Cara Menguburkan Ari Ari dalam Islam, Adakah Sumber Rujukannya? Ini Penjelasannya

Cara Menguburkan Ari Ari dalam Islam, Adakah Sumber Rujukannya? Ini Penjelasannya

PeciHitam.org – Agama Islam di Indonesia berkembang pesat di masa Walisongo. Pola dakwah yang dikembangkan Walisongo merupakan paduan dari syariat Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat pada masa itu yang kiranya tidak bertentangan dengan Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kebudayaan yang sudah baik dikembangkan agar lebih baik lagi dengan sentuhan nilai-nilai Islam. Hal inilah salah satu hal yang menyebabkan penyebaran Islam di Nusantara berkembang pesat dan dalam waktu yang relatif singkat.

Kedekatan antara syariat Islam dan budaya Nusantara pada masa itu disambut positif oleh masyarakat. Para wali yang menyebarkan agama Islam di Nusantara ini dipandang mampu memberikan pemahaman tentang ajaran Islam dengan berkontribusi aktif memecahkan masalah-masalah di sekitarnya. Contoh teladan dalam hal berpikir, bentindak dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari mampu meluluhkan hati masyarakat sehingga berbondong-bondong memeluk agama Islam.

Walisongo menciptakan tradisi-tradisi baru yang merefleksikan nafas-nafas Islam di dalamnya dengan tanpa meninggalkan kebudayaan yang sudah baik. Salah satu contoh tradisi yang masih melekat hingga saat ini ialah menguburkan ari-ari bayi yang baru lahir.

Selain mengadzani dan iqamah di telinga kanan dan kiri seorang bayi (anak), ia juga mengajarkan untuk menguburkan ari-ari bayi tersebut. Di masyarakat Jawa, misalnya cara menguburkan ari-ari tersebut setelah bayi lahir kemudian ditaburi bunga di atasnya atau bisa juga menyalakan lilin di atasnya.

Baca Juga:  Perbedaan Duduk Iftirasy dan Tawaruk dalam Shalat

Dalam Islam, menguburkan ari-ari (masyimah), hukumnya sunnah. Hal ini berdasarkan apa yang disebutkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj karya Syamsuddin ar-Ramli berikut ini:

 وَيُسَنُّ دَفْنُ مَا انْفَصَلَ مِنْ حَيٍّ لَمْ يَمُتْ حَالاًّ أَوْ مِمَّنْ شَكَّ فِي مَوْتِهِ كَيَدِ سَارِقٍ وَظُفْرٍ وَشَعْرٍ وَعَلَقَةٍ ، وَدَمِ نَحْوِ فَصْدٍ إكْرَامًا لِصَاحِبِهَا

“Dan disunnahkan mengubur anggota badan yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak akan segera mati, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut, ‘alaqah (gumpalan darah), dan darah akibat goresan, demi menghormati orangnya”.

Berkaitan dengan menyalakan lilin atau menyalakan alat penerangan lainnya di sekitar kuburan ari-ari ini dimaksudkan untuk menghidarkannya dari serbuan binatang seperti misalnya tikus. Oleh sebab itu, dengan demikian maka hukumnya diperbolehkan.

Bagi masyarakat Jawa, prosesi penguburan ari-ari atau biasa disebut juga kakang kawah dianggap merupakan sesuatu yang penting. Hal ini bukan tanpa alasan, karena ari-ari merupakan organ yang menjadi jalur hidup jabang bayi ketika dalam kandungan. Sehingga posisi ari-ari di sini diyakini sebagai batir (teman/ saudara) yang menemaninya dengan setia hingga bayi tersebut dilahirkan.

Baca Juga:  Syarat Dan Rukun Nikah, Calon Manten Wajib Baca!

Adapun cara menguburkan ari-ari dalam Islam sebagai berikut:

  1. Ari-ari dibersihkan terlebih dahulu, baik oleh bidan maupun petugas kesehatan lainnya.
  2. Ari-ari dimasukkan ke dalam perihk tanah dan dialasi daun senthe. Baru kemudian ditutup dengan tempurung kelapa, bisa juga dengan cobek.
  3. Biasanya di masyarakat, di atas wadah diberi ubarampe (barang syarat) sesuai tradisi setempat, biasanya berbeda-beda antar daerah.
  4. Ari-ari tersebut dibungkus dengan kain mori.
  5. Tugas seorang bapak ialah menggali lubang sedalam satu lengan untuk menguburkan ari-ari tersebut. Lubang ini letaknya di sebelah kanan pintu utama rumah, jika bayinya laki-laki. Sebaliknya, jika perempuan, lubang ini digali di sebelah kiri
  6. Orang yang berhak menguburkan ari-ari yaitu bapak kandung, kakek agau saudara laki-laki yang paling dekat dengan bayi tersebut. Sebelum menguburkan, orang tersebut mandi besar terlebih dahulu untuk menyucikan diri. Lalu memakai kain atau sarung.
  7. Ari-ari yang telah terbungkus tadi diemban (digendkng menyamping di pinggang). Baru kemudian dikubur dengan tanah. Usahakan padat dalam menimbun tanag tersebut agar tidak diganggu binatang.
  8. Sebagai penanda, di bagian atas kuburan ari-ari diberi pagar bambu dan di tumpuk genting.
  9. Kemudian kuburan ari-ari tersebut diberi penerangan secukupnya selama 35 hari (selapan). Hal ini memiliki makna agar ari-ari maupun bayi tersebut selalu diberi penerangan dalam setiap langkah perjalanannya.
Baca Juga:  Tertinggal Rakaat Shalat Jumat, Bagaimana Hukum dan Cara Masbuknya

Prosesi atau cara menguburkan ari-ari di setiap daerah mungkin berbeda-beda. Terlepas dari itu, prosesi atau cara menguburkan ari-ari dalam Islam ini bertujuan sebagai bentuk ucapan terimakasih karena telah menemani si jabang bayi tersebut di dalam rahim hingga dilahirkan dengan selamat. Maka tidak heran jika air-air ini sering disebut saudara atau kakang kawah.

Mohammad Mufid Muwaffaq