Hukum Bekerja di Perusahaan Rokok, Berdosakah? Ini Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Hukum Bekerja di Perusahaan Rokok, Berdosakah? Ini Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

PeciHitam.org – Di dalam al-Quran dan hadis, memang tidak ada dalil yang secara eksplisit yang membahas mengenai rokok. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya, rokok ini muncul jauh setelah zaman Nabi Muhammad. Sehingga dalil mengenai rokok ini sering diperdebatkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Banyak sekali fatwa bertebaran mengenai perihal rokok ini. Baik yang menghukumi mubah, makruh maupun ada juga yang mengharamkannya. Lakpesdam NU dalam hal ini juga memberikan tanggapan, salah satunya dengan meluncurkan buku Fikih Tembakau Alternatif. Dalam buku ini juga menjelaskan berbagai pandangan dari segi kesehatan, tenaga kerja bahkan dari sisi ekonomisnya.

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dalam hal ini memberi tiga fatwa tentang rokok tergantung situasi dan kondisinya, antara lain, mubah, makruh dan haram.

Situasi dan kondisi tersebut yaitu dihukumi mubah ketika merokok dianggap tidak memberikan dampak buruk atau mudharat. Dihukumi makruh ketika merokok dianggap dapat membawa madharat atau dampak negatif yang relatif kecil. Kemudian, rokok dihukumi haram jika dipandang dapat menimbulkan madharat yang besar bagi perokok pribadi maupun orang lain.

Baca Juga:  Nikah Beda Agama, Bagaimanakah Hukumnya?

Hukum rokok ini merupakan hasil kajian bersama, baik yang bersumber dari pendapat para ulama, pandangan para perokok maupun anti rokok. Aspek manfaat dan mudharatnya pun dipertimbangkan.

Misalnya ketika mempertimbangkan aspek manfaat, ia memiliki pertimbangan dari segi komunitas perokok, perusahaan rokok, buruh maupun karyawan rokok, bahkan dari segi petani tembakau. Hal ini perlu dilakukan agar fatwa yang dikeluarkan tersebut dapat objektif dan komprehensif.

Kyai Said Aqil Siradj juga pernah menjelaskan fatwa-fatwa rokok ala NU ini, berikut penjelasannya:

Hukum asal merokok itu adalah “mubah” (boleh) tetapi apabila dikonsumsi berlebihan akan menjadi “makruh” (makruh itu berada di antara halal dan haram tetapi lebih mendekati ke arah haram, meskipun tidak berdosa jika melakukannya) dan apabila sampai menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, misalnya memunculkan sejumlah penyakit (jantung, kanker, paru-paru, impotensi, dlsb), maka hukum merokok menjadi “haram”.

Jadi, keharaman atau status haram merokok itu karena suatu “sebab” tertentu (misalnya, berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan tubuh) bukan lantaran rokok itu sendiri secara intrinsik sudah haram. Maka, jika merokok dalam pandangan umat itu dianggap baik, halal, dan memberi manfaat, maka status merokok itu akan menjadi baik dan halal karena mampu memberi maslahat atau manfaat kepada banyak orang.

Baca Juga:  Sujud Syukur, Ini Tuntutan Lengkapnya

Lalu bagaimana hukum bekerja di perusahaan rokok?

Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Kyai Said Aqil Siradj, ketika perusahaan rokok tersebut mampu memberikan maslahat atau manfaat kepada orang banyak, maka hukumnya diperbolehkan, atau halal. Gaji yang dihasilkan tersebut dihasilkan dari usaha bekerja sungguh-sungguh dan jujur, tentu gaji yang diterima dari bekerja di perusahaan rokok tersebut halal.

Hal yang mengenaskannya adalah ketika banyak bermunculan pendakwah-pendakwah yang  menghukumi suatu pekerjaan haram, seperti bekerja di perusahaan rokok, bank konvensional atau perpajakan. Lalu orang yang bekerja di sana resend atau mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Kemudian finansial keluarganya melemah, maka hal ini justru malah menjadi penyebab kemunculan banyak mudharat lainnya.

Itulah sebabnya mengapa diperlukan kehati-hatian dalam mengambil atau memutuskan sebuah fatwa. Seseorang harus betul-betul memperhatikan sekaligus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, baik manfaat maupun mudharatnya.

Baca Juga:  Ibu Hamil Bolehkah Puasa, dan Bagaimana Islam Memandangnya?

Dari apa yang dijelaskan di atas, hukum bekerja di perusahaan rokok diperbolehkan. Sebagai seorang manusia, kita dituntut untuk senantiasa berusaha dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Bekerja di perusahaan rokok tersebut salah satu bentuk usaha yang nyata dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Gaji yang diterimanya juga merupakan hasil kerja kerasnya, apalagi bekerja dengan jujur dan diniatkan untuk ibadah menafkahi keluarga. Tentu gaji yang dihasilkan dapat dihukumi halal.

Mohammad Mufid Muwaffaq