Pecihitam.org – Sebelum berbicara masalah hukum alkohol yang terdapat dalam parfum dan obat maka lebih baik mengenal dulu hakikat alkohol itu sendiri. Sebagaimana dikatakan dalam satu ungkapan:
يجب تعليم ما يتعلق بالتصور علي ما يتعلق بالتصديق
“Sebelum bebrbicara hukum (tashdiq) sesuatu maka wajib lebih dahulu mengetahui tashawwur (hakikat sesuatu) itu”.
Alkohol adalah nama kumpulan senyawa organik yang mengandung gugus OH yang biasanya terikat pada rantai yang bersifat paraffin. Ada juga Etil Alkohol yg disebut Etanol (CH3,CH2,OH) yaitu zat cair yg tak berwarna namun baunya menyegatkan.
Dalam teknik sangat banyak dipergunakan, baik sebagai bahan pelarut maupun sebagai bahan pangkal untuk sintesa-sintesa selanjutnya. Dan dipergunakan juga dalam industri bahan makanan (minuman keras) dan dalam industri minyak wangi.
Kadar alkohol ini bermacam-macam. Jika untuk minuman keras maka kadarnya adalah 25-50%. Jika untuk obat-obatan maka kadarnya adalah 4 atau 5%. Jika untuk spiritus maka kadarnya adalah 70-96%. Spiritus adalah larutan alkohol dalam air yang dibubuhi suatu zat yg beracun, misalnya methanol supaya tidak dipakai untuk minuman keras maka diberi warna biru untuk menandainya.
Alkohol dibuat dari bahan-bahan yang mengandung gula, seperti gula tebu, gula bit, melasa dan berbagai buah-buahan lain. Bahan-bahan yang banyak mengandung zat pati (amilum), seperti kentang, jagung, dan lain-lain. Umbi-umbi yang mengandung fruktosa dan lignin. Bahan-bahan yang mengandung selulosa, seperti ampas-ampas kayu (yang bisa menggula jika diolah dengan asam chlorida dan dimampatkan).
Biasanya di Tanah Air kita menggunakan bahan-bahan tersebut untuk membuat alkohol. Namun ada juga yang membuat alkohol dari najis, seperti dari kotoran sapi di India.
Jadi, hukum suci atau najisnya alkohol tergantung dari asal pembuatannya. Jika yang suci maka sah dipakai untuk salat. Jika yang najis maka tidak bisa dipakai untuk salat. Namun untuk ihtiyat (hati-hati) lebih baik dihindari memakai parfum beralkohol.
Tapi jika penggunaan alkohol itu hanya sekedar untuk menghilangkan bau pada badan atau bajunya maka jika alkohol yang najis adalah termasuk yang ma’fuw ‘anhu ( najis yang dima’afkan ). Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqih ‘ala Madzahibil Arba’ah juz-1, hal.21 sebagai berikut:
ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة للجبن
“Termasuk bagian najis yang ma’fu ‘anhu (dimaafkan) adalah najis yang terdapat pada obat-obatan dan wewangian harum dengan tujuan untuk memperbaikinya, maka di maafkan sekedar takaran yang dipakai untuk memperbaikinya dengan dianalogikan pada aroma yang memperbaiki pada keju”.
Kalau minuman keras maka najis muthlak karena al-Qur’an mensifatkannya dengan rijsun (najis). Sedangkan alkohol bukanlah minuman pd ‘urf. Adapun jika digunakan untuk obat, jangankan alcohol, arak pun jika kadarnya hanya 4 atau 5% saja yang tidak sampai banyaknya membuat mabok maka boleh. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiyatus Syarqawy ‘alat Tahrir juz-2, hal. 449.
Dengan demikian, parfum yang mengandung alcohol boleh digunakan, kalaupun kebetulan kena alkohol yang najis maka dimaafkan. Syeikh Mutawalli Sya’rawi dalam kitabnya Anta Tas’al wa Islam yajib (Terj.), hal. 482 dengan tegas menjawab bahwa memakai parfum yang mengandung alkohol halal. Alkohol menjadi haram kalau diminum untuk mabuk-mabukan. Dan alkohol itu tidak najis.
Demikianlah uraian tentang hukum alkohol dalam parfum atau obat berdasarkan kitab-kitab fiqih Mazhab empat. Semoga bermanfaat bagi saya dan pembaca semuanya. Amin. Wallahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.