Pengertian Halal Bi Halal – Tradisi Lebaran Yang Hanya Ada di Indonesia

Pengertian Halal Bi Halal - Tradisi Lebaran Yang Hanya Ada di Indonesia

PeciHitam.org – Pengertian “Halal Bi Halal” tidak bisa diterjemahkan secara bahasa, karena pendefinisiannya lahir dari budaya masyarakat Indonesia, yang mana jika diterjemahkan akan mengandung arti yang tidak tepat dengan tujuan dan maksudnya itu sendiri.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hal ini dikarenakan tidak ada nahwu sharaf dengan kaidah halal bi halal, yang bahkan bisa saja bangsa Arab ketika membaca halal bi halal tidak akan mengerti apa maksudnya.

Halal bi halal tidak bisa dimaknai secara bahasa melainkan yaitu budaya saling memaafkan atau dengan saling bersilaturrahim guna memohon dan memberi maaf yang diteruskan dengan saling berjabat tangan.

Sejarah yang paling populer mengenai asal-usul tradisi halal bi halal yaitu tradisi yang dimulai oleh Adipati Arya Mangkunegara I atau dikenal dengan Pangeran Sambernyawa, yang ketika itu memimpin Surakarta mengumpulkan para punggawa dan prajurit di balai istana untuk melakukan sungkem kepada Raja dan Permaisuri setelah perayaan Idul Fitri.

Hal ini dilakukan untuk menghemat tenaga dan biaya, dan sejak saat itu kunjungan terhadapi orang yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi untuk meminta maaf pada perayaan Idul Fitri menjadi tradisi tersendiri.

Adapun asal-usul halal bi halal memiliki beragam versi, karena merupakan istilah bahasa Indonesia yang menggunakan kata berbahasa Arab dan di negara Arab sendiri baik kata maupun tradisinya tidak ada sama sekali.

Baca Juga:  Penyakit Hati Dalam Islam, Waspadalah!!

Nikolas Van Dam duta besar sekaligus ahli sastra Arab mengira bahwa halal bi halal ialah kata berbahasa Arab, tapi setelah mencari dalam literatur Arab ternyata tidak ditemukan sama sekali kata maupun tradisi tersebut.

Sebelum dibakukan menjadi kata dalam bahasa Indonesia, halal bi halal ditulis sebagai satu kata tanpa spasi ditemukan dalam kamus bahasa Jawa-Belanda kumpulan Dr.Th. Pigeaud, Halal bi halal dalam kamus tersebut disebutkan dengan kata ‘alal behalal’ dengan arti yang sama yang dibakukan dalam KBBI yaitu acara maaf memaafkan pada hari Lebaran dan merupakan suatu kebiasaan yang khas Indonesia.

Versi lain menyebutkan “halal bi halal” merupakan gabungan kata berbahasa Arab yaitu “halal” yang berarti boleh atau diizinkan dan digabungkan kata “bi” yang berarti dengan, sehingga diartikan saling menghapus segala hal yang dilarang seperti dosa dan kesalahan terhadap orang lain dan meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab tapi tidak dikenal penggabungan kata tersebut dalam bahasa Arab.

Adapun yang melatar belakangi munculnya tradisi dan istilah ini ialah nilai bangsa yang harus dilestarikan sebagai bukti bahwa agama tidak bertentangan dengan budaya lokal, seperti yang diakui oleh Umar Kayam seorang budayawan Indonesia yang menilai tradisi halal bi halal sebagai terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam.

Baca Juga:  Keutamaan Birrul Walidain: Ridha Allah Tergantung Ridha Orang Tua

Tradisi tersebut setelah Idul Fitri hanya terjadi di Indonesia dengan maksud dan tujuan ialah sesuai hadits Rasulullah SAW:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَيَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّــــئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Artinya: “Barang siapa yang telah menganiaya orang lain baik dengan cara menghilangkan kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati), apabila belum meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal sholeh maka diambilah amal sholehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi, dan apabila tidak punya amal sholeh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”. (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا الْتَقَيَا فَتَصَافَحَا تَحَاتَتْ ذُنُوْبُهُمَا

Baca Juga:  Umar bin Khattab Pernah Menangis dan Tertawa Karena Kebodohannya

Artinya: “Sesungguhnya apabila dua orang islam bertemu kemudian bersalaman maka gugurlah dosa dari keduanya.”

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا

 Artinya: “Tidak ada dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalaman kecuali dosa keduanya diampuni sebelum mereka berpisah.” (HR. Tirmidzi)

Adapun budaya silaturrahim atau saling berkunjung ke rumah saudara sudah menjadi tradisi di masyarakat dan hal itu merupakan perintah Allah SWT:

وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيَخۡشَوۡنَ رَبَّهُمۡ وَيَخَافُونَ سُوٓءَ ٱلۡحِسَابِ 

Artinya: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. Ar-Ra’du 13:21)

Tentang keutamaan silaturahmi Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: “Barangsiapa ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menghubungkan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari)

Dari semua penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa halal bi halal menganjurkan pelaku yang terlibat di dalamnya agar saling bersilaturahim mewujudkan keharmonisan serta berbuat baik dengan berkelanjutan.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *