalam Anta. Hanya dengan itu puasa memiliki makna dan mengangkat derajat rohani dalam mendekati Tuhan.

Baca Juga:  Melirik Corak Tasawuf Di Tubuh Muhammadiyah Yang Tak Dimiliki Wahabi

Seorang sufi berdoa, ” Ya Ilahi, Saya ingin meminta kepada-Mu, agar saya tidak memiliki keinginan lagi selain keinginan-Mu.

Iblis yang melakukan ibadah ribuan tahun lamanya, hingga ia diangkat derajatnya lalu digabungkan bersama dengan para malaikat, namun Iblis kemudian untuk terusir dari surga karena melawan perintah Tuhan-Nya.

Ia diperintahkan untuk sujud kepada Adam as namun ia menolak sebab merasa diri paling mulia/baik. Ana khairun minhu. Kata Iblis di hadapan Tuhan-Nya. Semua sujud kecuali Iblis berdiri dengan tegak.

Tantangan terbesar manusia dalam mendekati Tuhan adalah menghilangkan keangkuhan dalam dirinya dan melebur ke dalam ‘anta’, menghilangkan keangkuhan, kesombongan dihadapan tuhan adalah syarat utama mendekati Tuhan.

Suhrawardi mengibaratkan antara Tuhan dengan makhluk-Nya ibarat lilin di kegelapan, ia menjadi terang manakala di sekitarnya gelap. Namun, mana kala siang tiba, sinar matahari telah nampak maka, cahayanya kalah oleh sinar matahari. Ia melebur, menyatu, dan terbakar dalam cahaya matahari.

Baca Juga:  Rahasia Huruf Wawu dalam Tasawuf (Tenggelam dalam Kekhusyukan)

Oleh karena itu, surah al-Fatihah pada hakikatnya mengajarkan manusia untuk selalu berdoa dengan menyertakan yang lain, “iyyaka na’budu wa iyyaka nas’tain”. Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami meminta pertolongan.

Jadi, musuh terberat dan tantangan paling rumit yang dihadapi manusia dalam melakukan perjalanan ruhani adalah meninggalkan “ana” menuju “anta”. Perjalanan mendekati Tuhan dengan tetap selalu menyertakan” ‘ana” pada hakikatnya perjalanannya tidak jauh berbeda dengan Iblis. Sebab kata “ana” adalah bentuk kesombongan dalam perjalanan sufi.

Wallahu a’lam bis shawab.

Muhammad Tahir A.