Syahwat Suami Memuncak Saat Istri Haid, Bagaimana Solusinya?

Syahwat Suami Memuncak Saat Istri Haid

Pecihitam.org – Saat istri sedang haid, maka ia haram disetubuhi. Hal ini berdasarkan QS. Al-Baqarah [2]: 222, sebagai berikut:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

… فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِى الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ

Artinya: … Karena itu jauhilah istri pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. [QS. Al-Baqarah [2]: 222].

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah perintah untuk menjauhi farji sang istri atau larangan menyetubuhinya ketika ia sedang haid.

Ayat tersebut diperkuat oleh hadis riwayat Imam Ibnu Majah dari Anas bin Malik, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ… فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا الْجِمَاعَ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas… Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah segala sesuatu kecuali persetubuhan.” [HR. Ibnu Majah]

Dengan berbekal kedua dalil tersebut, para ulama menghukumi bahwa menyetubuhi istri saat sedang haid hukumnya haram. Bahkan dalam Tafsir al-Jalalain dijelaskan pada saat istri telah suci maka datangilah bagian kemaluannya dan tidak boleh diselewengkan pada bagian lainnya.

Baca Juga:  Tata Cara Wudhu yang Benar Sesuai Tuntunan Rasulullah

Melihat ketentuan tersebut, lantas apa solusi yang ditawarkan jika di saat istri haid, sang suami dikhawatirkan “jajan”/berzina karena kuatnya dugaan tersebut?

Syekh Nawawi dalam kitab Nihaayatuzzain halaman 34 menjelaskannya secara detail, yaitu sebagai berikut:

ﻭﻣﺤﻞ ﺣﺮﻣﺘﻪ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﺨﻒ اﻟﺰﻧﺎ ﻓﺈﻥ ﺧﺎﻓﻪ ﻭﺗﻌﻴﻦ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺤﻴﺾ ﻃﺮﻳﻘﺎ ﻟﺪﻓﻌﻪ ﺟﺎﺯ ﻷﻧﻪ ﺇﺫا ﺗﻌﺎﺭﺽ ﻋﻠﻰ اﻟﺸﺨﺺ ﻣﻔﺴﺪﺗﺎﻥ ﻗﺪﻡ ﺃﺧﻔﻬﻤﺎ

Artinya: Letak keharamannya (keharaman bersetubuh pada waktu haid) adalah selama sang suami tidak dikhawatirkan berzina. Adapun jika sang suami dikhawatirkan berzina, sementara bersetubuh/jima’ adalah satu-satunya hal yang menjadi solusi untuk menolaknya/tidak melakukan zina, maka (bersetubuh dengan istri yang sedang haid) boleh dilakukan karena apabila dua mafsadat saling bertentangan terhadap seseorang, maka dahulukan yang lebih ringan dari keduanya.

Syekh Nawawi melanjutkan, apabila menyetubuhi istri pada saat haid dan onani/masturbasi bertentangan, maka dahulukan onani.

ﻭﻟﻮ ﺗﻌﺎﺭﺽ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺤﻴﺾ ﻭاﻻﺳﺘﻨﻤﺎء ﺑﻴﺪﻩ ﻓﺎﻟﺬﻱ ﻳﻈﻬﺮ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺪﻡ اﻻﺳﺘﻨﻤﺎء ﻓﺈﻥ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺤﻴﺾ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻛﺒﻴﺮﺓ ﺑﺨﻼﻑ اﻻﺳﺘﻨﻤﺎء ﻓﺈﻥ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺬاﻫﺐ ﻳﻘﻮﻝ ﺑﺠﻮاﺯﻩ ﻋﻨﺪ ﻫﻴﺠﺎﻥ اﻟﺸﻬﻮﺓ ﻭﻫﻮ ﻋﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺻﻐﻴﺮﺓ

Baca Juga:  Bolehkah Kita Menerima Hadiah dari Tabungan di Bank?

Artinya: Apabila menjima’/menyetubuhi istri pada saat haid dan onani/masturbasi bertentangan, maka yang jelas harus didahulukan adalah onani/masturbasi karena berdasarkan kesepakatan para ulama bahwa menyetubuhi istri pada saat haid adalah dosa besar. Berbeda dengan onani, sebagian ulama madzhab membolehkan onani pada saat syahwat bergejolak/memuncak dan menurut madzhab Syafi’i, onani termasuk dosa kecil.

Bagaimana jika seorang pemuda yang belum memiliki istri sedang syahwatnya bergejolak dan dia tidak mampu menahannya? Apa yang harus dilakukan? Syekh Nawawi memberikan jawaban atas persoalan ini, yaitu sebagai berikut:

ﻭﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﺗﻌﺎﺭﺽ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺰﻧﺎ ﻭاﻻﺳﺘﻨﻤﺎء ﺑﻴﺪﻩ ﻗﺪﻡ اﻻﺳﺘﻨﻤﺎء

Artinya: “Turunan dari ketentuan tersebut (onani adalah dosa kecil), apabila zina dan onani bertentangan, maka dahulukan onani.

Perlu diperhatikan, ini dilakukan apabila syahwatnya betul-betul tidak dapat ditahan. Selagi syahwatnya dapat ditahan, lebih baik untuk menghindari dan tidak melakukannya.

Kembali ke persoalan saat istri yang sedang haid, sedang syahwat suaminya betul-betul memuncak. Di sisi lain, sang suami enggan jika harus menyetubuhi sang istri dalam keadaan haid, apakah ia dapat menyutubuhi istri melalui duburnya (anal seks)? Syekh Nawawi menjelaskan:

ﻭﻛﻤﺎ ﻳﺤﺮﻡ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺤﻴﺾ ﻳﺤﺮﻡ ﻭﻁء ﺣﻠﻴﻠﺘﻪ ﻓﻲ ﺩﺑﺮﻫﺎ ﻓﻲ اﻟﺤﻴﺾ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻟﻮ ﺗﻌﺎﺭﺽ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺰﻧﺎ ﻭﻭﻁء اﻟﺤﻠﻴﻠﺔ ﻓﻲ ﺩﺑﺮﻫﺎ ﻗﺪﻡ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺪﺑﺮ ﻭﻟﻮ ﺗﻌﺎﺭﺽ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﺪﺑﺮ ﻭاﻻﺳﺘﻨﻤﺎء ﺑﻴﺪﻩ ﻗﺪﻡ اﻻﺳﺘﻨﻤﺎء

Baca Juga:  Hukum Korupsi dalam Islam; Definisi, Dalil, dan Ijtihad NU Melawan Korupsi

Artinya: “Seperti halnya haram menyetubuhi istri pada saat haid, haram juga menyetubuhi istri melalui duburnya (anal seks) pada saat haid ataupun selainnya. Apabila zina dan anal seks bertentangan, maka dahulukan anal seks. Sedangkan apabila anal seks dan onani bertentangan, maka dahulukan onani.”

Sederhananya, kaidah yang berlaku dalam persoalan ini adalah “apabila dua mafsadat saling bertentangan terhadap seseorang, maka dahulukan yang lebih ringan dari keduanya”.

Bagi yang beristri, apabila zina dan dan menjima’nya pada saat haid bertentangan maka dahulukan menjima’nya dan seterusnya. Bagi yang belum beristri, apabila zina dan onani bertentangan, maka dahulukan onani.

Disarikan dari kitab Nihaayatuz Zain halaman 34-35 karangan Syekh Nawawi al Bantani. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *