Tingkatan Hadits Berdasarkan Kualitas Haditsnya (Bagian 2)

Tingkatan Hadits Berdasarkan Kualitas Haditsnya (Bagian 2)

PeciHitam.org – Pada bahasan mengenai tingkatan hadits bagian pertama, kami telah menjelaskan secara singkat hadis maqbul (diterima). Pada kesempatan kali ini, kami akan menyampaikan sedikit seputar hadis mardud (tertolak). Hadits mardud juga mempunyati beberapa tingkatan hadits, apa sajakah itu?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits mardud (tertolak) terbagi menjadi dua, yaitu hadits yang dhaif dan juga hadits palsu. Hadits palsu sebenarnya bukan termasuk hadits, hanya sebagian orang awam yang memasukkannya ke dalam hadits. Sedangkan hadits dhaif ialah sebuah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan. Oleh karena sebab tertentu, hadis dhaif menjadi tertolak untuk dijadikan landasan aqidah dan syariah.

Adapun penyebab tertolaknya hadits dhaif, antara lain:

  1. Adanya Kekurangan pada Perawinya, baik segi keadilan maupun hafalannya, misalnya karena: dusta (hadits maudlu),
  2. Tertuduh dusta (hadits matruk)
  3. Fasik, yaitu banyak salah lengah dalam menghafal
  4. Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal
  5. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
  6. Tidak diketahui identitasnya (hadits Mubham)
  7. Penganut Bid’ah (hadits mardud)
  8. Tidak baik hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)

Bagaimana jika sanadnya terputus (ghairu muttasil)?

Jika yang digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq, namun jika yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal. Apabila yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal. Sedangkan jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 123-124 – Kitab Ilmu

Kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi karena kelemahan pada sisi matannya. Kemudian bagaimana jika matan (isi teks) hadisnya bermasalah? Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’. Oleh sebab itu, para ulama melarang menyampaikan hadits dhaif tanpa menjelaskan sanadnya. Adapun kalau dengan sanadnya, mereka tidak mengingkarinya

Hadits dhaif bisa diamalkan berdasarkan ijmak ulama yaitu dalam hal-hal yang berkaitan dengan keutamaan amal (fadhail al-a’mal), anjuran kebaikan, dan larangan keburukan. Sedangkan hadits maudhu haram diamalkan. Hal ini senada dengan pendapat Imam Nawawi dalam Fatawa-nya menyebutkan adanya konsensus (ijmak) di kalangan ulama terkait kebolehan mengamalkan hadits dhaif untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan akidah dan hukum halal dan haram.

Serta hadits dhaif akan naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi ketika ada sanad lain yang memperkuat kebenarannya. Sedangkan hadits palsu tidak akan mengalami kenaikan status sekalipun mempunyai puluhan ataupun bahkan ratusan hadits pendukung dari jalur yang berbeda-beda.

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Ad-Durrul Mandhud sebagaimana yang dikutip juga oleh Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki dalam karyanya Ma Dza fi Sya’ban menyebutkan sebagai berikut.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 210-211 – Kitab Wudhu

 وقد اتفق الأئمة من المحدثين والفقهاء وغيرهم كما ذكره النووي وغيره على جواز العمل بالحديث الضعيف في الفضائل والترغيب والترهيب، لا في الأحكام ونحوها ما لم يكن شديد الضعف.

“Para imam dari kalangan ahli hadits dan ahli fikih telah sepakat, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Imam An-Nawawi dan lainnya, tentang kebolehan beramal dengan hadits dhaif dalam hal fadhail (keutamaan-keutamaan), anjuran kebaikan dan ancaman keburukan. Tidak dalam perkara yang berkaitan dengan hukum halal dan haram, selama tingkat kedhaifannya tidak terlalu parah.”

Pada mulanya periwayatan hadits tidak menanyakan sumber periwayatan sampai akhirnya muncul firqah (khawarij, syiah, murjiah, dll) yang kemudian menyebabkan para ulama jarh wa ta’dīl memerankan dan menerapkan berbagai kaidah dalam menverifikasi segala bentuk informasi yang berasal dari Rasulullah.

Dengan munculnya ulama yang menggunakan pendekatan jarh wa ta’dīl menyebabkan munculnya berbagai nama-nama perawi yang boleh diambil dan diamalkan periwayatannya dan nama-nama perawi yang tidak boleh diambil dan diamalkan periwayatannya. Dengan munculnya nama-nama tersebut berkontribusi terhadap semakin sedikitnya Hadits yang dapat terserap untuk diamalkan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 179 – Kitab Wudhu

Hanya saja status dhaif sebuah hadits bukan disebabkan seluruh mata rantai Hadits tersebut berkualitas dhaif namun hanya ada satu atau dua orang saja yang memiliki status dhaif tersebut sehingga menyebabkan Hadits secara keseluruhan dari jalur sanad tersebut menjadi dhaif. Inilah kemudian yang melatarbelakangi munculnya sebuah kaidah , “Kualitas Hadits Ditentukan oleh Kualitas Terendah Rawi dalam Sanad”.

Demikian artikel lanjutan mengenai tingkatan hadits yang perlu kita pelajari agar tidak terjadi salah paham dalam memahami sebuah hadits, terutama tentang hadits dhaif yang tentu saja akan sangat berbahaya jika kita menggunakannya sebagai hujjah.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *