Penting! Inilah Penjelasan Tentang I’tidal yang Harus Dipahami

Penjelasan Tentang I'tidal yang Harus Dipahami

Pecihitam.org – Masih tentang rukun shalat. Kali ini rukun shalat keenam, yakni i’tidal. Tulisan ini berisi semua penjelasan tentang i’tidal. Mulai dari dalil wajibnya i’tidal, pengertian, syarat-syarat serta bacaan ketika i’tidal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalil I’tidal Sebagai Rukun Shalat

I’tidal setelah bangkit dari rukuk adalah salah satu rukun shalat. Dalil yang diapakai oleh para ulama Fiqh dalam menetapkan i-tidal sebagai rukun shalat adalah hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal dengan hadits al musi’u shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat.

Hingga Nabi shallallahu’ alaihi wasallam pun mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar dan sah kepadanya.

ثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا

… lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus(HR. Bukhari).

Dalam redaksi lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bunyi matan hadisnya sebagai berikut

ثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا

… kemudian rukuk sampai tuma’ninah dalam rukuknya, kemudian mengangkat badannya sampai berdiri lurus” (HR. Muslim)

Pengertian I’tidal

Wahbah Zuhaili menjelaskan tentang pengertian i’tidal dalam bukunya Fiqh Islam wa Adillatuhu pada Juz I halaman 44

Baca Juga:  Rukun-rukun Shalat yang Wajib Dipahami Setiap Mushalli

وهو أن يعود إلى الهيئة التي كان عليها قبل الركوع سواء كان قا ئما او قاعد

I’tidal adalah kembali pada posisi sebelum rukuk baik berdiri atau duduk (bagi orang yang shalat dengan posisi duduk).

Dengan pengertian tersebut, kadang ada timbul pertanyaan. Untuk orang yang shalat berdiri, ketika i’tidal, apakah tangan kembali bersedekap ataukah dijulurkan?

Mengenai ini, ulama berbeda pendapat. Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj dan Sayyid Abu Bakar Syatha dalam I’anatut Thalibin berependapat untuk melepaskan tangan, tidak bersedekap.

Sementara menurut Ibnu Hajar al-Haitami, bagi orang yang dikhawatirkan tidak bisa terhindar dari tiga gerakan yang membatalkan shalat, maka posisi tangan saat i’tidal adalah bersedekap.

Syarat Syarat I’tidal

Habib Ali bin Hasan Baharun dalam As-Syams al-Munirah-nya pada Juz I halaman 193 – 194 memberikan penjabaran yang detail tentang syarat absahnya i’tidal.

Ada 6 syarat sahnya i’tidal dalam shalat. Jika satu di antaranya tidak terpenuhi, maka hukumnya rusak. Itu artinya shalatnya batal juga.

  1. Rukun sebelumnya (yakni rukuk) harus sudah sah. Jika rukuknya masih belum sempurna, misalnya belum thuma’ninah, I’tidalnya juga tidak sah.
  2. Memang bermaksud untuk melakukan i’tidal, tidak bermaksud yang selainnya.
  3. Harus thuma’ninah atau berdiam sejenak.
  4. Harus yakin atau tidak ragu dalam thuma’ninahnya. Artinya ia yakin bahwa telah benar-benar thuma’ninah dalam i’tidalnya.
  5. Ruas punggung harus tegak sejajar.
  6. Tidak boleh terlalu lama melebihi perkiraan waktu membaca dzikir yag disyariatkan kalau memang ia membaca dzikir atau perkiraan waktu membaca dzikir duduk antara dua sujud kalau diam tidak baca dzikir, sebagaimana penjelasan tentang i’tidal dalam I’anatut Thalibin.
Baca Juga:  Inilah Lima Waktu Dilarang Mengerjakan Shalat yang Wajib Diketahui

Bacaan Dzikir Ketika I’tidal

Orang yang bangkit dari rukuk atau i’tidal disunnahkan membaca dzikir berikut

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ شَيْءٍ بَعْدُ

Bacaan dzikir di atas merupakan bacaan sederhana yang berlaku jika sedang shalat berjamaah. Karena jika baca yang panjang, nanti makmum merasa terbebani dengan shalat yang lama.

Namun ketika sedang shalat sendiri atau shalat berjamaah yang antar imam dan makmum sudah terbiasa dan sama-sama ridha dengan shalat yang agak lama, maka hendaknya ditambah dengan membaca membaca dzikir yang lebih panjang berikut setelah dzikir sami’allahu liman hamidah

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ مِلْءَ السَّمٰوَاتِ وَمِلْءَ الْاَرْضِ وَمِلْءَ مَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Baca Juga:  Inilah Penjelasan Mengenai Membaca Al-Fatihah Sebagai Rukun Shalat Keempat

Demikian tulisan ini seputar ppenjelasan tentang i’tidal sebagai rukun shalat keenam. Mulai dari dalil, pengertian, syarat, hingga bacaan dzikirnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *