Ketentuan Memegang Mushaf Tanpa Wudhu’ Menurut Madzhab Maliki yang Harus Kamu Pahami

Memegang Mushaf Tanpa Wushu'

Pecihitam-org – Mushaf Al-Qur’an merupakan sesuatu yang mulia. Tidak boleh menyentuhnya kecuali orang suci dari hadas baik hadas kecil maupun besar. Para ulama telah sepakat tentang ini Hanya saja Madzhab Malikiyah membolehkan memegang mushaf tanpa wudhu’. Tapi kebolehan ini pastinya dengan beberapa ketentuan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum mengulas tentang ketentuan dibolehkannya memegang mushaf tanpa wudhu’ menurut pandangan Madzhab Maliki, perlu diketengahkan dulu tentang dalil kesepakatannya semua ulama madzhab mengenai haramnya memegang Al-Quran tanpa wudhu’.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Waqi’ah

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. (QS. Al-Waqiah ayat 78).

Ayat di atas yang oleh para mufassir dijadikan hujjah akan keharaman memegang mushaf tanpa wudhu’.

Disebutkan dalam Tafsir Jalalain

“لَا يَمَسُّهُ” خَبَرٌ بِمَعْنَى النَّهْي “إِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَ” الَّذِيْنَ طَهَّرُوْا أَنْفُسَهمْ مِنْ الْأَحْدَاثِ

“LAA YAMASSUHUU” berupa khabar dengan makna larangan, sedang “ ILLAL MUTHAHHARUUN” adalah orang-orang yang mensucikan dirinya dari hadats. (Tafsir Jalalain Jilid II halaman 717)

Baca Juga:  Inilah Empat Sumber Hukum Islam yang Disepakati

Disebutkan juga oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an al-Adzim yang populer dengan nama Tafsir Ibnu Katsir

وَالْمُرَادُ بِالْقُرْآنِ هَهُنَا الْمُصْحَفُ كَمَا رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُسَافَر بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ مَخَافَةَ أَنْ يَنَالَهُ الْعَدُوُّ . وَاحْتَجُّوْا فِي ذَلِكَ بِمَا رَوَاهُ الْإِمَامُ مَالِكٌ فِي مُوَطَّئِهِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْن أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ أَنَّ فِي الْكِتَابِ الَّذِيْ كَتَبَهُ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ ” أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ “

Yang dimaksud Al-Qur’an pada ayat ini adalah Mudhaf Al-Qur’an sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang membawa Al-Qur’an ke negeri musuh, karena beliau khawatir apabila nantinya akan diambil musuh.

Mereka berhujjah dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muwaththa` dari ‘Abdullah ibn Abi Bakr ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm, bahwasanya didalam kitab (surat) yang ditulis Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Amr ibn Hazm: “Tidak boleh menyentuh al Quran kecuali orang yang suci.” (Tafsir Ibnu Katsir Jilid VII halaman 545)

Baca Juga:  Hukum Pancung dalam Islam, Ketentuan dan Landasan Hukumnya

Kembali ke fokus pembahasan, yakni ketentuan dibolehkannya memegang mushaf tanpa wudhu’ yang disyaratkan oleh ulama Malikiyah.

Abdurrahman Al-Jazairi dalam Fiqih perbandingannya, Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-‘Arba’ah Jilid I halaman 408 menjelaskan ada empat syarat tentang bolehnya memegang mushaf tanpa wudhu’ menurut ulama Malikiyah.

Kalangan Malikiyyah berpendapat bolehnya memegang atau membawa baik secara keseluruhan atau sebagian mushaf al-Quran tanpa wudhu bila memenuhi ketentuan berikut:

  1. Tertulis dengan selain bahasa Arab.
  2. Terukir dalam dinar, dirham atau hal-hal yang biasa dipergunakan untuk niaga karena untuk menghindari adanya masyaqqat dan dosa sebab sulitnya menghindarinya.
  3. Tersimpan dalam sesuatu yang terjaga
    Sebagian kalangan ini berpendapat “Boleh membawa quran dalam sesuatu yang terjaga bila hanya sebagian ayat Al-Qur’an saja didalamnya. Namun bila kesemua yang terdapat dalam Al-Qur’an tetap tidak boleh membawanya tanpa wudhu’. Itu pun dengan syarat pembawanya harus muslim dan Al-Qur’an-nya tertutup dengan sesuatu yang dapat mencegah dari kotoran.
  4. Pembawanya seorang pengajar atau pelajar Al-Qur’an

Demikian empat syarat atau ketentuan memegang mushaf tanpa wudhu’ menurut ulama Malikiyah. Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.

Baca Juga:  Studi-Studi Teoritis Tentang Hubungan Islam Dan Negara
Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *