Hukum Deposito dalam Islam Menurut Ulama Fiqih

Hukum Deposito dalam Islam Menurut Ulama Fiqih

PeciHitam.orgMembahas produk bank seperti Deposito, Giro atau Rekening Koran dan Tabungan Reguler tidak akan terlepas dengan Isu Bunga Bank atau Riba. Menurut beberapa celetukan masyarakat umum, Bunga Bank lebih menggiurkan dari pada Bunga Desa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagaimana sebenarnya duduk perkara dan hukum deposito dalam Islam serta beberapa produk bank lain sejenisnya? memerlukan penilaian dan tafsir mendalam pada ayat-ayat Allah SWT dan dihubungkan dengan masa sekarang.

Daftar Pembahasan:

Produk Bank Pada Masa Modern Menurut KH Maemun Zubair

Kehidupan Modern pada masa ini hampir tidak ada sektor yang tidak tersentuh dengan sistem perbankan. Baik yang sering koar-koar keharaman Bank atau keluar dari pekerjaan karena menghindari Bank sebagai Lembaga yang dicap “Riba” dan “Haram”

Negara saja, tidak ada yang terlepas dari Sistem Bank, baik negara yang berbasis Islam atau Negara berbasis Plural seperti Indonesia. Di Negara tercinta kita ini, semua Bank diatur dengan oleh Regulasi Bank Indonesia atau seluruh transaksi di NKRI pasti ada kaitannya dengan Bank.

Uang kertas dan Koin yang setiap hari kita pakai adalah salah satu dari produk bank sentral kita, Bank Indonesia. Perusahaan-perusahaan Nasional maupun lokal yang memproduksi alat kebutuhan sehari-hari bisa dipastikan meminjam modal awal perusahaan dari Bank.

Maka menurut KH. Maemun Zubair dalam mensikapi Bunga Bank tidak perlu kotok atau ngotot dengan satu Hukum yang menjadi pendapat seseorang. Dalam mengharamkan Bank jangan sampai nemen-nemen (jangan keterlaluan) karena akan jadi musuh banyak orang.

Akan tetapi meyakini Riba adalah Haram merupakan Kewajiban karena ada nash dalil Al-Quran. jika memang tidak suka dengan Bank cukup menjadi pandangan pribadi jangan sampai menjadikan kebencian kepada orang yang memakai jasa bank.

Dan tidak semua Ulama menghukumi Bunga Bank adalah Riba. Yai Maemun menjelaskan Qiyas dan pengalaman bahwa pada tahun 60an banyak Fatwa bahwa terjemahan Al-Quran adalah Haram. Dan masa sekarang, terjemahan Al-Quran seperti menjadi keniscayaan. Beliau mendalil dari Qaul Nabi Ibrahim AS;

على العاقل ان يكون عارفا بزمانه، مستقبلا في شأنه عارفا بربه

Artinya; Bagi Orang Berakal layaknya mengetahui keadaan Zamannya, dalam menghadapi masa depan dan untuk mengenal Allah SWT

Keadaan sekarang juga seperti menggiring orang islam untuk menggunakan Bank, sebagaimana kita akan naik Haji. Tidak bisa dipungkiri bahwa naik Haji pasti akan menggunakan fasilitas Bank sebagai Lembaga penyetoran Ongkos Naik Haji (ONH).

Baca Juga:  Hukum Mengantar Jenazah dengan Diiringi Bacaan Tahlil

Bunga Bank dan Riba

Cendekiawan Muslim sekelas Gus Dur atau Abdurrahman Wahid bukan hanya sekedar Negarawan akan tetapi juga menguasai keilmuan Islam dengan sangat baik. beliau memaparkan dengan bahasa Lugas tentang Isu Keharaman-Kehalalan Produk Bank yang mengandung Bunga Bank;

Pada Dasarnya dalam Islam sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran, Islam menolak Transaksi peminjaman uang yang memberikan hasil kompensasi lebih dari pinjaman Awal.

Sebagai Ilustrasi, Dalam Islam dilarang Jika Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000,- kemudian dikembalikan dengan nominal 1.100.000,-. Kelebihan Rp. 100.000,- adalah disebut dengan riba atau Kompensasi Berlebih dalam pinjaman.

Kaidah Fiqih yang mengatakan bahwa Hasil berlebih adalah Riba yakni كل قرض جر نفعا فهو ربا yang bermakna Setiap transaksi Pinjaman yang membawa Hasil berlebih (additional Returns) dianggap Riba atau Usury. Dan Riba ini jelas sangat dilarang oleh agama.

Akan tetapi dalam kasus Pinjaman Bank, pinjaman yang berlaku bukan hanya sekedar pinjaman sebagaimana ilustrasi di atas. Dalam Sistem Bank Pinjaman dan Bank merupakan dua entitas berbeda satu sama lain. Walaupun, Pinjaman dalam bank ada yang menjadi Produknya.

Menurut Gus Dur, orang yang meminjam kepada Bank pada dasarnya berbeda klasifikasi dengan Pinjaman Konvensional. Beliau melanjutkan bahwa Pinjaman Bank adalah bukan kategori Pinjaman dalam Fiqih قرض akan tetapi pinjaman yang diperuntukan untuk pemutaran Usaha.

Pinjaman Bank secara Umum adalah Pinjaman untuk diputar Kembali atau diusahakan daam bentuk Usaha. Dan pengusahaan Uang dalam bentuk Usaha Bisnis, Perdagangan atau lain sebagainya tentu menghasilkan untung. Dan untung inilah kemudian dibagi hasilnya yang kemudian dinamakan Bunga Bank.

Tentu Bunga Bank juga memperhatikan segala risiko, administrasi dan faktor lain sebagainya akan ditentukan besaran Bunga Bank yang harus dibayar oleh Nasabah. Pengembalian Bunga Bank dan Pinjamannya pada waktu periodik tertentu.

Dalam pandangan Gus Dur, Pinjaman semacam itu bukan termasuk قرض yang dimasukan dalam kategori Riba sebagaimana dalam Kaidah Fiqih. Bentuk ini adalah sebuah bentuk Bagi Hasil Usaha dalam sebuah Sistem Canggih.

Transaksi seperti itu dinamakan قراض Qirad yang bermakna Pemutaran Uang dalam Bentuk Usaha, dan Bukan قرض-Qard yang disamakan dengan Bunga bermakna Riba.

Pengertian  قراض Qirad yakni pemberian Modal Usaha untuk berdagang dan lainnya degan tujuan memperoleh bagi hasil Laba/ Untung.

Dengan pandangan Ini, KH. Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa produk Bank yang berupa Pinjaman sedemikian rupa bukan bentuk Bunga Riba akan tetapi Bagi Hasil Usaha yang diperkenankan dalam Islam.

Baca Juga:  Hukum Pajak dalam Islam; Samakah dengan Zakat? Ini Dalil dan Penjelasannya

Hukum Deposito dalam Islam

Deposito adalah salah satu produk Bank selain kredit, Pinjaman Giro, Tabungan Reguler dan lain sebagainya. Deposito adalah sebuah simpanan berjangka yang dapat ditarik sesuai waktu yang disepakati oleh Nasabah dan Pihak Bank. Memahami makna penting untuk mengulas Hukum Deposito dalam Islam.

Waktu penarikan bervarisi tergantung kesepakatan antar kedua belah pihak. Biasanya waktu penarikan berjangka 1 bulan, 3 bulan, persemester atau pertahun atau beberapa tahun. Dalam sistem Deposito, dana kita tidak bisa ditarik sekehendak kita karena akan berakibar pinalti denda.

Sistem Deposito baik dalam Bank Konvensional dan Bank Syariah pada dasarnya sama saja. Karena Regulator Bank juga terletak di Bank Indonesia, dan secara fiqh deposito adalah melakukan Investasi melalui wakilnya yakni Bank.

Investasi dalam istilah fiqihnya dikenal dengan istilah istishna atau Istitsmar, yaitu akah investasi usaha. Kata Istitsmar bermakna membuat orang menanam buah dan hasilnya dibagi bersama.

Hukum deposito dalam Islam perlu memahami kaidah dalam investasi berbentuk Deposito di Bank. Tentu ada ketentuan yang harus diakui bersama dalam Deposito. Beberapa instrumen dalam Investasi Deposito adalah sebagai berikut;

  1. Ada seorang Investor atau penyandang dana yakni Nasabah yang mewakilkan dana dalam bentuk Deposito,
  2. Nisbah Rasio keuntungan yang harus diberikan kepada pihak shahibul maal (nasabah) oleh pelaku usaha melalui wakilnya yaitu mudlarib (bank).
  3. Penentuan Nisbah rasio atau besaran Bunga ini sifatnya tetap serta sama-sama tahu.

Bahasa yang digunakan oleh pihak Bank Konvensional biasanya Bunga Deposito sedangkan dalam Bank Syariah menggunakan Bagi Hasil. Penjelasan oleh Alaudin Abi Bakar bin Masud yang bermadzhab Maliki menjelaskan bahwa;

Baca Juga:  Bagaimana Istinbath Hukum Saham dalam Islam? Mengingat Belum Terdapat Istilah Saham dalam Fiqih

إذَا عُرِفَ هَذَا، فَنَقُولُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ إذَا سُمِّيَ لِلْمُضَارِبِ جُزْءًا مَعْلُومًا مِنْ الرِّبْحِ، فَقَدْ وَجَدَ فِي حَقِّهِ مَا يَفْتَقِرُ إلَى اسْتِحْقَاقِهِ الرِّبْحَ فَيَسْتَحِقُّهُ، وَالْبَاقِي يَسْتَحِقُّهُ رَبُّ الْمَالِ بِمَالِهِ

Penjelasan beliau dapat ditemukan dalam kitan Badaius Shanai juz VI yang secara panjang lebar menjelaskan Aqad dan Variasinya dalam Islam. Artinya sebagai berikut;

Artinya: Bila jenis Akad sudah dikenali, maka dapat kami katakan di sini bahwa: bilamana disampaikan kepada mudlarib satu nisbah yang maklum diketahui dari laba, maka nisbah laba itu merupakan haknya, sedangkan sisanya merupakan hak pemilik harta (rabbul mal) sebab modalnya

Jadi akad dalam pembukaan Deposito adalah metaati ketentuan pembagian Bagi hasil atau Bunga Deposito. Maka Hukum Deposito dalam Islam berkaitan dengan Akad yang dilakukan antara pemilik Modal (Nasabah) atau shahibul Maal dan wakilnya Mudlarib merupakan akad Mubah atau Boleh.

Masalah selanjutkan dalam Hukum Deposito dalam Islam adalah penggunaan Istilah Bunga Deposito. Walaupun sudah dijelaskan di atas terkait Qard dan Qirad, bahwa Bunga Deposito tidak masuk Riba karena kaidah fiqih;

العبرة فى العقود للمقصاد والمعاني لا للألفاظ والمباني

Kaidah ini merupakan dari kitab karya Muhammad Az-Zuhaily dalam kitab Al-Qawaidul Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fil Madzahibil Arbaah.

Artinya, Pada dasarnya, suatu akad bergantung pada niat dan maknanya, bukan pada lafal dan bentuknya,

Maksudnya adalah bahwa tidak terlalu penting apa nama dari Akad Deposito, yang terpenting adalah makna yang terkandung diakad tersebut. Akad dalam Deposito sudah memenuhi unsur Mubah, maka Hukum Deposito dalam Islam adalah Mubah atau Boleh dan tidak masuk Riba. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq